21 Desember 2008

Analisis Gerakan

Ruang Kosong Gerakan Mahasiswa


Tawuran. Itulah berita aktivitas mahasiswa yang belakangan muncul di media massa. Entah itu di Jakarta ataupun Makassar, sebagian mahasiswa memperlihatkan sikap tercela kepada koleganya atau masyarakat setempat.

Ironisnya, peristiwa yang bahkan sampai menimbulkan korban jiwa itu dipicu oleh masalah sepele yang jauh dari sikap intelektual, seperti ketersinggungan akibat kampusnya berdekatan atau mewarisi tradisi seniornya.
Sejumlah tawuran itu terjadi hanya sekitar enam bulan menjelang Pemilu 2009, yang diprediksi sebagai akhir dari era tokoh-tokoh penting di awal reformasi atau akhir Orde Baru, seperti Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Wiranto, Abdurrahman Wahid, dan Sultan Hamengku Buwono X

Muncul pertanyaan, bagaimana kepemimpinan bangsa ini ke depan jika mahasiswanya sibuk berkelahi? Sementara militer, yang selama ini menjadi salah satu sumber kepemimpinan, sudah didorong untuk menjadi tentara profesional dan bukan lagi tentara politik atau bisnis.
Kekhawatiran itu makin besar karena di saat bersamaan, aktivitas kelompok mahasiswa yang selama ini dikenal banyak menghasilkan kader-kader pemimpin, baik di bidang politik maupun sosial, makin kurang terdengar.
Kelompok Cipayung, misalnya, merupakan kelompok mahasiswa yang lahir dari sebuah diskusi bertema ”Indonesia yang Kita Cita-citakan” pada 19-22 Januari 1972. Anggota kelompok itu adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Dua tahun kemudian, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) turut bergabung.
Kemunduran aktivitas diduga terjadi pada organisasi mahasiswa di dalam kampus. Misalnya senat atau dewan mahasiswa yang pernah menelurkan tokoh seperti anggota DPR, Rama Pratama (Universitas Indonesia), Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan (Universitas Gadjah Mada), dan menteri dan pengusaha Aburizal Bakrie (Dewan Mahasiswa ITB).
Nasib yang lebih kurang sama juga terjadi dengan gerakan mahasiswa di luar kampus, seperti parlemen jalanan yang dahulu dilakukan fungsionaris PDI-P, Budiman Sudjatmiko.
Mencari ruang kosong
Husen Yusuf, Ketua PMII, mengatakan, gerakan mahasiswa memang menjadi salah satu alat untuk memprediksi kepemimpinan Indonesia 10 hingga 20 tahun ke depan. Sebab, seperti kelompok Cipayung yang memiliki jaringan keanggotaan dan alumni yang luas, banyak di antara alumninya yang menjadi elite politik atau ekonomi.
Bahkan, lanjutnya, mantan pimpinan puncak PMII biasanya memiliki kemudahan untuk meniti karier politik. Sebab, saat aktif di organisasi, ia berkesempatan membuka jaringan dengan para seniornya yang sudah menjadi elite negeri ini. Relasi dengan elite politik ini menjadi faktor penting dalam meniti karier politik di Indonesia.
Kondisi serupa diyakini juga terjadi di kelompok lain, seperti HMI dan GMNI. Banyak tokoh organisasi itu yang akhirnya menjadi elite politik Indonesia.
Namun, lanjut Husen, kelompok mahasiswa kini sedang menghadapi tantangan besar, yaitu menemukan dan mengelola ruang kosong untuk dijadikan tempat mengolah diri.
”Saat Orde Baru, ruang kami adalah menjadi suara rakyat karena tidak berjalannya lembaga perwakilan yang disediakan negara. Sikap represif penguasa saat itu juga memudahkan kami untuk mengambil posisi dan mengonsolidasikan diri,” kata Husen.
Namun, saat ini sudah banyak pihak yang mengisi ruang itu. Jadi, unjuk rasa mahasiswa bukan lagi hal istimewa.
Keadaan makin diperberat oleh makin mahalnya biaya kuliah dan makin terbatasnya waktu belajar. Akibatnya, mahasiswa terdorong untuk lebih bersikap pragmatis, kuliah secepatnya dengan nilai setinggi mungkin agar dapat cepat mencari pekerjaan.
Kegagalan parpol
Ketua Presidium GMNI Dedi Rahmadi mengatakan, kelompoknya berusaha mengatasi berbagai kendala itu dengan mengajak mahasiswa berbicara pada dirinya sendiri. ”Anggota baru GMNI awalnya diajak membahas hal-hal seperti mengapa kuliah cenderung membosankan dan biayanya mahal? Setelah itu, baru dimasukkan sejumlah ideologi kami, yang intinya adalah semangat nasionalis,” papar Dedi.
Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Rahman Thoha melihat, sebenarnya ada ruang kosong yang dapat dipakai gerakan mahasiswa saat ini, yaitu kegagalan partai politik membangun konsolidasi dan sistem ekonomi nasional yang amat tergantung dari luar. Tantangannya adalah bagaimana mengoperasikan ruang kosong itu agar dapat efektif dipakai sebagai tempat mengolah diri.
Ketua Umum HMI Arif Mustofa mengatakan, kelompoknya yang beranggotakan 321.000 orang berusaha kembali pada kegiatan inti, yaitu pembangunan sumber daya manusia. Namun, tidak hanya untuk mengisi ruang di birokrasi, partai politik, atau parlemen, tapi juga sektor ekonomi dan sosial.
Tantangan para aktivis mahasiswa ini belum berakhir saat mereka berhasil merumuskan aktivitasnya. Meski sudah memiliki sejumlah bekal berupa pengalaman, masih ada tantangan lain yang harus mereka hadapi saat akan terjun ke politik praktis, misalnya dengan masuk ke partai politik.
”Biaya politik saat ini amat mahal. Rekruitmen di parpol juga masih bersifat kekerabatan sehingga kesempatan terbesar untuk eksis di parpol dimiliki oleh mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan pengurus parpol atau punya modal finansial besar,” kata mantan Ketua Umum GMKI Goklas Nababan.
Kondisi ini membuat banyak aktivis gerakan mahasiswa berpikir berkali-kali saat akan masuk ke parpol. Banyak yang berpikir, mengumpulkan modal finansial dahulu sebelum berpolitik. Caranya dengan bekerja atau menjadi pengusaha. Dunia politik praktis baru dirambah setelah mandiri secara ekonomi.
Andrinof Chaniago, pengajar Universitas Indonesia, melihat, lesunya gerakan sosial dan politik mahasiswa saat ini akhirnya memang tidak dapat dilepaskan dari sistem politik Indonesia, khususnya sistem di parpol.
Dengan demikian, perbaikan kondisi ini tidak cukup dengan membangun sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih eksploratif dan humanis. Mekanisme di politik, terutama parpol, juga harus ikut diperbaiki.
”Jika jenjang karier di sebagian besar parpol sudah jelas dan dibuat berdasarkan prestasi yang terukur, gerakan sosial dan politik mahasiswa mungkin akan lebih aktif. Sebab, aktivis di sana akan lebih memiliki gambaran yang pasti tentang karier politiknya,” papar Andrinof.
Sebaliknya, jika sekarang mahasiswa lebih pragmatis dan menyukai hal-hal yang ”ringan”, itu karena parpol dan kehidupan politik di Indonesia pada umumnya juga demikian. Amat dekat dengan perhitungan ekonomi sesaat serta jauh dari cita-cita besar dan panjang.
Tonny Jematu, Ketua PMKRI, menuturkan, kondisi saat ini memang tidak menutup kemungkinan munculnya calon-calon pemimpin besar. Apalagi sejarah menunjukkan, mereka biasanya justru hadir di tengah kelesuan atau tipisnya harapan.
Namun, dunia politik dan mahasiswa yang amat pragmatis ini juga telah memunculkan sejumlah rasa frustrasi. Buktinya, mahasiswa makin sering tawuran.
Penulis : M Hernowo
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/10/00202142/ruang.kosong.gerakan.mahasiswa

selengkapnya.....

12 Desember 2008

Agenda PB HMI

PB HMI Akan Gelar Pleno III

Jakarta, (Inbagteng Cyber Media)

Memasuki semester ketiga perjalanan kepengurusan PB HMI, maka dalam waktu dekat akan menggelar Pleno III yang akan dilangsungkan di Jakarta pada (26-28/12). Pleno III kali ini dikemas dalam konsep Paket Kegiatan Akhir Semester Himpunan Mahasiswa Islam. Rangkaian kegiatan terdiri dari Muktamar Pemikiran & Kepemimpinan Muda Indonesia, Rapat Pimpinan Cabang dan agenda utama yaitu Pleno III. Kegiatan tersebut sedianya akan dilaksanakan di Jakarta Media Center (JMC), Jakarta Pusat dan Graha Wisama Ragunan, Jakarta Selatan. Pleno III mengambil tema “menyongsong tamaddun indonesia baru dan maju”.

Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan
Terkait muktamar pemikiran tersebut, tema yang diusung adalah “menyongsong Indonesia muda dan progresif”. Sedangkan para undangan yang akan hadir adalah seluruh elemen gerakan, diantaranya KAMMI, Gema Pembebasan, LMND, PMII, IPPNU, IMM, PII, PMKRI, KNPI, GMKI, FMN, GPI, GPMI, PI. Di samping itu, narasumber yang akan hadir, antara lain Akbar Tanjung, Adyaksa Dault, Rizal Ramli, Budiman Sujatmiko, Priyo Budi Santoso, Anies Baswedan, Cahyo Pamungkas, Rama Pratama, dan seluruh ketua-ketua OKP.


Untuk memahami secara lebih jelas, silahkan baca TOR dibawah ini
Atau bisa juga di download di weblog ini, pada menu download.


Term Of Reference
PAKET KEGIATAN AKHIR SEMESTER PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
“MENYONGSONG TAMADDUN INDONESIA BARU DAN MAJU”


Dasar Pemikiran

Satu dekade setelah reformasi, Indonesia mengalami perubahan diberbagai bidang. Perubahan tersebut tidak saja terjadi pada level kepemimpinan dan kelembagaan, tetapi pada batas-batas tertentu, perubahan itu juga melanda struktur politik, sosial, ekonomi dan budaya. Hal ini berarti, perubahan telah terjadi di level peradaban. Namun sayangnya, perubahan itu tidak terpandu dengan tegas oleh seperangkat nilai-nilai ideal yang diyakini, dan kosong dari cetak biru peradaban Indonesia masa mendatang. Proses perubahan lebih tampak dibiarkan berjalan begitu saja dan diserahkan kepada mekanisme persaingan bebas antar kekuatan masyarakat untuk menentukan peradaban Indonesia masa mendatang. Kalaupun ada yang dianggap panduan, lebih nyata berfungsi sebagai kerangka nilai saja, yaitu nilai-nilai kebebasan individu yang tercakup dalam doktrin HAM dan pada batas-batas tertentu juga prinsip-prinsip ideal yang terdapat dalam Pancasila.

Akan tetapi yang dibutuhkan Indonesia di dalam membentuk peradaban (tamaddun), tidak cukup hanya kerangka etik saja, tetapi juga lengkap dengan cetak biru. Oleh karena itu HMI memandang sudah saatnya Indonesia memiliki cetak biru peradabannya yang tegas untuk menjadi panduan di dalam rangka menyongsong Indonesia masa depan. Tentu saja HMI terpanggil memberikan kontribusi pemikiran dan aksi di dalam rangka mewujudkan tujuan mulia tersebut.

Melalui momentum semester ketiga PB HMI kali ini, akan diusahakan pemasyarakatan urgensi tamaddun Indonesia baru dan maju sebagai jawaban HMI terhadap situasi Indonesia kekinian. Pemasyarakatan ini tidak saja dilangsungkan di tengah-tengah komunitas Himpunan tetapi juga masyarakat pada umumnya dan lebih jauh akan diwujudkan dalam gerakan kongkrit berupa penggalangan barisan menyongsong tamaddun Indonesia baru dan maju.

Proyeksi tamaddun Indonesia baru dan maju setidaknya mencakup empat karakter dasar: berpola hidup religius, steril dari materialisme dan neoliberalisme, transformatif yang berangkat dari akar-akar budaya Islam Indonesia, dan berdemokrasi yang konvergen dengan semangat Islam yang menjadi jiwa masyarakat Indonesia.

Adapun model kegiatan menyambut semester ketiga PB HMI, meliputi kegiatan yang bersifat eksternal dan internal. Kegiatan tersebut terdiri atas Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan Kaum Muda Indonesia, Rapat Pimpinan Cabang, dan Rapat Pleno III PB HMI. Lebih detail mengenai maksud satu per satu kegiatan tersebut dapat disimak seperti di bawah.

I. Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan Muda Indonesia

“ Menyongsong Indonesia Muda dan Progresif “

Satu dekade setelah reformasi, Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan pelik. Ekspetasi yang begitu tinggi terhadap reformasi, justru berakhir dengan anti klimaks. Bentuk klimaks itu di antaranya terkonsolidasinya kekuatan-kekuatan lama yang pada hakikatnya tidak mendukung reformasi. Kekuatan-kekuatan inilah yang kemudian menyimpangkan proses jalannya reformasi. Pada saat yang sama, kekuatan pasar semakin signifikan mengarahkan jalannya sejarah.

Dengan situasi semacam itu, belakangan timbulah aspirasi yang mendukung terbentuknya kepemimpinan dari kalangan muda. Aspirasi ini sesungguhnya merupakan bentuk cetusan ketidakpercayaan kepada pemimpin-pemimpin lama yang bercokol dewasa ini dan bentuk kerinduan terhadap antusiasme menyongsong masa depan Indonesia yang sempat hadir di awal-awal reformasi. Maka belakangan ini menguatlah isu perlunya kepemimpinan muda dalam rangka memecahkan kebuntuan sejarah yang memerangkap perjalanan sejarah Indonesia kontemporer.

Akan tetapi, discourse kepemimpinan muda memang masih belum terlalu matang. Kepemimpinan muda lebih tampak sebagai kontestasi usia ketimbang kontestasi gagasan dan tesis untuk Indonesia masa depan. Untuk itulah, HMI terpanggil mengisi dan melengkapi urgensi discourse kepemimpinan muda dengan membawanya kepada kontestasi tesis dan gagasan menuju Indonesia masa depan sebagai bagian dari kontribusi pemikiran dan aksi dari kalangan muda. Upaya ini dibingkai dalam satu kegiatan bernama Muktamar Pemikiran dan Kepemimpinan Muda Indonesia.

Muktamar ini bertujuan untuk mengumpulkan gagasan cemerlang dari kaum muda dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran dan kepemimpinan Indonesia di masa mendatang setelah Indonesia dilelahkan dengan kebuntuan reformasi dan hilangnya spirit di dalam mewujudkan perubahan yang lebih mendasar. Target acara ini adalah resolusi yang kemudian dapat disebarkan ke berbagai pihak, terutama pihak-pihak pengambil keputusan.

Konsep Acara:
Setiap narasumber menyiapkan kertas kerja sesuai tema yang diminta panitia. Tema mencakup ekonomi, sosial, politik, budaya, dan tatanan hukum Indonesia masa depan.

Tempat dan Waktu:
Jakarta Media Center (JMC) Jakarta Pusat, 26 Desember 2008
Pukul 08.30 – 21.30 WIB

Bentuk Acara:
Ceramah, Diskusi dan Perumusan Resolusi

Peserta:
HMI, KAMMI, Gema Pembebasan, LMND, PMII, IPPNU, IMM, PII, PMKRI, KNPI, GMKI, FMN, GPI, GPMI, PI, dll


Narasumber:
Akbar Tanjung, Adyaksa Dault, Rizal Ramli, Budiman Sujatmiko, Priyo Budi Santoso, Anies Baswedan, Cahyo Pamungkas, Rama Pratama, dan seluruh ketua-ketua OKP.

II. Rapat Pimpinan Cabang (Rapimcab)

Rapimcab ini bertujuan mengumpulkan dan mendengar aspirasi dan masukan dari pimpinan-pimpinan cabang HMI dari seluruh Indonesia dalam rangka membenahi dan memajukan peranan HMI di dalam mewujudkan tamaddun Indonesia baru dan maju.

Tempat dan Waktu:

Graha Wisama Ragunan, Jakarta Selatan, 27 Desember 2008
Pukul 08.00-16.30 WIB

Peserta:
PB HMI, Badko, dan pimpinan-pimpinan cabang

Bentuk Acara:
• Sesi Laporan Perkembangan Cabang-cabang
08.00-12.00 WIB
• Sesi diskusi dan tanya jawab dengan PB HMI
13.00-16.30 WIB

III. Rapat Pleno III PB HMI

Rapat pleno III PB HMI bertujuan mengevaluasi kinierja PB HMI satu semester sebelumnya, merumuskan program lanjutan, dan menyegarkan kembali susunan kepengurusan.

Waktu dan Tempat:
Graha Wisama Ragunan, Jakarta Selatan, 27-28 Desember 2008
Pukul 19.30 WIB (27 Desember) – 24.00 WIB (28 Desember)

Peserta:
Seluruh PB HMI yang masih tercatat aktif

Bentuk Acara:
• Sesi laporan dan evaluasi perkembangan komisi-komisi dan kesekretariatan
19.30-24.00 WIB
• Sambungan sesi pertama
08.00-10.00 WIB
• Penyusunan program kerja
10.00-20.00 WIB
• Reshuffle dan staffing
20.00-21.00 WIB
• Pengumuman hasil-hasil Pleno
22.00 WIB - selesai

selengkapnya.....

03 Desember 2008

Putusan Pemilukada Jatim

MK Kabulkan Sebagian Permohonan


Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan harus dilakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Putaran II di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang dalam waktu paling lambat 60 hari dan penghitungan suara ulang di Kabupaten Pamekasan dalam waktu paling lambat 30 hari. Hal tersebut disampaikan dalam sidang pengucapan putusan perkara 41/PHPU.D-VI/2008, Selasa (2/12), di Ruang Sidang Pleno MK.

Putusan itu didasarkan adanya fakta hukum di persidangan bahwa pada kabupaten tertentu di Provinsi Jatim nyata-nyata telah terjadi pelanggaran serius Pemilukada yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif. Selain itu, pelanggaran-pelanggaran tersebut bukan hanya terjadi selama pencoblosan, sehingga permasalahan yang terjadi harus dirunut dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum pencoblosan.


Terkait dengan amar putusan tersebut, menurut MK, sekalipun dalam posita dan dalam petitum permohonan Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono (Pasangan Calon Pemilukada Provinsi Jawa Timur Putaran II yang berkeberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tanggal 11 November 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Putaran II) hanya secara umum meminta untuk menyatakan Hasil Penghitungan Suara yang dilakukan Termohon (KPU Jatim) dalam Pemilukada Provinsi Jawa Timur Putaran II batal. Akan tetapi, Khofifah-Mudjiono juga memohon Mahkamah untuk memutus ex aequo et bono yang diartikan sebagai permohonan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya apabila hakim mempunyai pendapat lain daripada yang diminta dalam petitum.

MK pun mengutip pendapat G. Radbruch yang menyatakan“Preference should be given to the rule of positive law, supported as it is by due enactment and state power, even when the rule is unjust and contrary to the general welfare, unless, the violation of justice reaches so intolerable a degree that the rule becomes in effect “lawlesslaw” and must therefore yield to justice.” [G. Radbruch, Rechtsphilosophie (4th ed. page 353. Fuller s translation of formula in Journal of Legal Education (page 181)].

Pertimbangan MK, karena sifatnya sebagai peradilan konstitusi, MK tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (procedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice), karena fakta-fakta hukum telah nyata merupakan pelanggaran konstitusi, khususnya Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang mengharuskan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara demokratis dan tidak melanggar asas-asas pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Terdapat pula satu prinsip hukum dan keadilan yang dianut secara universal menyatakan bahwa tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain (nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria). “Dengan demikian, tidak satu pun Pasangan Calon pemilihan umum yang boleh diuntungkan dalam perolehan suara akibat terjadinya pelanggaran konstitusi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan pemilihan umum,” ucap Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.

Sehingga, MK memandang perlu menciptakan terobosan hukum guna memajukan demokrasi dan melepaskan diri dari kebiasaan praktik pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan masif. “Jikalau pengadilan hanya membatasi diri pada penghitungan ulang hasil yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi Jawa Timur, sangat mungkin tidak akan pernah terwujud keadilan untuk penyelesaian sengketa hasil Pemilukada yang diadili karena kemungkinan besar terjadi hasil Ketetapan KPU lahir dari proses yang melanggar prosedur hukum dan keadilan,” jelas Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.

Karena terjadi pelanggaran serius yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif tersebut, maka, menurut MK, diperlukan upaya perbaikan melalui putusannya yakni pembatalan seluruh hasil pemungutan suara di wilayah-wilayah tertentu dan mengeluarkannya dari hasil penghitungan total. Jika MK hanya memutus hasil pemungutan suara di daerah-daerah tertentu tersebut dikeluarkan (tidak diikutkan) dari penghitungan akhir, akibatnya akan terjadi ketidakadilan, karena hal itu berarti suara rakyat di daerah-daerah tersebut sebagai bagian dari pemegang kedaulatan berakibat terbuang/hilang.

“Oleh sebab itu, demi tegaknya demokrasi yang berkeadilan dan berdasar hukum, Mahkamah berpendapat, yang harus dilakukan adalah melakukan pemungutan suara ulang untuk daerah atau bagian daerah tertentu dan melakukan penghitungan suara ulang untuk daerah tertentu lainnya” tegas Maruarar.

Dalam menentukan daerah mana yang akan melakukan pemungutan suara ulang dan daerah mana yang hanya melakukan penghitungan suara ulang, MK pun mendasarkan pada tingkat intensitas dan bobot pelanggaran yang terjadi di wilayah pemilihan tersebut. Hasilnya, Kabupaten Bangkalan Kabupaten Sampang ditetapkan agar dilakukan pemungutan suara ulang, sedangkan Kabupaten Pamekasan agar dilakukan penghitungan suara ulang dengan metode dan pencatatan yang didasarkan pada formulir yang ditetapkan KPU dan terbuka bagi masing-masing Pasangan Calon.

“Manfaat yang dapat diperoleh dari putusan yang demikian adalah agar pada masa-masa yang akan datang, pemilihan umum pada umumnya dan Pemilukada khususnya, dapat dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tanpa dicederai oleh pelanggaran serius, terutama yang sifatnya sistematis, terstruktur, dan masif. Pilihan Mahkamah yang demikian masih tetap dalam koridor penyelesaian perselisihan hasil Pemilukada dan bukan penyelesaian atas proses pelanggarannya sehingga pelanggaran-pelanggaran atas proses itu sendiri dapat diselesaikan lebih lanjut melalui jalur hukum yang tersedia,” ujar Ketua MK, Moh. Mahfud MD.

Untuk itu, MK juga memerintahkan KPU dan Bawaslu untuk mengawasi pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang sesuai dengan kewenangannya dan sesuai dengan semangat untuk melaksanakan Pemilukada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (Luthfi Widagdo Eddyono)

sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=2033

selengkapnya.....
Designed by - alexis 2008 | ICM