21 Desember 2008

Analisis Gerakan

Ruang Kosong Gerakan Mahasiswa


Tawuran. Itulah berita aktivitas mahasiswa yang belakangan muncul di media massa. Entah itu di Jakarta ataupun Makassar, sebagian mahasiswa memperlihatkan sikap tercela kepada koleganya atau masyarakat setempat.

Ironisnya, peristiwa yang bahkan sampai menimbulkan korban jiwa itu dipicu oleh masalah sepele yang jauh dari sikap intelektual, seperti ketersinggungan akibat kampusnya berdekatan atau mewarisi tradisi seniornya.
Sejumlah tawuran itu terjadi hanya sekitar enam bulan menjelang Pemilu 2009, yang diprediksi sebagai akhir dari era tokoh-tokoh penting di awal reformasi atau akhir Orde Baru, seperti Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Wiranto, Abdurrahman Wahid, dan Sultan Hamengku Buwono X

Muncul pertanyaan, bagaimana kepemimpinan bangsa ini ke depan jika mahasiswanya sibuk berkelahi? Sementara militer, yang selama ini menjadi salah satu sumber kepemimpinan, sudah didorong untuk menjadi tentara profesional dan bukan lagi tentara politik atau bisnis.
Kekhawatiran itu makin besar karena di saat bersamaan, aktivitas kelompok mahasiswa yang selama ini dikenal banyak menghasilkan kader-kader pemimpin, baik di bidang politik maupun sosial, makin kurang terdengar.
Kelompok Cipayung, misalnya, merupakan kelompok mahasiswa yang lahir dari sebuah diskusi bertema ”Indonesia yang Kita Cita-citakan” pada 19-22 Januari 1972. Anggota kelompok itu adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Dua tahun kemudian, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) turut bergabung.
Kemunduran aktivitas diduga terjadi pada organisasi mahasiswa di dalam kampus. Misalnya senat atau dewan mahasiswa yang pernah menelurkan tokoh seperti anggota DPR, Rama Pratama (Universitas Indonesia), Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan (Universitas Gadjah Mada), dan menteri dan pengusaha Aburizal Bakrie (Dewan Mahasiswa ITB).
Nasib yang lebih kurang sama juga terjadi dengan gerakan mahasiswa di luar kampus, seperti parlemen jalanan yang dahulu dilakukan fungsionaris PDI-P, Budiman Sudjatmiko.
Mencari ruang kosong
Husen Yusuf, Ketua PMII, mengatakan, gerakan mahasiswa memang menjadi salah satu alat untuk memprediksi kepemimpinan Indonesia 10 hingga 20 tahun ke depan. Sebab, seperti kelompok Cipayung yang memiliki jaringan keanggotaan dan alumni yang luas, banyak di antara alumninya yang menjadi elite politik atau ekonomi.
Bahkan, lanjutnya, mantan pimpinan puncak PMII biasanya memiliki kemudahan untuk meniti karier politik. Sebab, saat aktif di organisasi, ia berkesempatan membuka jaringan dengan para seniornya yang sudah menjadi elite negeri ini. Relasi dengan elite politik ini menjadi faktor penting dalam meniti karier politik di Indonesia.
Kondisi serupa diyakini juga terjadi di kelompok lain, seperti HMI dan GMNI. Banyak tokoh organisasi itu yang akhirnya menjadi elite politik Indonesia.
Namun, lanjut Husen, kelompok mahasiswa kini sedang menghadapi tantangan besar, yaitu menemukan dan mengelola ruang kosong untuk dijadikan tempat mengolah diri.
”Saat Orde Baru, ruang kami adalah menjadi suara rakyat karena tidak berjalannya lembaga perwakilan yang disediakan negara. Sikap represif penguasa saat itu juga memudahkan kami untuk mengambil posisi dan mengonsolidasikan diri,” kata Husen.
Namun, saat ini sudah banyak pihak yang mengisi ruang itu. Jadi, unjuk rasa mahasiswa bukan lagi hal istimewa.
Keadaan makin diperberat oleh makin mahalnya biaya kuliah dan makin terbatasnya waktu belajar. Akibatnya, mahasiswa terdorong untuk lebih bersikap pragmatis, kuliah secepatnya dengan nilai setinggi mungkin agar dapat cepat mencari pekerjaan.
Kegagalan parpol
Ketua Presidium GMNI Dedi Rahmadi mengatakan, kelompoknya berusaha mengatasi berbagai kendala itu dengan mengajak mahasiswa berbicara pada dirinya sendiri. ”Anggota baru GMNI awalnya diajak membahas hal-hal seperti mengapa kuliah cenderung membosankan dan biayanya mahal? Setelah itu, baru dimasukkan sejumlah ideologi kami, yang intinya adalah semangat nasionalis,” papar Dedi.
Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Rahman Thoha melihat, sebenarnya ada ruang kosong yang dapat dipakai gerakan mahasiswa saat ini, yaitu kegagalan partai politik membangun konsolidasi dan sistem ekonomi nasional yang amat tergantung dari luar. Tantangannya adalah bagaimana mengoperasikan ruang kosong itu agar dapat efektif dipakai sebagai tempat mengolah diri.
Ketua Umum HMI Arif Mustofa mengatakan, kelompoknya yang beranggotakan 321.000 orang berusaha kembali pada kegiatan inti, yaitu pembangunan sumber daya manusia. Namun, tidak hanya untuk mengisi ruang di birokrasi, partai politik, atau parlemen, tapi juga sektor ekonomi dan sosial.
Tantangan para aktivis mahasiswa ini belum berakhir saat mereka berhasil merumuskan aktivitasnya. Meski sudah memiliki sejumlah bekal berupa pengalaman, masih ada tantangan lain yang harus mereka hadapi saat akan terjun ke politik praktis, misalnya dengan masuk ke partai politik.
”Biaya politik saat ini amat mahal. Rekruitmen di parpol juga masih bersifat kekerabatan sehingga kesempatan terbesar untuk eksis di parpol dimiliki oleh mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan pengurus parpol atau punya modal finansial besar,” kata mantan Ketua Umum GMKI Goklas Nababan.
Kondisi ini membuat banyak aktivis gerakan mahasiswa berpikir berkali-kali saat akan masuk ke parpol. Banyak yang berpikir, mengumpulkan modal finansial dahulu sebelum berpolitik. Caranya dengan bekerja atau menjadi pengusaha. Dunia politik praktis baru dirambah setelah mandiri secara ekonomi.
Andrinof Chaniago, pengajar Universitas Indonesia, melihat, lesunya gerakan sosial dan politik mahasiswa saat ini akhirnya memang tidak dapat dilepaskan dari sistem politik Indonesia, khususnya sistem di parpol.
Dengan demikian, perbaikan kondisi ini tidak cukup dengan membangun sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih eksploratif dan humanis. Mekanisme di politik, terutama parpol, juga harus ikut diperbaiki.
”Jika jenjang karier di sebagian besar parpol sudah jelas dan dibuat berdasarkan prestasi yang terukur, gerakan sosial dan politik mahasiswa mungkin akan lebih aktif. Sebab, aktivis di sana akan lebih memiliki gambaran yang pasti tentang karier politiknya,” papar Andrinof.
Sebaliknya, jika sekarang mahasiswa lebih pragmatis dan menyukai hal-hal yang ”ringan”, itu karena parpol dan kehidupan politik di Indonesia pada umumnya juga demikian. Amat dekat dengan perhitungan ekonomi sesaat serta jauh dari cita-cita besar dan panjang.
Tonny Jematu, Ketua PMKRI, menuturkan, kondisi saat ini memang tidak menutup kemungkinan munculnya calon-calon pemimpin besar. Apalagi sejarah menunjukkan, mereka biasanya justru hadir di tengah kelesuan atau tipisnya harapan.
Namun, dunia politik dan mahasiswa yang amat pragmatis ini juga telah memunculkan sejumlah rasa frustrasi. Buktinya, mahasiswa makin sering tawuran.
Penulis : M Hernowo
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/10/00202142/ruang.kosong.gerakan.mahasiswa

selengkapnya.....

12 Desember 2008

Agenda PB HMI

PB HMI Akan Gelar Pleno III

Jakarta, (Inbagteng Cyber Media)

Memasuki semester ketiga perjalanan kepengurusan PB HMI, maka dalam waktu dekat akan menggelar Pleno III yang akan dilangsungkan di Jakarta pada (26-28/12). Pleno III kali ini dikemas dalam konsep Paket Kegiatan Akhir Semester Himpunan Mahasiswa Islam. Rangkaian kegiatan terdiri dari Muktamar Pemikiran & Kepemimpinan Muda Indonesia, Rapat Pimpinan Cabang dan agenda utama yaitu Pleno III. Kegiatan tersebut sedianya akan dilaksanakan di Jakarta Media Center (JMC), Jakarta Pusat dan Graha Wisama Ragunan, Jakarta Selatan. Pleno III mengambil tema “menyongsong tamaddun indonesia baru dan maju”.

Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan
Terkait muktamar pemikiran tersebut, tema yang diusung adalah “menyongsong Indonesia muda dan progresif”. Sedangkan para undangan yang akan hadir adalah seluruh elemen gerakan, diantaranya KAMMI, Gema Pembebasan, LMND, PMII, IPPNU, IMM, PII, PMKRI, KNPI, GMKI, FMN, GPI, GPMI, PI. Di samping itu, narasumber yang akan hadir, antara lain Akbar Tanjung, Adyaksa Dault, Rizal Ramli, Budiman Sujatmiko, Priyo Budi Santoso, Anies Baswedan, Cahyo Pamungkas, Rama Pratama, dan seluruh ketua-ketua OKP.


Untuk memahami secara lebih jelas, silahkan baca TOR dibawah ini
Atau bisa juga di download di weblog ini, pada menu download.


Term Of Reference
PAKET KEGIATAN AKHIR SEMESTER PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
“MENYONGSONG TAMADDUN INDONESIA BARU DAN MAJU”


Dasar Pemikiran

Satu dekade setelah reformasi, Indonesia mengalami perubahan diberbagai bidang. Perubahan tersebut tidak saja terjadi pada level kepemimpinan dan kelembagaan, tetapi pada batas-batas tertentu, perubahan itu juga melanda struktur politik, sosial, ekonomi dan budaya. Hal ini berarti, perubahan telah terjadi di level peradaban. Namun sayangnya, perubahan itu tidak terpandu dengan tegas oleh seperangkat nilai-nilai ideal yang diyakini, dan kosong dari cetak biru peradaban Indonesia masa mendatang. Proses perubahan lebih tampak dibiarkan berjalan begitu saja dan diserahkan kepada mekanisme persaingan bebas antar kekuatan masyarakat untuk menentukan peradaban Indonesia masa mendatang. Kalaupun ada yang dianggap panduan, lebih nyata berfungsi sebagai kerangka nilai saja, yaitu nilai-nilai kebebasan individu yang tercakup dalam doktrin HAM dan pada batas-batas tertentu juga prinsip-prinsip ideal yang terdapat dalam Pancasila.

Akan tetapi yang dibutuhkan Indonesia di dalam membentuk peradaban (tamaddun), tidak cukup hanya kerangka etik saja, tetapi juga lengkap dengan cetak biru. Oleh karena itu HMI memandang sudah saatnya Indonesia memiliki cetak biru peradabannya yang tegas untuk menjadi panduan di dalam rangka menyongsong Indonesia masa depan. Tentu saja HMI terpanggil memberikan kontribusi pemikiran dan aksi di dalam rangka mewujudkan tujuan mulia tersebut.

Melalui momentum semester ketiga PB HMI kali ini, akan diusahakan pemasyarakatan urgensi tamaddun Indonesia baru dan maju sebagai jawaban HMI terhadap situasi Indonesia kekinian. Pemasyarakatan ini tidak saja dilangsungkan di tengah-tengah komunitas Himpunan tetapi juga masyarakat pada umumnya dan lebih jauh akan diwujudkan dalam gerakan kongkrit berupa penggalangan barisan menyongsong tamaddun Indonesia baru dan maju.

Proyeksi tamaddun Indonesia baru dan maju setidaknya mencakup empat karakter dasar: berpola hidup religius, steril dari materialisme dan neoliberalisme, transformatif yang berangkat dari akar-akar budaya Islam Indonesia, dan berdemokrasi yang konvergen dengan semangat Islam yang menjadi jiwa masyarakat Indonesia.

Adapun model kegiatan menyambut semester ketiga PB HMI, meliputi kegiatan yang bersifat eksternal dan internal. Kegiatan tersebut terdiri atas Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan Kaum Muda Indonesia, Rapat Pimpinan Cabang, dan Rapat Pleno III PB HMI. Lebih detail mengenai maksud satu per satu kegiatan tersebut dapat disimak seperti di bawah.

I. Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan Muda Indonesia

“ Menyongsong Indonesia Muda dan Progresif “

Satu dekade setelah reformasi, Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan pelik. Ekspetasi yang begitu tinggi terhadap reformasi, justru berakhir dengan anti klimaks. Bentuk klimaks itu di antaranya terkonsolidasinya kekuatan-kekuatan lama yang pada hakikatnya tidak mendukung reformasi. Kekuatan-kekuatan inilah yang kemudian menyimpangkan proses jalannya reformasi. Pada saat yang sama, kekuatan pasar semakin signifikan mengarahkan jalannya sejarah.

Dengan situasi semacam itu, belakangan timbulah aspirasi yang mendukung terbentuknya kepemimpinan dari kalangan muda. Aspirasi ini sesungguhnya merupakan bentuk cetusan ketidakpercayaan kepada pemimpin-pemimpin lama yang bercokol dewasa ini dan bentuk kerinduan terhadap antusiasme menyongsong masa depan Indonesia yang sempat hadir di awal-awal reformasi. Maka belakangan ini menguatlah isu perlunya kepemimpinan muda dalam rangka memecahkan kebuntuan sejarah yang memerangkap perjalanan sejarah Indonesia kontemporer.

Akan tetapi, discourse kepemimpinan muda memang masih belum terlalu matang. Kepemimpinan muda lebih tampak sebagai kontestasi usia ketimbang kontestasi gagasan dan tesis untuk Indonesia masa depan. Untuk itulah, HMI terpanggil mengisi dan melengkapi urgensi discourse kepemimpinan muda dengan membawanya kepada kontestasi tesis dan gagasan menuju Indonesia masa depan sebagai bagian dari kontribusi pemikiran dan aksi dari kalangan muda. Upaya ini dibingkai dalam satu kegiatan bernama Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan Muda Indonesia.

Muktamar ini bertujuan untuk mengumpulkan gagasan cemerlang dari kaum muda dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran dan kepemimpinan Indonesia di masa mendatang setelah Indonesia dilelahkan dengan kebuntuan reformasi dan hilangnya spirit di dalam mewujudkan perubahan yang lebih mendasar. Target acara ini adalah resolusi yang kemudian dapat disebarkan ke berbagai pihak, terutama pihak-pihak pengambil keputusan.

Konsep Acara:
Setiap narasumber menyiapkan kertas kerja sesuai tema yang diminta panitia. Tema mencakup ekonomi, sosial, politik, budaya, dan tatanan hukum Indonesia masa depan.

Tempat dan Waktu:
Jakarta Media Center (JMC) Jakarta Pusat, 26 Desember 2008
Pukul 08.30 – 21.30 WIB

Bentuk Acara:
Ceramah, Diskusi dan Perumusan Resolusi

Peserta:
HMI, KAMMI, Gema Pembebasan, LMND, PMII, IPPNU, IMM, PII, PMKRI, KNPI, GMKI, FMN, GPI, GPMI, PI, dll


Narasumber:
Akbar Tanjung, Adyaksa Dault, Rizal Ramli, Budiman Sujatmiko, Priyo Budi Santoso, Anies Baswedan, Cahyo Pamungkas, Rama Pratama, dan seluruh ketua-ketua OKP.

II. Rapat Pimpinan Cabang (Rapimcab)

Rapimcab ini bertujuan mengumpulkan dan mendengar aspirasi dan masukan dari pimpinan-pimpinan cabang HMI dari seluruh Indonesia dalam rangka membenahi dan memajukan peranan HMI di dalam mewujudkan tamaddun Indonesia baru dan maju.

Tempat dan Waktu:

Graha Wisama Ragunan, Jakarta Selatan, 27 Desember 2008
Pukul 08.00-16.30 WIB

Peserta:
PB HMI, Badko, dan pimpinan-pimpinan cabang

Bentuk Acara:
• Sesi Laporan Perkembangan Cabang-cabang
08.00-12.00 WIB
• Sesi diskusi dan tanya jawab dengan PB HMI
13.00-16.30 WIB

III. Rapat Pleno III PB HMI

Rapat pleno III PB HMI bertujuan mengevaluasi kinierja PB HMI satu semester sebelumnya, merumuskan program lanjutan, dan menyegarkan kembali susunan kepengurusan.

Waktu dan Tempat:
Graha Wisama Ragunan, Jakarta Selatan, 27-28 Desember 2008
Pukul 19.30 WIB (27 Desember) – 24.00 WIB (28 Desember)

Peserta:
Seluruh PB HMI yang masih tercatat aktif

Bentuk Acara:
• Sesi laporan dan evaluasi perkembangan komisi-komisi dan kesekretariatan
19.30-24.00 WIB
• Sambungan sesi pertama
08.00-10.00 WIB
• Penyusunan program kerja
10.00-20.00 WIB
• Reshuffle dan staffing
20.00-21.00 WIB
• Pengumuman hasil-hasil Pleno
22.00 WIB - selesai

selengkapnya.....

03 Desember 2008

Putusan Pemilukada Jatim

MK Kabulkan Sebagian Permohonan


Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan harus dilakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Putaran II di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang dalam waktu paling lambat 60 hari dan penghitungan suara ulang di Kabupaten Pamekasan dalam waktu paling lambat 30 hari. Hal tersebut disampaikan dalam sidang pengucapan putusan perkara 41/PHPU.D-VI/2008, Selasa (2/12), di Ruang Sidang Pleno MK.

Putusan itu didasarkan adanya fakta hukum di persidangan bahwa pada kabupaten tertentu di Provinsi Jatim nyata-nyata telah terjadi pelanggaran serius Pemilukada yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif. Selain itu, pelanggaran-pelanggaran tersebut bukan hanya terjadi selama pencoblosan, sehingga permasalahan yang terjadi harus dirunut dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum pencoblosan.


Terkait dengan amar putusan tersebut, menurut MK, sekalipun dalam posita dan dalam petitum permohonan Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono (Pasangan Calon Pemilukada Provinsi Jawa Timur Putaran II yang berkeberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tanggal 11 November 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Putaran II) hanya secara umum meminta untuk menyatakan Hasil Penghitungan Suara yang dilakukan Termohon (KPU Jatim) dalam Pemilukada Provinsi Jawa Timur Putaran II batal. Akan tetapi, Khofifah-Mudjiono juga memohon Mahkamah untuk memutus ex aequo et bono yang diartikan sebagai permohonan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya apabila hakim mempunyai pendapat lain daripada yang diminta dalam petitum.

MK pun mengutip pendapat G. Radbruch yang menyatakan“Preference should be given to the rule of positive law, supported as it is by due enactment and state power, even when the rule is unjust and contrary to the general welfare, unless, the violation of justice reaches so intolerable a degree that the rule becomes in effect “lawlesslaw” and must therefore yield to justice.” [G. Radbruch, Rechtsphilosophie (4th ed. page 353. Fuller s translation of formula in Journal of Legal Education (page 181)].

Pertimbangan MK, karena sifatnya sebagai peradilan konstitusi, MK tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (procedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice), karena fakta-fakta hukum telah nyata merupakan pelanggaran konstitusi, khususnya Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang mengharuskan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara demokratis dan tidak melanggar asas-asas pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Terdapat pula satu prinsip hukum dan keadilan yang dianut secara universal menyatakan bahwa tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain (nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria). “Dengan demikian, tidak satu pun Pasangan Calon pemilihan umum yang boleh diuntungkan dalam perolehan suara akibat terjadinya pelanggaran konstitusi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan pemilihan umum,” ucap Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.

Sehingga, MK memandang perlu menciptakan terobosan hukum guna memajukan demokrasi dan melepaskan diri dari kebiasaan praktik pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan masif. “Jikalau pengadilan hanya membatasi diri pada penghitungan ulang hasil yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi Jawa Timur, sangat mungkin tidak akan pernah terwujud keadilan untuk penyelesaian sengketa hasil Pemilukada yang diadili karena kemungkinan besar terjadi hasil Ketetapan KPU lahir dari proses yang melanggar prosedur hukum dan keadilan,” jelas Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.

Karena terjadi pelanggaran serius yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif tersebut, maka, menurut MK, diperlukan upaya perbaikan melalui putusannya yakni pembatalan seluruh hasil pemungutan suara di wilayah-wilayah tertentu dan mengeluarkannya dari hasil penghitungan total. Jika MK hanya memutus hasil pemungutan suara di daerah-daerah tertentu tersebut dikeluarkan (tidak diikutkan) dari penghitungan akhir, akibatnya akan terjadi ketidakadilan, karena hal itu berarti suara rakyat di daerah-daerah tersebut sebagai bagian dari pemegang kedaulatan berakibat terbuang/hilang.

“Oleh sebab itu, demi tegaknya demokrasi yang berkeadilan dan berdasar hukum, Mahkamah berpendapat, yang harus dilakukan adalah melakukan pemungutan suara ulang untuk daerah atau bagian daerah tertentu dan melakukan penghitungan suara ulang untuk daerah tertentu lainnya” tegas Maruarar.

Dalam menentukan daerah mana yang akan melakukan pemungutan suara ulang dan daerah mana yang hanya melakukan penghitungan suara ulang, MK pun mendasarkan pada tingkat intensitas dan bobot pelanggaran yang terjadi di wilayah pemilihan tersebut. Hasilnya, Kabupaten Bangkalan Kabupaten Sampang ditetapkan agar dilakukan pemungutan suara ulang, sedangkan Kabupaten Pamekasan agar dilakukan penghitungan suara ulang dengan metode dan pencatatan yang didasarkan pada formulir yang ditetapkan KPU dan terbuka bagi masing-masing Pasangan Calon.

“Manfaat yang dapat diperoleh dari putusan yang demikian adalah agar pada masa-masa yang akan datang, pemilihan umum pada umumnya dan Pemilukada khususnya, dapat dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tanpa dicederai oleh pelanggaran serius, terutama yang sifatnya sistematis, terstruktur, dan masif. Pilihan Mahkamah yang demikian masih tetap dalam koridor penyelesaian perselisihan hasil Pemilukada dan bukan penyelesaian atas proses pelanggarannya sehingga pelanggaran-pelanggaran atas proses itu sendiri dapat diselesaikan lebih lanjut melalui jalur hukum yang tersedia,” ujar Ketua MK, Moh. Mahfud MD.

Untuk itu, MK juga memerintahkan KPU dan Bawaslu untuk mengawasi pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang sesuai dengan kewenangannya dan sesuai dengan semangat untuk melaksanakan Pemilukada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (Luthfi Widagdo Eddyono)

sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=2033

selengkapnya.....

26 November 2008

Ironi Anggota DPR

Biaya DPR ke LN Rp 118 M

Studi Banding Merupakan Pemborosan

Jakarta, Kompas - Kendati kegiatan studi banding ke luar negeri banyak dikritik masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 justru memperbesar anggaran tersebut di pengujung masa tugasnya. Anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan ke luar negeri pada tahun 2009 adalah Rp 118,1 miliar.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, Selasa (25/11), anggaran dialokasikan untuk kegiatan parlemen internasional, regional, sampai studi komparasi Badan Urusan Rumah Tangga.
Kendati kegiatan ke luar negeri banyak dikritik, anggarannya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Setidaknya itu berdasarkan catatan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).

Kenaikan anggaran ini juga bertolak belakang dengan pernyataan yang pernah disampaikan Ketua DPR Agung Laksono. Dalam konferensi pers 2 Januari 2008, Agung mengatakan, ”Sebagai bentuk penghematan, kegiatan studi banding yang sifatnya nonlegislasi pun akan dihapus pada tahun 2008. Untuk pembuatan UU tetap diperlukan, tapi ini pun terbatas.”

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, pada akhir tahun ini banyak sekali kunjungan luar negeri dilakukan. Alat kelengkapan DPR yang akan melakukan kunjungan ke Inggris, Desember 2008, misalnya, ada empat delegasi. Tim Peningkatan Kinerja DPR juga secara paralel akan melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat.
Ketua DPR Agung Laksono, kemarin, mengaku belum tahu persis dan menjanjikan mengecek pagu anggaran DPR tahun 2009. Menurut dia, kalaupun anggaran DPR tetap dibandingkan tahun sebelumnya, sebetulnya nilainya ”turun” kalau inflasi diperhitungkan. Namun, Agung juga berpendapat anggaran DPR sebaiknya tidak naik lagi.
Seperti diberitakan, anggaran DPR tahun 2009 justru naik Rp 300 miliar, yaitu Rp 2,021 triliun dari sebelumnya pada 2008 sebesar Rp 1,7 triliun. Kondisi itu dinilai kontradiktif dengan kinerja DPR yang menurun karena banyak anggota DPR yang lebih mementingkan kampanye di daerah pemilihan masing-masing.(SUT/DIK)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/26/00364894/biaya.dpr.ke.ln.rp.118.m

selengkapnya.....

Sengketa Pemilukada Jatim

MK dan Mahfud MD disebut Dalam Bukti Rekaman

Nama institusi Mahkamah Konstitusi (MK) dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh Mahfud MD, disebut dalam dialog yang isinya mengumbar kecurangan dalam pemilu kepala daerah (pemilukada) Jawa Timur (Jatim) di wilayah Madura.

Perbincangan itu terjadi melalui hubungan telepon yang direkam yang dijadikan alat bukti yaitu antara saksi pasangan calon Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono (Kaji), Edy Sucipto, dengan Kepala Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan, Moh Nizar Zahro, yang diperdengarkan di persidangan MK, Selasa (25/11).

Kepada Nizar, Edy mempertanyakan indikasi kecurangan yang terjadi di desa Baepajung di mana surat suara sudah dicoblos sebelum saat pencoblosan. “Ya, itu sudah dikondisikan dulu mas,” jawab Nizar.

Edy juga menanyakan adanya perolehan suara nol untuk Kaji di desa Lo Pajung. “Kok saking kompaknya dikomando ya sampe ada…yang dapat nol itu critanya gimana?” tanyanya. Nizar menjawab, hal seperti itu sudah biasa sejak zaman Presiden Soeharto. “…saya yakin kalau mau diulang kembali, khususe Baepajung, misalkan mau diangkat ke MK, diulang kembali hasilnya sama mas. Hasilnya saya yakin seperti itu. Percaya kalau saya. Mau dari Mabes turun, mau dari Jawa Timur turun, mau Jin, mau Malaikat selain Allah, yang turun hasilnya sama mas, kaya gitu.” ungkap Nizar.
Di tengah perbincangan, Edy juga menanyakan apa pendapat Nizar ketika persoalan ini dibawa ke MK. Nizar menjawab, “Gini lo mas Edy ya, prediksi politik saya, MK itu kan Mahfud MD. Mahfud MD itu asal orang Sampang, Pak. Dia sangat dekat sekali dengan boss saya, Bapak Fuad Amin. Sungguh sangat ironis sekali kalau Pak Mahfud MD ini membatalkan kemenangan Karsa, saya yakin dengan feeling politik saya Bos saya, Ki Fuad ini sudah jitu feeling politiknya. Saya yakin tetap dimenangkan Karsa. Kalaupun diulang itu hanya TPS-TPS yang tidak mempengaruhi.”
Terhadap bukti suara ini, pihak Termohon, KPU Jatim, keberatan karena tidak jelas menerangkan tentang berapa jumlah suara pasangan Kaji yang hilang. “Tidak ada satupun angka (di perbincangan) yang membuktikan Pemohon kehilangan suara,” tegas Fahmi Bachmid, Kuasa Hukum Termohon.
Sementara itu, Pihak Terkait, melalui Kuasa Hukumnya, Todung Mulya Lubis, menyatakan bahwa para pihak yang hadir di persidangan ini bukanlah ahli telematika. Untuk itu, pihaknya meminta ada pembuktian telematik atas rekaman tersebut. “Kami siap melakukan uji validitas dengan mendatangkan ahli telematika,” jawab Andi Asrun, Kuasa Hukum Pemohon, sekaligus siap mendatangkan kembali Saksi, Edy Sucipto.
Terhadap keinginan mendatangkan ahli telematika, Ketua Panel Hakim, Maruarar Siahaan, mengatakan pihaknya akan membicarakan kemungkinan ini di forum Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi. Namun, sebelum menutup persidangan, Maruarar menjadwalkan sidang putusan sengketa pemilukada akan dibacakan Selasa (2/12) pukul 16.00 WIB. “Jika RPH menyepakati sidang untuk mendengarkan keterangan ahli telematika, maka kami akan memanggil para pihak untuk sidang lagi sebelum sidang putusan digelar,” pungkas Maruarar.
Usai persidangan, dalam jumpa pers, Ketua MK mengatakan bahwa dia – melalui kesepakatan RPH – memerintahkan supaya rekaman tersebut diperdengarkan di sidang. “Jadi itu atas permintaan pleno (RPH) dan saya minta agar (rekaman) itu di-stel agar terbuka sehingga, sebagai alat bukti, kalau muncul di pertimbangan hakim, itu memang sudah (pernah) muncul di sidang,” jelas Mahfud.
Sejauh menyebut namanya, Mahfud mengaku tidak terpengaruh sebab rekaman itu menyatakan bahwa akan ada orang yang menghubungi Mahfud. “Tapi tidak ada yang mengatakan saya berhubungan dengan seseorang,” lanjutnya.
Mahfud mengatakan, Fuad Amin adalah kenalan sekaligus teman baiknya. “Saya kalau ke Madura, kalau mampir ke rumahnya, disuguhi makan. Gitu aja,” kata Guru Besar Politik Hukum ini.
Mahfud juga menegaskan bahwa dia menutup komunikasi dengan siapapun yang terkait perkara di MK. “Terhadap siapapun saya tutup. Tamu pun saya tolak jika punya kaitan dengan perkara ini.” Tegasnya.
Komitmen Para Calon Gubernur
Sebelumnya, dalam persidangan kedua, Rabu (19/11), para kandidat Gubernur Jatim yang berperkara telah berkomitmen untuk mematuhi putusan MK demi tegaknya demokrasi. Khofifah Indar Parawansa, berharap proses pemilukada Jatim akan diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia khususnya warga Jatim.
Proses demokrasi ini, ujar Khofifah, adalah jalan untuk mendapatkan suksesi kepemimpinan yang jujur, adil, dan bersih. “Oleh karena itu, ketika kami bersama tim mengajukan persoalan ini ke MK, kami berharap bahwa dari berbagai bukti fakta lapangan yang kami dapatkan, kami akan mendapatkan keadilan di MK dan kita akan mendapatkan proses demokrasi ke depan yang bersih, jujur, dan adil.” kata Khofifah.
Pihak Terkait Prinsipal, Soekarwo, mengatakan bahwa demokrasi dibangun berdasarkan peraturan perundang-undangan dan semua orang harus tunduk dengan peraturan yang ada. Demokrasi, lanjut Soekarwo, harus berbanding lurus dengan kepatuhan hukum. “Kepada seluruh masyarakat Jawa Timur, mari kita ikuti keputusan MK ini. Keputusan apapun yang diambil MK adalah keputusan final yang harus kita turut, dan kita harus legowo terhadap keputusan yang diambil MK,” pesan Soekarwo.
Turut berbicara, Ketua KPU Jatim, Wahyudi Purnomo, menyatakan bahwa persidangan ini sangat penting dan strategis untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa KPU Jatim telah bekerja sesuai prosedur, sesuai dengan prinsip-prinsip umumnya bahwa, “KPU adalah lembaga yang netral, yang professional, yang tetap, dan mandiri.” tegas Wahyudi. (Wiwik Budi Wasito)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=2014



selengkapnya.....

11 November 2008

Tips Menulis

Cara Gampang Menulis Buku Bestseller


Salah satu pertanyaan dari para profesional yang paling sering mampir ke saya adalah yang seperti ini: Bagaimana sih cara menulis buku yang mudah itu? Memang, saya termasuk salah satu penulis yang paling demen memprovokasi kalangan tersebut supaya menulis buku. Bukan cuma menulis buku biasa, tapi menulis buku bestseller, lho! Sekalipun itu baru pengalaman menulis buku yang pertama, saya tetap menegaskan, “Beranilah bermimpi menjadi penulis buku bestseller!”
Sementara lupakan saja soal definisi bestseller. Yang penting, cita-citakan dulu buku kita akan laris di pasaran, lalu beranikan mental, niatkan segera, dan mulai sekarang juga dengan menulis apa pun yang menggoda kita untuk menulis. Sengaja saya dorong-dorong supaya para profesional itu berani menggagas buku bestseller. Mengapa? Ya, supaya semangatlah menulisnya. Kalau menulis tanpa semangat, jangan harap ada roh semangat pula dalam karya kita. Kalau hasil tulisan tidak memiliki roh atau gereget tertentu, mana ada orang yang mau beli dan membacanya, kan?
Balik lagi ke soal bagaimana cara menulis buku yang mudah, saya pun berani menyatakan bahwa menulis buku bestseller itu mudah. Sampai-sampai saya bersama Andrias Harefa (penulis 30 buku laris) mengadakan workshop berjudul “Cara Gampang Menulis Buku Bestseller”, yang pada Agustus 2008 nanti memasuki Angkatan Ke-5. Nah, bagaimana kesan para peserta workshop tersebut? Umumnya mereka sadar dan menjadi yakin, ternyata menulis buku bestseller itu memang mudah. Bagaimana itu? Saya akan kupas beberapa di antaranya dalam artikel ini.
Pertama, kalau mau menulis buku bestseller, cobalah yakin sejak awal bahwa kita semua berpeluang dan mampu melakukan hal tersebut. Penulis senior atau bahkan penulis pemula sekalipun, semuanya punya peluang yang sama untuk menggebrak pasar. Kalau sudah punya keyakinan, cobalah terus memeliharanya, lalu tambahkan dengan semangat yang sungguh-sungguh dialirkan dalam setiap langkah penulisan nantinya.
Kedua, miliki perspektif menulis buku itu mudah, yaitu sekadar aktivitas merangkai huruf, kata, kalimat, paragraf, dan tulisan. Caranya, pandanglah buku itu hanya sebagai kumpulan bab atau tulisan pendek. Sementara, bab atau tulisan pendek itu sendiri hanyalah kumpulan dari paragraf (alinea), paragraf itu sendiri hanya kumpulan dari beberapa kalimat, kalimat hanya kumpulan dari beberapa kata, dan kata hanyalah kumpulan dari beberapa huruf.
Jadi, kalau kita bisa merangkai huruf menjadi kata, merangkai kata-kata menjadi kalimat, kemudian membuat kalimat-kalimat tersebut menjadi paragraf, lalu bisa merangkai sejumlah paragraf menjadi sebuah tulisan, dan terakhir menulis beberapa artikel atau tulisan pendek, ya jadilah buku itu. Sesederhana itulah! Makanya, jangan punya persepsi menulis buku itu sulit.
Ketiga, pilih tema yang pas dengan mempelajari sejarah sekaligus tren tema-tema buku bestseller. Menyangkut sejarah buku bestseller, pasti akan kita temukan tema-tema betseller yang bisa berulang. Sementara soal tren, pasti efek tarikan atas buku betseller yang sedang bergaung. Artinya, kalau ada tema buku bestseller sedang moncer di pasaran, tak menutup kemungkinan tema yang sama juga lagi digemari dan dicari. Jadi, ini peluang bagi penulis-penulis lain yang tajam penciumannya atas selera dan tren pasar.
Keempat, setelah berhasil memilih tema, buatlah outline atau kerangka tulisan. Untuk apa? Untuk mempercepat proses penulisan dan menata supaya tulisan tidak melebar ke mana-mana. Outline bisa dibuat berdasarkan cara atau gaya penulisan kita. Ada yang mampu menulis dengan baik kalau didasari oleh outline yang detail, tapi ada yang lebih efektif dengan outline sederhana. Apa pun pilihannya, efektivitas penulisan tetap menjadi pertimbangan utama. Makanya, bagi yang merasa bisa menulis dengan lebih baik dan cepat tanpa outline, ya abaikan saja outline ini.
Kelima, pilih teknik penulisan buku yang paling efektif dan efisien. Maksudnya? Pilih teknik penulisan yang paling cocok buat kita, paling membuat kita bersemangat, paling mudah dilakukan, dan tentu saja efisien secara waktu. Soal teknik ini menjadi krusial sifatnya bila kita sedang mengejar atau mengikuti tren buku tertentu. Contoh, penulisan buku berbasiskan teknik wawancara, teknik menulis cepat, dan teknik kompilasi artikel/tulisan pendek adalah teknik yang paling cocok untuk menyasar tren buku bestseller.
Keenam, kuasai teknik menulis cepat. Teknik ini didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide dasar dan yang paling orisinal harus segera dituliskan supaya tidak menguap. Yang terpenting adalah menuliskan gagasan ketika kita sedang dalam kondisi dibanjiri oleh ide. Soal pengayaan isi dan penyuntingan bisa dilakukan pada tahapan berikutnya. Contoh aplikasi teknik ini adalah; sekali duduk atau menulis, selesailah satu tulisan (artikel) atau bab. Sekali menguasai teknik menulis cepat, masalah penundaan dan kemacetan bisa lebih mudah dihindari atau diatasi.
Ketujuh, alirkan gairah, semangat, visi, dan misi dalam setiap tulisan kita. Salah satu rahasia keberhasilan buku-buku bestseller adalah pada kemampuannya dalam “berbicara” atau menjalin hubungan emosional dengan para pembacanya. Buku yang mengesankan adalah buku yang mampu memengaruhi dan menggerakkan pembacanya dalam beragam cara.
Bagaimana caranya? Ya, selain bisa mengungkapkan pikiran-pikiran atau ide-idenya, penulis harus mampu mentransfer antusiasme, keyakinan, visi-visi, dan kejujurannya kepada pembaca. Kalau sudah begini, tanpa disuruh pun akan ada banyak pembaca yang merekomendasikan buku kita nantinya.
Kedelapan, kuasai teknik pengayaan dan penyuntingan naskah, serta sediakan waktu yang cukup untuk mengolah naskah kita. Naskah yang ditulis dengan cepat biasanya bolong di sana-sini. Pada tahap penyuntingan dan pengayaan inilah kita harus bisa mengerjakan PR kita; mengecek kembali sistematika tulisan, judul bab dan subbab, mengecek ketepatan teori dan pendekatan, kelengkapan data maupun variasi contoh kasus, pengembangan gaya bahasa populer, termasuk soal tata bahasa, dll. Pada tahap ini pula kita berkesempatan untuk meneliti dan merasakan ulang apakah naskah kita sudah cukup “berbicara” kepada calon pembaca nantinya.
Kesembilan, pilih judul yang paling pas. Bila perlu, adakan survei dengan menyodorkan sekurang-kurangnya sepuluh nomine judul. Saya yakin, ada beberapa judul yang benar-benar memiliki efek sugestif kepada para calon pembacanya. Silakan pelajari daftar buku laris versi koran-koran atau majalah, pasti mudah ditemukan judul-judul sejenis itu.
Memang judul bukan faktor yang paling menentukan, tetapi tetap saja, judul yang pas akan menjadi iklan utama bagi sebuah buku. Buku, sama halnya dengan produk lainnya, sekalipun bagus isi/kualitasnya bisa saja tidak dilirik konsumen karena iklan atau judulnya tidak memberikan impresi/kesan kesan yang bagus.
Kesepuluh, bekerjasamalah dengan editor atau penerbit. Setelah berusaha memaksimalkan semua potensi karyanya, setiap penulis harus bekerjasama dengan editor atau penerbit supaya potensi bestseller naskahnya semakin maksimal. Para editor dan penerbit berpengalaman biasanya memiliki data, informasi, atau pengalaman dalam mengolah naskah menjadi buku bestseller. Di sinilah peran mereka dalam men-dandani naskah kita supaya memiliki format, tampilan, atau kemasan yang menjual. Kadang mereka membutuhkan ide-ide orisinal kita, kadang justru kitalah yang harus berkompromi dengan strategi mereka. Semuanya butuh kerjasama demi hasil maksimal dan menguntungkan kedua belah pihak.
Nah, apakah dengan menjalankan langkah-langkah di atas dipastikan bisa menghasilkan buku bestseller? Saya katakan tidak ada jaminan. Kadang berhasil, kadang juga tidak. Masih banyak variabel yang memengaruhi dan menentukan. Tetapi kepada setiap penulis saya selalu katakan, itulah area atau variabel yang bisa kita kontrol dan maksimalkan potensinya. Setelahnya hanyalah hasil interaksi di pasar.
Namun, saya berani pastikan, menulis buku dengan cara atau strategi seperti di atas sanggup memberikan pengalaman yang sangat menggairahkan. Saya, sejumlah penulis dan penerbit, serta para klien saya, merasakan betul manfaatnya. Selamat menulis buku bestseller![ez]
* Edy Zaqeus adalah seorang trainer, editor, konsultan penulisan dan penerbitan, penulis beberapa buku bestseller, editor Pembelajar.com, dan bisa dijumpai di blog penulisannya di Ezonwriting.wordpress.com. Ia dapat dihubungi di email: edzaqeus@gmail.com.
Catatan: artikel sudah diperbaiki dan dimuat juga di majalah MATABACA Edisi Juli 2008

selengkapnya.....

Follow up Islah HMI

PB HMI Dipo Akan Dorong Terus Proses Islah


Pengurus Besar (PB) HMI DIPO akan terus mendorong terjadinya proses islah dua HMI yang sudah dimulai dari peristiwa Palembang kemarin. Bagi mereka, pintu gerbang islah sudah dibuka dan tinggal diilanjutkan dengan keseriusan dua institusi, baik HMI MPO maupun HMI DIPO.

“Kita akan dorong terus proses islah. Pada pihak kami tidak ada masalah sedikitpun untuk islah,” ujar Ketua PB HMI DIPO, Arif Mustofa kepada HMINEWS di sela-sela acara Halal Bihalal dan HUT KAHMI KE 42 di Istana Bogor, (19/10).

Arif menyatakan, untuk islah dalam konteks peleburan dua organisasi memang membutuhkan waktu lama. Namun, proses islah bisa dimulai sekarang dengan kegiatan bersama antar dua HMI. “Misalnya membentuk panitia dan training bersama,” katanya.
Untuk training dan kepanitian bersama, ujar Arif, bisa dijalankan ketika ada kegiatan yang bisa dilakukan secara bersama oleh kedua HMI. “Kongkrit kita akan mengajak HMI MPO untuk membikin panitia bersama ketika Dies Natalies HMI ke 63 tahun depan,” tegas Arif.

Basa-Basi Politik
Arif berharap islah bisa segera direalisasikan. Baginya, apa yang terjadi di Palembang bisa menjadi pintu terjadinya islah dua HMI yang sangat diharapkan banyak kalangan. Namun, ia juga mempertanyakan keseriusan HMI MPO untuk melakukan islah. “Teman-teman HMI MPO kelihatan ragu. Kita berharap apa yang terjadi di Palembang bukan sekedar basa-basi politik dari HMI MPO,” katanya.

Ia juga mengakui draft MOU yang ditandatangani di Palembang antara dua ketua PB HMI masih sangat mengambang dan tidak bisa mewakili sebuah peristiwa islah dalam konteks peleburan dua organisasi. “Kita berharap ini bisa segera ditindaklanjuti adanya kongres bersama antara dua HMI. Saya tentu menyesalkan apabila peristiwa Palembang kemarin sekedar basa-basi politik dari HMI MPO,” tandas Arif. (Trisno Suhito) www.hminews.com



selengkapnya.....

30 Oktober 2008

Gerakan Kaum Muda

Meretas Jalan Baru Gerakan Kaum Muda


PETA gerakan pemuda dan mahasiswa (baca: kaum muda), sebenarnya bisa diamati dalam dua-tiga dekade terakhir ini. Generasi-generasi dekade 1980-an hingga medio 1990, telah meletakkan dasar-dasar epistemologis, keilmuan, dan konsolidasi gerakan secara ”tersembunyi” (underground). Term ini terbukti berhasil memberikan ”ruh” untuk melakukan perlawanan intelektual terhadap represi politik yang hegemonik pada era rezim saat itu.
Pada akhir 1990-an, gerakan kaum muda menemukan pijakan aksiologisnya, yakni dalam visi menuntut perubahan (reformasi) yang pada gilirannya membuat pemimpin Orde Baru lengser dari tampuk kekuasaan Indonesia. Sukses gerakan kaum muda bersama seluruh elemen masyarakat inilah yang kemudian menandai telah masuknya babak era baru yang dipercaya lebih demokratis.
Lalu setelah disadari bahwa reformasi 1998 kurang menyentuh pada hal-hal yang fundamental, maka gerakan kaum muda era tahun 2000 merasa perlu menyusun strategi lain untuk mengawal dengan seksama jalan awal reformasi. Konsolidasi terus diperkuat sampai dengan momentum Pemilu 2004, dengan harapan bahwa Pemilu sanggup membawa angin baru, sebagai upaya menggusur sisasisa watak orba yang korup, yang telah mendarah daging terutama di tingkat penyelenggara negara.

Beberapa saat menjelang pemilu tersebut, ternyata konsolidasi di basis gerakan kaum muda mengalami kebangkrutan, akibat banyaknya unsur yang larut dalam konstelasi politik kekuasaan. Gerakan kaum muda mengalami disorientasi, sehingga agenda-agenda pemberdayaan masyarakat justeru menjadi terbengkalai.
Belum lepas dari stagnasi konsolidasi, sebagian besar gerakan memandang, bahwa istilah ”reformasi” haruslah diubah menjadi ”revolusi”. Dengan revolusi yang sistemik diharapkan akan membawa perubahan yang lebih menyeluruh, yang diikuti oleh terbentuknya konstitusi baru yang lebih berpihak kepada rakyat, terbangunnya kesadaran sosial pada masyarakat, serta terjadi perubahan relasi kelas dalam struktur sosial. Untuk itu, konsolidasi seluruh gerakan menjadi sebuah keharusan.
Independensi
Ada nilai-nilai positif yang telah berkembang di era pascalengsernya Soeharto. Era reformasi ditandai dengan telah lebih terbukanya ruang publik ketimbang di zaman Orde Baru. Posisi-posisi publik yang lebih terbuka ini, dapat digunakan untuk ”membantu” negara dalam rangka keluar dari kemelut neoliberalisme yang sedang melakukan proses stateless.
Karena itu diperlukan perlawanan bersama dari negara dan rakyat terhadap kekuatan-kekuatan penyangga neoliberalistik. Artinya gerakan kaum muda saat ini memungkinkan untuk memilih suatu gerakan baru dalam pengertian yang tak hanya strategis, namun juga wilayah taktis, untuk memulai perlawanan terhadap musuh bersama (common enemys), yakni neoliberalisme yang berdimensi nasional maupun global.
Apakah ini tidak bertentangan dengan paradigma independensi gerakan yang selama ini dijunjung tinggi? Jawabannya amat relatif, sebab tergantung bagaimana gerakan kaum muda tetap mampu untuk tidak terjerumus pada watak praktisi serta kapitalistik.
Dan jika motifnya memang untuk melakukan perlawanan atas tirani neoliberalisme, baik itu di tingkat masyarakat sipil (rakyat) dan masyarakat negara (pemerintahan), maka independensi tetap bisa dipertahankan. Independensi gerakan harus dimaknai secara luas, yaitu untuk meng-independensi-kan bangsa dan negara dari hegemoni neoliberalisme.
Meretas gerakan baru
Gerakan baru kaum muda, bisa dirujuk dari pola civilizational movement, yakni suatu upaya besar yang hendak mendorong seluruh kekuatan tenaga dan pikiran, serta pergerakan sosial ke arah terciptanya masyarakat yang berperadaban sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep civilization. Pertama, di tingkat suprastruktur, gerakan ini mengandaikan adanya bangunan ideologis yang kokoh di batin segenap anggota masyarakat.
Kedua, di tingkat kultur, ia juga meniscayakan adanya kondisi masyarakat yang mempunyai ketinggian tingkat keilmuan (literate society) serta inisiatif dan partisipasi baik di bidang ekonomi, politik, maupun kebudayaan.
Ketiga, di tingkat struktur, civilizational movement mempunyai tugas untuk memperbaiki sistem dan performa kenegaraan agar memenuhi hak-hak masyarakat yang biasanya selalu menjadi pihak yang dikalahkan.
Istilah civilizational movement sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam khazanah kaum intelektual di Indonesia. Ia berasal dari kata civic, civil, atau citie, yang semua mempunyai arti ”kota” atau ”peradaban”. Dalam konteks peradaban, pengertian ini mengandung jiwa perkotaan (citizen) di mana ditandai oleh tingginya partisipasi masyarakat, maraknya inisiatif pemikiran, tercapainya kemandirian ekonomi, dan kemajuan teknologi. Maka tak salah bila kemudian konsep ”gerakan kota”, menurut Naquib al-Attas (1977:15), akan mengarahkan masyarakat pada ”suatu kehidupan manusia dalam ketinggian tata susila dan kebudayaan”.
Strategi gerakan
Gerakan kaum muda harus mampu menjadi martir dalam mengkonsolidasikan seluruh kekuatan civil yang berbasis sektor apa pun, dan pembangunan masyarakat yang berbasis lokal. Untuk itu, hal-hal yang berkenaan dengan lokalitas perlu diperhatikan.
Dengan demikian ada beberapa strategi gerakan yang seharusnya dilakukan oleh gerakan kaum muda.Pertama, penguatan visi lokal. Penguatan visi lokal berbanding lurus dengan keinginan untuk menemukan keistimewaan lokal (local uniqueness).
Di sinilah kaum muda harus bisa mencari strategi yang paling tepat, ketika berhubungan dengan pemerintahan lokal (local government). Apakah pola hubungannya dibangun secara konfliktual (vis a vis) atau dibangun di atas pondasi kemitraan (consensus), semuanya harus dipertimbangkan secara matang.
Kedua, peningkatan partisipasi lokal. Peningkatan partisipasi lokal berarti dua pengertian; pertama, partisipasi kritis, dan kedua, partisipasi kooperatif. Model partisipasi yang pertama dipakai untuk menghadapi pemerintah lokal yang korup, dan menghamba pada pemodal yang eksploitatif, sehingga dibutuhkan sikap oposisi kritis untuk mengubah struktur yang menindas tersebut. Model partisipasi yang kedua digunakan untuk menghadapi pemerintah lokal yang membutuhkan advokasi politik untuk melawan pemerintah pusat yang otoritarian atau pemodal yang eksploitatif.
Ketiga, pengembangan kapasitas dan kompentensi sumberdaya lokal. Pengembangan kapasitas dan kompetensi mempunyai pengertian bahwa setiap sumberdaya manusia di tingkat lokal harus dapat diandalkan melalui pengelolaan yang baik atas semua sumberdaya di lokal tersebut.
Gerakan kaum muda yang berbasis intelektualisme serta concern pada pembelaannya atas kelompok ”terpinggirkan”, tampaknya memiliki peluang baru untuk merealisasikan karakter pola civilizational movement ini. Gerakan ini harus diarahkan pada upaya menghimpun seluruh potensi sosial dari berbagai elemen masyarakat untuk menggerakkan perlawanan sistemik atas tirani kekuatan global neoliberalistik.

Lukman Wibowo SPd T Guru dan Trainer Tinggal di Semarang

selengkapnya.....

Refleksi Sumpah Pemuda

Republik Kaum Muda
Yudi Latif *

Dalam sejarah Indonesia, ide tentang republik (res publica) pertama-tama diperjuangkan oleh kaum muda.
Ide sentral dari republikanisme adalah penemuan kerangka solidaritas politik yang mampu melayani kepentingan umum sekaligus menjamin terjadinya integrasi sosial dari masyarakat yang mengalami ragam perbedaan. Proyek republikanisme berusaha mewujudkan pengakuan politik (political recognition) dan politik pengakuan (politics of recognition) yang menjamin hak individu maupun kesetaraan hak dari aneka kelompok budaya sehingga bisa hidup berdampingan secara damai dan produktif dalam gelanggang republik.
Dalam konteks Indonesia, landas pacu (launchpad) cita-cita republikanisme ini adalah Sumpah Pemuda. Setelah aneka pergerakan etno-religius gagal menyatukan berbagai keragaman posisi, determinasi dan aliran ke front perjuangan bersama (historical bloc), terbitlah kesadaran baru di kalangan pemuda-pelajar dari berbagai daerah untuk mengakui komunitas impian bersama: bangsa Indonesia.


Dalam kerangka kebangsaan Indonesia ini, solidaritas kewargaan tidak didasarkan kesamaan etnis atau keagamaan, tetapi pengakuan hak yang sama atas dasar kesatuan tumpah darah (territorial conception of citizenship): tanah air Indonesia.
Untuk memperkuat solidaritas kewargaan di antara berbagai gugus kebangsaan itu, diperlukan sarana komunikasi politik. Suatu trajektori baru dalam kesadaran nasional memerlukan penarikan batas antara dunia penjajah dan yang terjajah dalam dunia simbolik. Dalam hal ini, para pemuda-pelajar yang terbiasa bertutur dalam bahasa ibunya (bahasa daerah) dan bahasa intelektualnya (Belanda) berkomitmen untuk menjunjung bahasa persatuan: bahasa Indonesia.
Maka, Sumpah Pemuda bisa dilukiskan sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Menerobos kecenderungan serba ragu, konformis, parokialis, dan status quois generasi tua, para pemuda-pelajar, yang semuanya berusia di bawah 30 tahun, datang dengan etos kreatif. Seperti dilukiskan Margaret Boden dalam The Creative Mind, etos kreatif bersendikan kepercayaan diri dan kesanggupan menanggung risiko sehingga memiliki keberanian untuk mendekonstruksi bangunan lama demi konstruksi baru yang lebih baik (Margaret Boden, 1962).
Demikianlah, khitah pergerakan politik kaum muda terletak pada etos kreatifnya. Manakala elemen-elemen kemapanan menyeru pada ”kejumudan” dan ”ego sektoral”, kaum muda menerobosnya dengan menawarkan ide-ide progresif dan semangat republikanisme. Etos kreatif kaum muda inilah yang mengantar Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan.
Elan kreatif kaum muda
Setelah 80 puluh tahun Sumpah Pemuda dicetuskan, krisis nasional dan global yang ditimbulkan elemen-elemen kemapanan, sekali lagi memanggil elan kreatif kaum muda. Sejauh menyangkut pemulihan ekonomi, Richard Florida dalam The Rise of the Creative Class telah melukiskan secara baik peran esensial kreativitas. Bahwa pusat pertaruhan ekonomi saat ini tidak seperti pada transisi dari era pertanian ke industri yang mengandalkan input fisik (tanah dan tenaga manusia), tetapi bersandarkan intelegensia, pengetahuan, dan kreativitas. Kreativitas manusialah satu-satunya sumber daya yang tak terbatas. Negara-negara dengan creative capital yang tumbuh baik, seperti Finlandia, Swedia, Denmark, Belanda, Irlandia, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, terbukti memiliki daya saing perekonomian yang lebih kuat.
Isu utamanya di sini, bukan human capital dalam arti konvensional yang hanya diukur berdasarkan pendidikan formal, tetapi pada pemuliaan daya-daya kreatif lewat penyediaan ekosistem yang baik bagi pengembangan kreativitas. Ekosistem kreativitas yang baik merupakan sinergi dari ketersediaan teknologi, talenta, dan toleransi (3T)—dengan tiadanya hambatan bagi ragam ekspresi budaya.
Adapun pelaku utama ekonomi kreatif (the creative economy) tak lain adalah anak- anak muda dengan etos kreatif yang kuat. Itu sebabnya mengapa dalam perekonomian global hari ini, banyak pengusaha sukses yang tumbuh dari orang-orang berusia muda.
Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia terhambat ekosistem yang tidak kondusif akibat kebijakan dan perilaku politik yang bertentangan dengan prinsip kemaslahatan umum republikanisme. Hal ini bermula saat jagat politik yang dikuasai kaum tua lebih dikendalikan logika kemapanan yang melanggengkan kejumudan ketimbang logika pembaruan yang menumbuhkan kreativitas.
Pemblokiran elan-kreatif kaum muda sebagai pengawal cita-cita republikanisme membuat kekayaan dan keindahan negeri tak sebanding martabat bangsa: kekayaan alam tak membawa kemakmuran, kelimpahan penduduk tak memperkuat daya saing, kemajemukan kebangsaan tak memperkuat ketahanan budaya, keberagaman tak mendorong keinsafan berbudi.
Pelopor politik Indonesia
Karena itu, jagat politik Indonesia harus mengalami kembali proses creative destruction lewat kepemimpinan kaum muda. Kaum muda adalah pelopor politik Indonesia. Mereka pula yang memiliki otentisitas untuk mengembalikan ke rel yang benar. Kaum muda dituntut merobohkan kelaziman politik yang merasionalisasi kepentingan individu untuk dibayar oleh irasionalitas kehidupan kolektif. Politik harus kembali ditempatkan sebagai usaha resolusi atas problem kolektif dengan pemenuhan kebajikan kolektif.
Pada peristiwa Sumpah Pemuda, creative destruction itu didorong semangat nasionalisme negatif-defensif dalam rangka menghadapi musuh dari luar. Creative destruction hari ini harus didorong semangat nasionalisme positif-progresif dalam rangka mengaktualisasikan potensi dan talenta-talenta terbaik bangsa.
Hanya dengan memuliakan potensi kreatif kaum mudalah, Indonesia bisa meraih kejayaannya.

* Pengasuh Pesantren Ilmu Kemanusiaan dan Kenegaraan (Pekik) Indonesia

selengkapnya.....

20 Oktober 2008

Artikel Gerakan

(Menuju) Revolusi Paradigmatik Gerakan Mahasiswa
Oleh : Suryo Albar *

Pada level kenegaraan, gerakan mahasiswa telah memposisikan diri secara jelas yaitu yang pertama sebagai social control, yang kedua sebagai pressure group dan yang ketiga produser elemen civil society sejati. Social control dan pressure group merupakan bagian dari aktualisasi ide dan gagasan perubahan yang yang diusung gerakan mahasiswa. Dimana aras idealita dibenturkan dengan realitas kontemporer, maka dengan kekritisannya melahirkan gerakan perlawanan. Sedangkan posisi gerakan mahasiswa sebagai produser elemen civil society sejati merupakan kerja-kerja peradaban yang abadi, kerja kaderisasi, membentuk sebanyak mungkin pejuang se ide se aliran untuk menguatkan perlawanan. Pada konteks ini, gerakan mahasiswa adalah penyumbang masyarakat kelas menengah keatas yang pada kenyataannya menjadi kelompok paling berpengaruh di seluruh elemen kehidupan masyarakat.
Peran gerakan mahasiswa diatas bisa tercapai apabila gerakan mahasiswa mampu melakukan dua hal dibawah ini. Yang pertama: mampu merumuskan visi kebangsaan yang universal. Visi universal ini akan menjadi elan vital gerakan bersama. Dalam gerakan bersama ini, visi kebangsaan universal ini menjadi ruh gerak yang menyatukan seluruh kepentingan dan perbedaan eksisting gerakan mahasiswa itu sendiri. Tanpa visi kebangsaan universal ini, masifikasi gerakan mahasiswa bersifat prematur. Yang kedua: mampu melakukan konsolidasi secara masif dan ditindak lanjuti dengan membangun aliansi strategis dengan elemen civil society lainnya seperti kelompok agama, buruh dan petani dan lain-lain. Konsolidasi ini penting dilakukan mengingat kekuatan tiran adalah kekuatan besar yang bersimbiosis dengan kapitalisme global. Perlawanan parsial gerakan mahasiswa hanya akan menjadi bentuk bunuh diri tanpa arti.

Tetapi sebelum terlalu jauh merumuskan arah gerak gerakan mahasiswa, kita refleksi dulu, kita lihat realitas apa yang sekarang berlangsung. Bukankah narasi dan konsep gerakan mahasiswa diatas merupakan wacana klasik, sudah ada sejak dulu. Kita juga tidak boleh munafik, kondisi hari ini yang telah mengalami pembusukan sistem juga buah karya gerakan mahasiswa.

Kita bisa membaca realitas kekinian dimana hampir di setiap lini kehidupan terdapat pragmatisme dan materialisme yang sangat mendominasi. Baik bidang politik, budaya maupun ekonomi digerakkan oleh paradigma dan ilmu yang cacat epistemologi dan sangat jauh dari spiritualitas dan etika profetik. Bagaimana tidak, setiap hari kita diberi tontonan tentang kasus-kasus permisivisme terhadap pelanggaran hukum, birokrasi korup, demoralisasi politisi dan seabrek masalah lainnya yang tak kunjung henti. Politik menjadi begitu kanibal. Virtual assasination digerakkan dengan gencar, hanya untuk mengangkat image building partai melalui serangan bertubi-tubi iklan televisi. Realitas semu sengaja di create oleh production house partai, seolah-olah merupakan realitas obyektif. Deviasi, eksentrisitas, penggelapan makna, pengaburan realita terlihat begitu jelas. Seolah partai politik adalah hero. Tentu, virtual assasination ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Praktis, pemberdayaan riil masyarakat terabaikan karena anggaran tersedot pada pembuatan iklan ini. Lagi-lagi masyarakat hanya menjadi komoditas politik, tidak diperhatikan kesejahteraannya, hanya dimanfaatkan suaranya untuk mendulang pemilu, merebut kursi empuk kekuasaan. Melihat kondisi ini, seolah tak ada lagi peluang yang memberi ekspektasi yang meyakinkan akan kondisi futuristik negeri ini yang lebih beradab dan memakmurkan rakyat.

Belum lagi kita dipertontonkan pada parodi politik aktivis 98. Reformasi yang tidak menyentuh substansi ini diperkuat dengan manuver aktivis 98 yang sangat tipis memberi harapan. Reformasi beserta eksponen yang terlibat di dalamnya ternyata hanya sebatas fenomena politik. Tidak lebih dari itu. Alih-alih menumbangkan rezim tiran orde baru, kini malah menciptakan sistem korup baru. Masuknya aktivis 98 pada pemilu 2004 dan pemilu 2009 yang akan datang membuktikan bahwa mereka tidak memiliki visi bersama terkait perbaikan bangsa. Gerakan ekstra parlementer 98 dilanjutkan dengan gerakan parlementer yang cacat metodologi. Tentu ini bencana bagi gerakan mahasiswa. Tentu boleh, aktivis 98 masuk politik dan mengubah strategi gerakan dari ekstra ke intra parlementer, tetapi gerakan ini mesti terkoordinasi dan tidak cacat prosedur apalagi mengingkari idealisme yang diyakini. Kondisi dengan seluruh partai politik eksisting bermasalah, partai baru yang tidak lain adalah jelmaan dan bentuk konsolidasi orde baru Suharto, mestinya menjadi pertimbangan untuk menentukan timing kapan melanjutkan perjuangan melalui intra parlementer. Yang ada sekarang adalah ketidaktahanan dan ketidak sabaran, sehingga aktivis 98 masuk parlemen secara parsial, lupa merumuskan visi bersama, mengabaikan impian dan cita-cita besar akan perbaikan sistem ke-Indoonesiaan. Masuknya aktivis 98 pada partai politik bermasalah hanya akan mereduksi idealisme, mereka mau tidak mau, suka tidak suka, harus akomodatif, toleran dan kompromi dengan sistem partai. Ternyata aktivis 98 dibutakan matanya dari sejarah. Mereka tidak belajar dari aktivis 66 yang ketika masuk partai dengan pola pice meal (tambal sulam) ternyata tidak efektif, malah ikut dalam proses pembusukan sistem sampai pada akhirnya melahirkan rezim tiran Suharto.

Lebih jauh lagi tentang refleksi kita. Adalah keserakahan kapitalisme global, kekejian neoliberalime yang digawangi Amerika dan negara-negara kaya Eropa, yang ternyata berpengaruh sangat signifikan terhadap grand design bangsa kita. Keterjebakan-keterjebakan Indonesia, semakin lama semakin diamini oleh elit kita, atau calon elit kita. Negara ogah memberi subsidi pendidikan, pemerintah hobi menjual asset negeri atas nama privatisasi dan investasi, kontrak-kontrak minyak dan energi antara Indonesia dan TNC/MNC penuh manipulasi, kebijakan moneter Indonesia di dikte dan dikebiri dengan dibuatkan modulnya oleh negara donor dan disiapkan orangnya oleh IMF, produk regulasi dibuat atas request pemodal asing, SEMUANYA itu tidak lain dan tidak bukan adalah fenomena penghambaan Indonesia pada kekuatan kapitalisme neoliberalisme. Concensus Washington secara tidak langsung seperti menjadi buku panduan pengelolaan kebijakan di negeri ini. Posisi dan daya tawar negara menjadi sangat lemah di hadapan pemilik modal, di hadapan asing, di hadapan Amerika, Eropa, termasuk negara tetangga kita Jepang dan Singapura.

Lalu, bagaimana dengan ummat Islam Indonesia? Sebagai mayoritas penduduk negeri ini, ummat Islam Indonesia perlu dipertanyakan signifikansi perannya. Mengapa tidak ada korelasi yang positif antara posisi sebagai mayoritas penduduk dengan perbaikan sistem ke-Indonesiaan? Yang ada, kondisi ummat Islam Indoonesia enjoy dengan perpecahan. Tidak pernah berfikir bagaimana menyatukan potensi yang berserak, merumuskan agenda bersama keummatan dan ke-Indonesiaan. Justru mereka lebih suka menonjolkan perbedaan. Atas nama agama kekerasan diperbolehkan, berebut kuota haji, tetangga sendiri malah lupa disuapi sehingga busung lapar dan mati.

Kembali ke awal membincang peran gerakan mahasiswa dalam konteks kenegaraan. Melihat arus yang begitu besar, maka tentu dibutuhkan cara-cara yang tidak biasa, bukan cara-cara reguler. Fungsi social control, presure group, produser civil society sejati bisa dilaksanakan asalkan ada konsolidasi gerakan. Secara garis besar, busuknya sistem digerakkan oleh produk gerakan mahasiswa tahun 80-an. Aktivis 80-an jelas lebih fasih bicara, fasih agama, tapi tidak terbukti nyata. Idealisme, niatan menjadi mujahid, pejuang, negarawan, luntur fungsi waktu. Apakah ini hukum alam yang akan terjadi pada kita juga? Kalau saja iya, tentu ini, teriakan idealisme, hanya sebatas parodi saja. Tak lebih dari itu. Maka tidak ada pilihan lain, aktivis mahasiswa sekarang harus melakukan rethingking, harus berani melakukan revolusi paradigmatik terkait komitmennya pada kebenaran, pembelaan pada kaum lemah dan marginal, dan melakukan paling tidak dua hal yang telah disebutkan di depan yaitu bersama dengan gerakan lain merumuskan visi universal dan melakukan konsolidasi yang masif. Langkah kongkrit ini mesti segera dilakukan. Jangan menunggu, bergeraklah sekarang juga, buktikan gerakan mahasiswa adalah subyek sejarah dan peradaban yang menentukan kemana arah bangsa.
* Penulis adalah Ketua formatur HMI MPO Cabang Sleman, mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM

selengkapnya.....

17 Oktober 2008

Sikap PB HMI Terhadap RUU P

PB HMI MPO Desak DPR Sahkan RUU Pornografi

Jakarta, Inbagteng Cyber Media


Pengurus Besar (PB) HMI MPO dalam press release-nya mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Pornografi (RUU-P) yang saat ini masih dalam proses uji publik dan terus diwarnai pro dan kontra dalam pembahasannya. Press release yang dikirim via e-mail Kamis (16/10) itu berjudul Agenda mendesak menyelamatkan generasi penerus bangsa.

Ada tujuh poin penting dalam keterangan pers tersebut, pertama mendesak DPR melalui pansus segera mengesahkan RUU – P menjadi Undang – Undang. Kedua, RUU – P harus lebih mengedepankan kepentingan perbaikan moral bangsa serta menyelamatkan kepentingan masyarakat umum dari jerat pornografi. Ketiga, seluruh muatan RUU-P harus lebih menekankan nilai pembinaan serta pendidikan terhadap masyarakat. Keempat, menyerukan pada segenap komponen masyarakat untuk terlibat mengurangi pengaruh pornografi melalui cara – cara yang mendidik. Kelima, menekankan serta pengusulkan pada pansus bahwa RUU-P tidak ada kepentingan ingin menghancurkan budaya, selama budaya tersebut memberikan nilai positif bagi masyarakat setempat. Keenam, menyerukan kepada kelompok yang menyikapi penolakan terhadap RUU-P dengan jalan memberikan pernyataan akan keluar dari NKRI adalah cara yang kurang dewasa dan akan sangat merugikan kita sebagai bangsa. Ketujuh, bahwa RUU-P tidak ada muatan untuk mengedepankan kepentingan kelompok tertentu, apalagi dibawa pada kepentingan agama tertentu, karena sesungguhnya RUU-P murni harus dilihat dalam kacamata kepentingan bangsa.

selengkapnya.....

Dukung RUU P

PB HMI MPO Serukan Aksi Dukung RUU Pornografi

Jakarta- Inbagteng Cyber Media

Pengurus Besar HMI serukan seluruh elemen HMI untuk melakukan aksi mendukung RUU Pornografi. Dalam surat yang dilayangkan kepada redaksi, terdapat juga press release seputar dukungan PB HMI terhadap pengesahan RUU tersebut. Berikut kutipan suratnya.
Sehubungan dengan adanya pro dan kontra tentang pembahasan dan pengesahan Rancangan undang – undang pornografi oleh pansus DPR – RI yang akan dilakukan pada akhir oktober ini , maka kami menyerukan pada pengurus HMI cabang se- Indonesia untuk memberi dukungan agar segera mengesahkan RUU – P menjadi undang – undang. Bentuk dukungan pada tiap-tiap cabang bisa dilakukan dalam bentuk : demonstrasi, galang koalisi berbagai elemen, Publik hearing serta aksi – aksi yang sejenisnya dalam mendukung sikap tersebut

selengkapnya.....

11 September 2008

SC Wonosobo

Senior Course III Akan Dihelat HMI Wonosobo

Bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1429 H, HMI Cabang Wonosobo akan menghelat Senior Course (Kursus Pengader) III. Berdasarkan ToR yang redaksi terima, SC akan digelar pada 12 – 15 September 2008. Adapun tema yang diangkat kali “Sinergisitas Ramadhan dan Peran Pengader Dalam Mengemban Amanah Perkaderan HMI Menuju Masyarakat Cita HMI”. Kegiatan ini pada dasarnya memang dikhususkan bagi kader HMI yang sudah melewati jenjang intermediate training dan sudah siap menjadi pengader.
Sebagaimana lazimnya kursus pengader di HMI, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh para peserta untuk dapat mengikutinya. Adanya rekomendasi dari cabang, mengikuti tes seleksi dan menyusun makalah sesuai tema adalah merupakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi peserta SC. Untuk lebih jelasnya, berikut kami lampirkan term of reference secara keseluruhan.

Term of Reference (TOR) Senior Course (SC) III
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Wonosobo

Tema:
“Sinergisitas Ramadhan dan Peran Pengader Dalam Mengemban Amanah Perkaderan HMI Menuju Masyarakat Cita HMI”


Latar Belakang
Berapa kali kita telah melewatkan moment Ramadhan, berapa kali pula kita mendapati hal yang sama, yakni rutinitas menahan lapar dan haus sebulan penuh. Kesan apa yang kita peroleh selama dan setelah Ramadhan, apakah kesan biasa-biasa saja karena sudah sangking seringnya. Adakah sesuatu yang bertambah baik dari kekurangbaikan, ataukah ada yang berubah baik jika sebelumnya penuh peluang untuk sebuah perubahan. Bukankah janji Allah mutlak akan sebuah makna, hikmah dan revolusi nilai seribu kesucian. Atau jangan-jangan kita semua kecolongan akan moment-moment Ramadhan menuju kita selama ini.
Ya, tak heran jika seribu orang berpuasa, namun tak seribu yang sungguh berpuasa hakiki. Sekedar lapar dan haus saja nilai mereka. Kemudian siapa yang tak sekedar berpuasa dan tak sekedar peroleh lapar dan haus saja? Dan tugas kita semualah mencari cara akan rahasia makna dan hikmah disebalik Ramadhan kini esok dan mendatang. Bukankah kita menyepakati, bahwa Ramadhan bukan sekedar moment. Bukankah terdapat awal Al Qur’an diturunkan, begitu juga terdapat lailatul qadar pula didalamnya.
Tak salah kiranya jika kemudian moment Ramadhan pun kita coba maknai dengan sebuah sinergisitas akan sebuah amanah perkaderan HMI. Misi akan tegaknya amar ma’ruf nahy munkar. Memperbarui semangat yang kini mulai lemah, membasuh kembali piranti perjuangan yang mulai berdebu. Juga menyadari kembali, bahwa banyaknya pembicaraan harus pula diimbangi dengan banyaknya bertindak dan bertauladan.
Mengingat pula, bahwa perkaderan dan perjuangan adalah ruh dari HMI, dimana satu sisi menginginkan kader-kader yang mumpuni secara pribadi yang harus mampu menjawab problematika kedirian, dan sebagai makhluk sosial disisi lain mengemban misi khalifatullah. Yang konsekuensinya tak hanya mengurus dirinya sendiri, namun juga bertanggung jawab akan lingkungan sosial, dan langkah awalnya ialah menguatkan jati diri dan tauladan dalam sisi perkaderannya.
Konsep perkaderan dan perjuangan HMI laksana dua ruang dalam satu waktu, keduanya saling komplementer. Perkaderan merupakan upaya peningkatan kualitas individu-individu dalam sebuah himpunan dengan memberikan pemahaman ajaran dan nilai kebenaran Islam secara penuh hikmah, kesabaran dan kasih sayang. Perkaderan tersebut meliputi pembinaan sikap serta penambahan pengetahuan dan ketrampilan yang memungkinkan individu tersebut tampil sebagai sosok khalifatullah.
Perjuangan ialah kesungguhan dan ketekunan himpunan dalam melaksanakan perubahan pada kehidupan masyarakat dalam melaksanakan ajaran Islam secara bertahap dan konsisten diseluruh aspeknya. Perjuangan ditunjukkan dalam sikap keberpihakan terhadap pihak-pihak yang benar dan tak meninggalkan kaum mustadha’afien. Juga melalui keteladanan dalam kehidupan yang Islami.
Pengader HMI ialah sosok dengan kepribadian yang utuh, sebagai pendidik, pemimpin, dan pejuang (mujahid). Dengan demikian setiap insan pengader HMI terlibat dalam proses idealisasi menuju citra diri, yang dalam aktifitas dan peranannya senantiasa diusahakan untuk merealisasikannya.
Ketiga hal tersebutlah yang kemudian menjadi signifikan dan harus senantias integral pada diri pengader. Dimana sebagai pendidik, pengader HMI adalah pembawa dan penjaga nilai Islam. Sebagai pemimpin, pengader adalah penjaga ukhuwah islamiyah di kalangan kader-kader HMI, khususnya pengurus. Dan sebagai pejuang, pengader HMI menempatkan diri sebagai pelopor dalam melaksanakan amar ma’ruf nahy munkar, baik dalam dinamika intern HMI maupun lingkungan eksternal HMI.
Kesadaran akan arti pentingnya peran itulah yang kemudian secara ideologis menjadikan diri kader selalu menempatkan diri sebagai citra HMI. Baik terhadap kader maupun masyarakat sosial. Sehingga amanah perkaderan HMI tak sekedar dipahami ketika di forum formal belaka, melainkan juga mutlak untuk selalu diterapkan diluar forum formal juga.
Apa yang dikatakan psikolog Stephen R. Covey barangkali menjadi penting, bahwa jika kita ingin mengubah sebuah keadaan, maka yang harus kita rubah adalah diri kita terlebih dulu. Dan untuk merubah diri kita secara efektif, yang harus kita rubah adalah persepsi kita. Untuk bisa beramanah sebagai seorang pengader kita juga perlu mengingat peran muabid, mujahid, mujtahid, dan mujadid yang harus senantiasa kita bangun.
Pengader HMI harus senantias siap menjawab problematika diluar dirinya, sehingga konsekuensinya ia telah selesai dengan segala macam problematika internalnya. Atau setidaknya selalu memanajemen segala problematika dengan maksimal dan selalu dalam rangka mengamalkan ketauladanan terhadap kader-kader. Mengingat tujuan awal HMI ialah terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan Ulul Albab, juga pembentukan masyarakat yang diridhoi Allah, bukankah kita dituntut untuk selalu serius dan amanah.
Karenanya arahan Senior Course (SC) III HMI Cabang Wonosobo kali inipun, mencita-citakan sosok pengader yang memahami betul eksistensi dirinya dengan segala problematikanya, yang kemudian mampu memahami perannya sebagai pengader dan mampu bertanggung jawab penuh terhadap amanah perkaderan HMI, dan semoga Ramadhan menjadi moment bermakna dalam upaya tersebut.
Semoga seorang pengader merupakan orang-orang yang selalu berjuang dengan bimbingan dan tuntunan Allah karena keikhlasan dan ketulusan untuk senantiasa memaknai langkah perjuangannya. Semoga tujuan cita-cita dan tujuan HMI semakin dekat dengan semakin mendekatnya kita lewat peluang revolusi menuju kelahiran kembali di hari yang fitri kelak sehingga semuanya menjadi sinergis. Amiin

Landasan Kegiatan
1. Landasan Normatif
a. QS. Ash Shaff (61): 11-12
b. QS. Lukman (31): 13-17
2. Landasan Konstitusional
a. AD HMI pasal 5 tentang Usaha
b. ART HMI pasal 5 dan 6 tentang Hak dan Kewajiban Anggota
c. Pedoman Perkaderan HMI
3. Landasan Operasional
Program kerja Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Wonosobo

Tujuan Kegiatan
Senior Course ini bertujuan:
1. Membina kader menjadi sosok pengader yang mampu Mengoptimalkan perannya sehingga terbangun kepribadian yang utuh dan siap menjadi tauladan dalam proses-proses perkaderan HMI.
2. Membina kader yang mampu memahami pola dasar pelatihan HMI sebagai salah satu pendidikan alternative atau membebaskan dan mampu mengelolanya.
3. Memberi bekal para pengader dalam menggawangi proses perkaderan.

Target Kegiatan
1. Terbinanya pengader yang mampu mengoptimalkan perannya.
2. Terbinanya pengader yang memahami pola dasar pelatihan HMI dan mampu mengelolanya.
3. Terbekalinya para pengader dalam menggawangi proses perkaderan.

Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan ini adalah para kader HMI yang telah lulus LK II dan yang sudah siap untuk menggawangi proses perkaderan terutama di lingkungan HMI Cabang Wonosobo.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1. Pendaftaran dimulai tanggal 1 – 9 September 2008
2. Seleksi dilaksanakan pada tanggal 10 – 11 September 2008
3. Pengumuman kelulusan pada tanggal 11 September 2008
4. Pelaksanaan Senior Course pada tanggal 12 – 15 September 2008
Tempat pelaksanaan di Wonosobo.

Syarat Peserta
Untuk menjadi peserta Senior Course (SC) III Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Wonosobo, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Kader HMI yang telah lulus LK II yang ditunjukkan dengan sertifikat atau Rekomendasi pengurus Cabang.
2. Mengikuti dan lulus seleksi yang telah ditetapkan Tim Seleksi SC.
3. Siap menjadi pengader dengan konsekuensi logisnya.
4. Membuat makalah sesuai tema Senior Course (SC) III; minimal 3 lembar kuarto/ A4, font Times New Roman ukuran 12, margin top 3 left 3 right 2,5 dan bottom 2,5 cm.

Penutup
Demikian Term of Reference ini dibuat, semoga dapat menjadi acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan semoga Allah SWT., meridhoi pelaksanaan Senior Course (SC) III Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Wonosobo. Amiin

Wonosobo, 6 Ramadhan 1429 H
6 September 2008 M

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG WONOSOBO
KORP PENGADER



MUHAMMAD IRKHAM
KETUA

MUHAMMAD HARDIK
SEKRETARIS

selengkapnya.....

27 Agustus 2008

Aktivitas Badko

Temu Pengader se-Inbagteng Bahas Perkaderan

Wonosobo, Inbagteng Cyber Media
Temu pengader yang telah diagendakan HMI Badko Inbagteng berhasil digelar pada Sabtu (23/08) di Wonosobo, Jawa Tengah. Pertemuan yang sedianya akan dihadiri oleh seluruh cabang-cabang se-Inbagteng, namun hanya empat cabang yang berpartisipasi dalam acara tersebut yaitu HMI Cabang Yogyakarta, Purworejo, Purwokerto dan Wonosobo. Sedangkan cabang-cabang lain diantaranya HMI Cabang Semarang, Malang, Jepara, Sleman, Jombang dan Pontianak tidak dapat hadir karena disibukkan dengan agenda masing-masing cabang yang sedang berlansung.

Beberapa persoalan yang mengemuka dalam forum tersebut diantaranya mengenai perlunya diadakan forum pra kondisi Latihan Kader III (LK-III) yang rencananya akan dihelat di Yogyakarta pada akhir tahun ini. Selain itu, forum juga mengupas seputar persoalan klasik yang dialami cabang-cabang dalam mengelola perkaderannya baik dari aspek kualitas, kuantitas serta managerial organisasi yang diterapkan. Persoalan komunikasi antar cabang juga menjadi bahasan penting dalam forum tersebut.

Usai membedah persoalan internal masing-masing cabang yang juga disertai dengan bahasan atas problem solving-nya, forum kemudian melanjutkan pembahasan pada agenda cabang terdekat. Dari hasil pembahasan diketahui bahwa dalam waktu dekat empat cabang di Indonesia Bagian Tengah akan mengelar agenda penting yaitu Koferensi Cabang (Konferca) dan Senior Course (SC). HMI Cabang Jepara dan HMI Cabang Purworejo akan melaksanakan Konferca pada awal dan pertengahan September 2008. Sedangkan HMI Cabang Purwokerto dan HMI Cabang Wonosobo akan mengelar SC pada tanggal 1-3 September dan pertengahan September 2008.[red]

selengkapnya.....

22 Agustus 2008

Info Cabang

HMI Purwokerto Akan Gelar SC

HMI Cabang Purwokerto dalam dalam waktu dekat akan mengadakan Senior Course (SC) pada awal September 2008 (1-3). Dari Informasi yang kirim Panitia SC menjelaskan bahwa acara tersebut akan berlansung selama kurang lebih tiga hari dengan beberapa materi yang sudah dipersiapkan. Pendaftaran dan screening akan dimulai pada 29-31 Agustus 2008. Adapun tema yang diusung kali ini adalah “Optimalisasi Peran Pengader Sebagai Bagian Dinamisator Perkaderan Dalam Mewujudkan Masyarakat Cita HMI. Selain itu, panitia juga melampirkan beberapa persyaratan yang harus dipenui oleh peserta dan juga jadwal kegiatan yang terdiri dari materi dan narasumber. Untuk info lebih lengkap mengenai SC HMI Cabang Purwokerto, kami lampirkan term of refference (TOR) pada bagian selanjutnya, silahkan klik

TERM OF REFERENCE
SENIOR COURSE
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG PURWOKRETO

A. Pendahuluan

“Optimalisasi Peran Pengader Sebagai Bagian Dinamisator Perkaderan Dalam Mewujudkan Masyarakat Cita HMI”

Kesempurnaan Dienul Islam sebagai pedoman dan pandangan hidup merupakan rahmat Alloh SWT, sekaligus merupakan realisasi kehendak Illahi bagi tuntutan kesempurnaan keberadaan manusia sebagai khalifah-Nya di dunia. Manusia selain telah dibekali kecenderungan kepada nilai fitrah, pada dasarnya mempunyai kebutuhan akan Dienul Islam. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi manusia, dengan segala nilai fitrahnya, menuju atau mengikuti Dienul Islam dan mengejawantahkannya dalam bentuk perjuangan, Harakah Islamiah.
Dalam relalisasinya, Dienul Islam akan selalu berhadapan dengan berbagai tantangan. Persoalan mendasar umat manusia dewasa ini adalah krisis peradaban dunia. Terutama pertentangan nilai dan keyakinan yang terefleksi dalam ideologi sosial, cara berpikir dan tradisi (kultur). Pada pertentangan ideologi sosial, dunia akan tetap menempatkan Islam sebagai rival, sebab secara normatif Islam akan berhadapan dengan ideologi sekuler dengan segala derivatnya. Paradigma matrealisme yang menjadi icon peradaban dunia saat ini melunturkan ketauhidan umat saat ini.
Sementara itu, umat Islam masih memiliki masalah internal berupa kurangnya sumber daya, terutama sumber daya manusia. Secara sosiologis, umat Islam masih dilanda krisis kepribadian dan ketidaksadaran akan eksistensinya, sehingga sampai saat ini umat Islam belum mampu untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada pihak lain.
Himpunan Mahasiswa Islam merupakan bagian integral dari umat Islam yang melakukan suatu proses bagi terciptanya salah-satu segmen perjuangan, yaitu sumberdaya manusia. Maka dari itu, perkaderan HMI tidak hanya untuk kelangsungan regenerasi internal, akan tetapi demi kepentingan umat secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan karakteristik HMI sebagai organisasi mahasiswa, organisasi perkaderan dan perjuangan.
Orientasi perjuangan secara langsung mensyaratkan terbentuknya kader-kader berkualitas sesuai dengan tugas yang diembannya. Dengan demikian HMI harus melahirkan kader-kader berkualitas, sosok ideal sebagaimana telah digambarkan dalam Al-Quran, yakni sosok Insan Ulil Albab. Lebih dari itu, perkaderan HMI sendiri merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan sistematis untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi anggota sehingga tercapai tujuan HMI.
Oleh karena itu, mekanisme perkaderan yang mencangkup sistem dan metode, sistematis dan strategis mutlak diperlukan beserta perangkatnya. Mekanisme perkaderan merupakan proses yang harus dilalui secara bertahap untuk mencapai tujuan HMI. Sementara sistem perkaderan merupakan keseluruhan komponen perkaderan yang memiliki kaitan fungsional dan dilaksanakan secara konsisten dan sistematis sesuai dengan landasan perkaderan. Dan terakhir, metode perkaderan adalah cara dan teknik yang dipilih untuk mengoptimalkan pendayagunaan perkaderan HMI.
Dalam hal ini, pengader mempunyai peran siginifikan dalam pembentukan arah dinamika perkaderan HMI. Sebagai bagian dari perangkat sistem strategis, pengader merupakan sosok dengan kepribadian utuh; sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang (mujahid). Dengan demikian setiap pengader HMI mempunyai tanggung-jawab untuk terlibat dalam proses idealisasi menuju cita diri, yang dalam aktifitas dan peranannya senantiasa sebagai usaha realisasi tujuan HMI.
Sebagi pendidik, pengader HMI adalah pembawa dan penjaga nilai Islam. Pengader HMI mengharuskan menempatkan dirinya terlebih dahulu sebagai uswatun khasanah (suri tauladan). Islam menuntun agar seorang pendidik senantiasa satu kata antara lisan dan perbuatan, karena Alloh SWT melarang setiap muslim menuturkan sesuatu yang dirinya tidak melakukan, bahkan justru memulai sesuatu yang diajarkan dari dirinya (ibda’ binafsih).
Sebagai pemimpin, pengader adalah penjaga ukhuwah Islamiyah di kalangan kader-kader HMI. Pada posisi ini pengader harus berperan sebagai integrator dari setiap bentuk ‘konflik dan friksi’, yang timbul dikalangan kader HMI. Dalam posisi ini pula, pengader berperan sebagai pengamat perkembangan HMI guna mengidentifikasi permasalahan yang timbul serta berupaya mengusahakan pemecahannya secara konseptual maupun operasional.
Sebagai pemimpin, pengader menempatkan dirinya pada posisi kepeloporan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, baik dalam dinamika internal maupun eksternal HMI. Kepeloporannya dalam kerja kemanusiaan atau amal soleh merupakan tuntutan atas tanggung-jawab kemasyarakatannya dalam berbagai realitas kehidupan umat manusia. Langkah amar ma’ruf ini dilakukan untuk menggali potensi kreatif menjadi suatu bentuk amal soleh bagi kader-kader HMI maupun masyarakat. Sedangkan nahi munkar dilakukan untuk membendung potensi destruktif dari manapun datangnya.
Sebagai konsekuensi dari tiga sosok potensi yang padu, yakni pendidik, pemimpin dan pejuang, maka pengader merupakan insan yang memiliki kesadaran ideologis tinggi, ikhlas berjihad di jalan Alloh, istiqomah, memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang relevan dengan perannya sebagai perangkat utama perkaderan HMI. []

B. Pelaksanaan
Registrasi dan screening : 29-31 Agustus 2008
Waktu : 1-3 September 2008

C. Syarat
• Membuat makalah mengenai Tema SC atau tentang Perkaderan HMI, Max. 5 hal
• Sudah pernah mengikuti LK 2
• Membawa surat delegasi dari cabang bersangkutan


Lampiran Materi

Hari ke-I
Senin, 1 September 2008
08.00-12.00 WIB
Materi : Arah Umum Perkaderan HMI
Pembicara : Kanda Roni

13.30–17.00 WIB
Materi :Khittah Perjuangan dalam pergulatan perkaderan HMI
Pembicara : Syahrul E. D.

20.15– 24.00 WIB
Materi :Metodologi perkaderan HMI
Pembicara : Kanda Zubeir


Hari ke-II
Selasa, 2 September 2008
08.00 – 12.00
Materi : Study Umum tentang pendidikan
Pembicara : Bapak Mahfiudin Y

13.30–17.00
Materi : Citra diri dan kode etik pengader
Pembicara : Kanda Widayat

20.00 – 24.00
Materi : Manajemen pelatihan
Pembicara : Kanda Eko Cahyono

Hari III

Rabu, 3 September 2008

08.00 – 12.00
Materi : Psikologi komunikasi
Pembicara : Kanda Trisno S

13.30–17.00
Micro teaching

Pemandu
20.15-24.00
Penutupan

selengkapnya.....

20 Agustus 2008

Pemilu 2009

Manuver Politisi Menjelang Pemilu


Siapa yang tak kenal perilaku politisi tanah air kita. Sarat manuver penuh intrik dan selalu menghadirkan sensasi baru. Meski demikian perilaku itu dinilai lumrah di kalangan politisi. Ihwal hengkangnya beberapa politisi dari partai yang satu ke partai yang lain, bisa jadi bukan hal yang istimewa. Namun bila dikaji dari sudut pandang nilai dan etika, tentu akan menjadi hal yang tak biasa. Partai politik khususnya di Indonesia memang menjadi salah satu kendaraan untuk menuju kekuasaan. Parpol menjadi mesin politik untuk mewujudkan visi dan misi politik kelompok tertentu. Lepas dari itu semua, secara ideal parpol seharusnya menjadi mediator antara penguasa dan rakyat, antara pemimpin dan yang dipimpin. Parpol seharusnya meng-edukasi rakyat untuk lebih kritis terhadap penguasa dan terpenting parpol tidak menipu rakyat dengan ‘janji manis’-nya di saat menjelang Pemilu. Dengan demikian, politisi sebagai bagian tak terpisahkan dari partai politik seharusnya lebih mengedepankan fatsoen (etika) politik daripada hasrat berkuasa. Berikut kami kutipkan info terkait manuver politisi

Zaenal Ma'arif Banting Setir ke PD, PPP Tak Heran
Sumber : www.detik.com
Rabu, 20/08/2008

Jakarta - Mantan Wakil Ketua DPR dari PBR Zaenal Ma'arif mengundurkan diri dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan menjadi caleg Partai Demokrat (PD). PPP merasa tidak heran dengan perilaku politik Zaenal itu.

"Kita sih biasa saja. Dulu pernah juga meninggalkan PPP, jadi enggak heran," kata Sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz kepada detikcom, Rabu (20/8/2008).

Irgan menambahkan, Zaenal sebelumnya pernah menjadi Ketua DPW PPP Jawa Tengah. Kemudian Zaenal masuk ke Partai Bintang Reformasi (PBR) dan kembali lagi ke PPP.

Irgan mengaku belum mendengar secara pasti meloncatnya Zaenal ke PD. "Jadi dia dulu dulu bermusuhan dengan SBY, sekarang gabung dengan SBY?" tanya dia.

Zaenal, lanjut Irgan, memang telah menarik berkas pencalegannya dari PPP seminggu yang lalu. Namun, dia tidak mengetahui alasan Zaenal batal mencalonkan diri menjadi anggota legislatif dari partainya.

"Ya saya nggak ketemu langsung. Pak Zaenal ke sekretariat bagian registrasi dan mengambil kembali berkasnya," ungkap Irgan sambil mengatakan PPP tidak akan membahas labih lanjut soal mundurnya Zaenal.

Caleg PPP sendiri, kata Irgan, total berjumlah 551 orang. Daftar caleg tersebut sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) semalam.(irw/nrl)


selengkapnya.....

Activity

Temu Pengader se-Inbagteng Akan Segera Digelar


Berdasarkan surat yang dilayangkan kepada redaksi Inbagteng Cyber Media, Badko Inbagteng akan menggelar Temu Pengader HMI se-Inbangteng dan beberapa agenda lainnya pada 22-24 Agustus 2008 bertempat di HMI Cabang Wonosobo, Jawa Tengah.
Tujuan digelarnya acara ini adalah untuk melakukan kerjasama pengader antar cabang. Merumuskan bentuk evaluasi pengader secara berkala dan dapat terukur. Ruang dan sarana komunikasi dengan cabang–cabang mapan untuk berbagi pengalaman pengelolaan organisasi, dalam persoalan perkaderan.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang agenda kegiatan temu pengader HMI se-Inbagteng, berikut kami lampirkan Term of Reference dan jadwal kegiatan.

Term of Reference Temu Pengader dan Out Bound
Himpunan Mahasiswa Islam Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah

A. Pendahuluan

“Bila suatu kaum banyak berteriak, maka akan kaudapati kecerdikannya berada di tangan orang yang mengekang atau menarik mereka.” (Amr bin Ma’diikariba)

Tidak bisa kita pisahkan Himpunan Mahasiswa Islam dengan proses perkaderan – sebagaimana telah jelas dan terang diemban dari hasil Kongres – bahwa Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi perkaderan dan perjuangan. Itulah HMI. Siap, tidak siap, ketika telah dengan sadar menyatakan dirinya menjadi bagiannya maka menjalankan perkaderan adalah tugas yang diembannya. Yang kalau kita runut ke belakang, merupakan tugas dan fungsi manusia itu sendiri ketika mengembang amanah Allah Swt untuk hidup di dunia ini.
Memakmurkan bumi, mengelolanya dengan baik, memanfaatkan apa yang ada dengan tidak serakah, berjalan di atasnya tidak dengan sombong atau bahasa yang lainnya menjadi satu hal yang wajib bagi manusia semuanya. Kehidupan adalah amanat yang diembannya. Untuk bisa melakukan apa yang diembankan, manusia telah diberikan banyak keutamaan dari makhluk yang lainnya. Belajar merupakan satu hal niscaya dilakukan untuk kehidupan ini sehingga perkaderan HMI adalah sebuah keniscayaan organisasi yang memandang Islam sebagai landasan geraknya.
Ketika kita berhimpun maka, pada dasarnya menyadarkan kembali akan eksistensi manusia di atas bumi, namun dengan banyaknya tantangan dan cara pandang yang positivistik telah menghegomoni kehidupan manusia hingga ia menjadi makhluk yang tidak merdeka dan terbelenggu oleh kekuatan bendawi. Kapitaslisme, materialisme, feodalisme, kediktatoran, liberalisme dan neo liberalisme serta isme-isme yang lainnya menjadi tantangan nyata bagi manusia saat ini. Semua persepsi dan cara pandang tersebut meniscayakan semakin terlindasnya kaum mustadzhafin secara struktural, yang pada gilirannya semakin membuat kehidupan tidak lagi harmonis, terkotak-kotak serta banyak permasalahan sosial, ekonomi dan lainnya.
Selain permasalahan tersebut, dalam proses perkaderan pun, masih banyak pe-er yang harus digarap. Kader HMI mengalami perasaan rendah diri (inferioritas) atau kurang percaya diri. Persoalan seperti ini mesti ditangani secara serius agar kedepan militansi kader tetap terjaga dan eksistensi organisasi terus berkembang. Ketika perkaderan dijadikan proses menuju Insan Ulil Albab, maka pertanyaan yang kemudian timbul adalah “Apakah tujuan tersebut sudah bisa dicapai oleh proses perkaderan di HMI?” Sebuah pertanyaan besar yang sampai saat ini masih juga perlu dipertanyakan terus. Apalagi kalau kemudian dicerminkan dengan persoalan bangsa kita ini – dimana banyak alumni HMI yang menduduki jabatan teras negara – justru permasalahan KKN saja sampai saat ini belum kelar atau malah semakin menjadi-jadi.
Bukan saatnya lagi kita untuk saling menyalahkan. Mari berinstropeksi diri kita masing-masing. Menemukan akar permasalahan perkaderan menjadi tanggung jawab kita yang “dianggap lebih tahu” tentang perkaderan. Karena kita telah sadar dengan perkaderan harus melahirkan kondisi-kondisi sebagai berikuti:
1. Kesinambungan dan peningkatan kualitas perjuangan misi Islam.
2. Kesinambungan dan kedinamisan kepemimpinan HMI.
3. Kesinambungan dan pengembangan perjuangan HMI.
4. Konsistensi pemahaman perjuangan HMI.
5. Peningkatan peran-peran personal kader dan kelembagaan.


Pengader yang tangguh
Begitu banyak pedoman-pedoman di HMI yang menjadi acuan kita berorganisasi, amanah kongres tersebut seringkali terlupakan oleh diri kita yang menyatakan sepakat dan menyetujui aturan tersebut. Kalau bukan kita yang melaksanakan, maka siapa lagi yang akan melaksanakannya. Menjalankan organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah, banyak tantangan yang dihadapinya. Namun demikian, Perkaderan harus tetap berjalan sehingga krisis kader dan pengurus dapat teratasi, atau bukan sekedar hal tersebut, tapi Fungsi perkaderan dapat berjalan sebagai mana mestinya sehingga tujuan bisa tercapai.
Pengader mempunyai peran yang tidak sedikit dalam proses perkaderan, walaupun calon kader ataupun kader bukanlah objek semata dalam perkaderan. Sosok pengader yang telah digariskan dalam Pedoman Pengader adalah sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang (Mujahid). Sehingga konsekuensi diri pengader adalah insan yang memiliki kesadaran ideologis yang tinggi, ikhlas berjihad di jalan Allah Swt, istiqomah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan tugasnya. Sangat ideal bila hal ini dapat tertanam dalam diri pengader untuk bisa mengemban misi perkaderan.
Salah satu ayat yang dijadikan rujukan HMI dalam tetapan tujuannya menjadi Insan Ulil Albab berbunyi : ”Katakan: ”Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah [5] : 100). Dimana ulil albab disandarkan kepada pembelaan kebenaran walaupun tidak banyak yang melakukannya. Jika kita menghayati perkaderan dan perjuangan HMI maka tidaklah lepas dengan gerakan yang dilakukan Rasul Muhammad Saw untuk menyebarluaskan Islam sebagai petunjuk manusia di muka bumi ini, untuk menegakkan kodrati alamiah manusia, memerdekakan manusia pada segala bentuk penindasan “tuhan-tuhan” yang bergentayangan serta ajaran yang berkesesuaian dengan kebenaran hati nurani.
Himpunan yang beranggotakan entitas mahasiswa yang mengutamakan intelektual sebagai ladang gerakannya harus mampu membaca ayat-ayat yang telah Allah ciptakan dan dijadikan sebuah tawaran konsepsi keilmuwan yang harus mampu memecahkan permasalahan realitas kehidupan manusia, sehingga mampu diimplementasikan pada konteks realitas kehidupan yang ada. Dalam konteks ini, pengader haruslah mampu berdakwah untuk membela kebenaran yang didahului dengan memilah-memilih antara yangbaik dan buruk. Seperti yang dulu pernah dilakukan oleh Rasul Muhammad SAW setelah mendapatkan wahyu Allah SWT melalui perantara jibril. Muhammad SAW dapat menangkap wahyu tersebut dan didawahkan menjadi hukum-hukum yang mengatur umat-nya terdahulu.
“ Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, (dengan membawa tugas) membacakan kepada mereka tentang ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Quran) dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi itu), mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali Imran : 164).
Oleh karena itu, terus mengemban misi kerasulan adalah sebuah keniscayaan yang dilakukan bukan hanya para pengader semata, tetapi juga seluruh kader HMI. Namun demikian – untuk menjadikan kader yang militan – keteladanan yang telah tercantum sebagai asas dalam Pedoman Pengader - untuk kembali kita renungkan bersama. Asas keteladanan, artinya bahwa perkaderan itu harus memperhatikan aspek–aspek keteladanan sebagai faktor penting dalam proses perkaderan pada umumnya dan pelaksanaan asas–asas perkaderan lain khususnya.
Bagaimana menjadikan pengader yang tangguh sebagai mana gambaran “Kuda Perang” dalam surat Al-‘Aadiyat dalam melawan musuh-musuh yang ada dalam konteks saat ini harus dicoba dan menjadi hikmah bagi kader HMI. Demi kuda perang yang berlari kencanng dengan terengah-engah. Kuda yang memercikkan bunga api dari cetusan (telapak kakinya). Kuda yang menyerang di waktu pagi (subuh). Derap langkahnya menerbangkan bedu. Maka menyerbulah ia ke tengah-tengah kelompok musuh.

B. Tujuan

Adapun kegiatan ini bertujuan antara lain:
• Untuk melakukan kerjasama pengader antar cabang.
• Untuk merumuskan bentuk evaluasi pengader secara berkala dan dapat terukur.
• Adanya ruang dan sarana komunikasi dengan cabang–cabang mapan untuk berbagi pengalaman pengelolaan organisasi, dalam persolan perkaderan.

C. Pelaksanaan

Jum’at, 22 Agustus 2008
16.00 – 17.30 Sampai di tempat tujuan
17.30 – 20.00 Ishoma
20.00 – 24.00 Pembukaan, Perkenalan dan penyampaian perkaderan di masing-masing cabang

Sabtu, 23 Agustus 2008
08.00 – 12.00 Diskusi “Menatap Perkaderan Umat” bersama Bp. Mahmud
13.00 – 15.00 Kodifikasi permasalahan perkaderan dan rencana tindak lanjut

15.00 – 15.30 Sholat Ashar
15.30 – 17.00 Lanjutan Acara
17.00 – 20.00 Ishoma
20.00 – 24.00 LDMI

Ahad, 24 Agustus 2008
06.00 – 10.00 Outbound
10.00 – ………Penutupan dan Sayonara


selengkapnya.....
Designed by - alexis 2008 | ICM