26 Agustus 2010

NETRALITAS ORGANISASI KEPEMUDAAN DALAM PEMILUKADA


Oleh: Lukni Maulana *
(Peneliti Sciena Universe dan Nadzir Badan Wakaf Nusantara)

Tahun 2010 di berbagai daerah propinsi Jawa Tengah akan mengelar hajatan besar berupa pemilihan umum bupati dan walikota. Menilik dari data KPU di Jawa Tengah ada sekitar 17 kabupaten dan kota akan menentukan nasibnya lima tahun ke depan, pelaksanaan pemilukada tersebut hampir berlangsung bersamaan antara bulan april dan juni. Sehingga setiap daerah sibuk mempersiapkan rutinitas hajatan besar tersebut. Akan tetapi banyak problematika dalam melaksanakan pemilukada tersebut diantaranya ketidaksingkronan regulasi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang no 22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu, kemampuan minimnya angaran keuangan daerah yang berbeda, pendataan penduduk, dan khusunya perilaku pemilih (masyarakat) yang masih bersifat pragmatis dalam memilih.
Dari hal inilah peran organisasi kepemudaan (OKP) sangat diharapkan untuk mengawal kebijakan pemilukada yang bersih. Karena organisasi kepemudaan merupakan bagian dari masyarakat yang berperan sebagai agent of change (gerakan perubahan) dan sebagai kontrol sosial (social control) terhadap setiap kebijakan pemerintah. Dalam konteks inilah gerakan kepemudaan perlu melakukan pembenahan diri pada aras idealitasnya sebagai organisasi gerakan.

Hal ini mengacu pada sebuah kepentingan dan kebijakan organisasi untuk menempatkan dirinya di masyarakat. Pada umumnya organisasi kepemudaan memposisikan peta gerakan pada dua hal kekuasaan yaitu menjadi bagian pemerintah atau partai politik tertentu (patron-clien) dan oposisi (independensi). Namun ketika ada hajatan besar seperti pemilihan legislatif, presiden dan pemilihan gurbernur, walikota dan bupati hampir seluruh organisasi kepemudaan bergerak pada wilayah patron-clien dengan memposisikan dirinya dekat dengan partai politik tertentu dan mendukung salah satu pasangan kandidat.

Maka seakan gerakan kepemudaan menjadi anak emas yang mendapatkan posisi menguntungkan pada dataran praktisnya. Seharusnya gerakan kepemudaan tidak semestinya terbelengu pada wilayah patorn-clien dan mendapatkan keuntungan praktis akan tetapi belajar bagaimana merubah sistem yang buruk menjadi baik dan menjadi bagian masyarakat yang dapat mencerdaskan pendidikan politik.

Memang lahirnya demokrasi ditandai dengan masuknya era baru yang lebih menjunjung tinggi nilai kebebasan berpendapat. Dari sinilah maka gerakan kepemudaan memperlukan formula baru dalam arah gerakanya dengan melakukan inovasi gerakan yang lebih membebaskan kaum tertindas dalam menyikapi pemilukada di Jawa Tengah.
Ada beberapa catatan yang semestinya menjadi kerangka berfikir organisasi kepemudaan yakni posisi kepemimpinan daerah, karena posisi tersebut sangat erat kaitannya dengan keberlangsungan pembangunan di daerah. Catatan tersebut diantaranya, setiap daerah berharap memiliki pemimpin yang bukan saja kharismatik dan bersih akan tetapi memiliki visi besar dalam mewujudkan kesejahteraan bagi daerahnya.

Pada sektor ekonomi dimana pasar bebas sudah mulai masuk, setiap daerah berada pada wilayah cengkraman kekuatan pasar. Dimana neoliberalisme menjadi anak turunan yang menjadikan setiap daerah di Indonesia seperti boneka untuk memenuhi selera pasar (neo-kapitalis). Maka nilai kekuatan lokal produksi daerah menjadi titik point pengembangan dan pembangunan kemandirian daerah.

Kemandulan sektor budaya sehingga mengalami kemunduran sense of advanced humanity (rasa kemanusia yang adil). Nilai-nilai budaya daerah perlu dijadikan sentral pengembangan karena arus globalisai semakin deras sehingga nilai kebudayaan lokal seakan tergerus oleh perkembangan zaman dan menjadi politik kepentingan luar negeri.
Organisasi kepemudaan menjadi bagian yang bertanggung jawab atas tatanan masyarakat yang lebih demokratis, salah satunya dengan memposisikan dirinya dalam pemilukuda. Oleh karena itu nilai utama perjuangan kepemudaan harus tetap ditegakkan yaitu mewujudkan lokalitas daerah dengan startegi pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian daerah.

Konsekwensinya organisasi kepemudaan harus melakukan perjuangan untuk mengkonsolidasikan arah gerakan yang lebih memihak masyarakat bukan salah satu kandidat bupati/walikota. Karena organisasi kepemudaan berpijak pada suatu konstruksi realitas dinamika sosial yang mengedapankan keadilan dan kesejateraan bersama.

Walaupun masih banyak organisasi kepemudaan manjadi bagian dari organisasi masa tertentu dan menjadi bagian dari partai politik. Semestinya organisasi kepemudaan tidak mengedepankan materialime, pragmatisisme dan kepentingan sesaat, akan tetapi menjadi kontrol sosial pembangunan daerah. Oleh karena itu organisasi kepemudaan (OKP) harus melepaskan nilai-nilai kepentingan sesaat, termasuk hegemoni ideologis dan rezim partai politik tertentu.

Kemandirian
Setiap daerah memiliki keragaman dan keunikan tersendiri baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya. Kesemua bidang pembangunan sangat diharapakan demi kemajuan daerah yang lebih mandiri, karena kemandirian merupakan kebebasan dari intervensi. Maka setiap daerah harus mampu memiliki aspek kemandirian, baik kemandirian ideologis, politi, budaya dan ekonomi, pemilukada merupakan penentu menuju kemandirian lokal daerah.

Dari hal inilah organisasi kepemudaan juga harus memiliki visi kemandirian seperti layaknya daerah. Organisasi kepemudaan harus memiliki kemandirian ideologis yang merupakan pondasi awal dalam mengawal kebergantugan dari intervensi kepentingan yang tidak memihak masyarakat kecil. Karakter mandiri perlu ditanamkan pada setiap organisasi, karena dengan kemandirian setiap organisasi akan memiliki dan dapat memegang prinsip visionernya.

Maka sikap independensi organisasi menjadi taruhan, karena terikat erat dengan kepentingan tertentu. Faktor yang menyebabkan organisasi kepemudaan tidak memiliki sikap independensi karena organisasi kepemudaan memiliki kepentingan dan merasa miskin dan membutuhkan suntikan untuk dapat tetap survive. Faktor lain yakni sikap atau karakter organisasi, hal ini mempengaruhi dalam bersikap menjadikan organisasi tidak memiliki kedirian yang kuat dalam mengusung kepentingan masyarakat.

Organisasi kepemudaan harus mampu mengakomodir kepentingan bersama, yakni suatu gerakan yang dapat mendorong kekuatan dan pergerakan sosial ke arah tercapainya masyarakat yang lebih demokratis dan beradab. Menjadi lalu lintas ide kreatif dan menanamkan nilai-nilai demokrasi dan mampu menjadi pioner gerakan berbasis keilmuan dan mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih demokratis.

Organisasi kepemudaan berbasis pembelaan kelompok marjinal, merupakan ruh gerakan yang komitmennya harus dijaga untuk memperjuangkan nilai-nilai keadilan. Perjuangan organisasi kepemudaan harus tetap berada dalam kerangka mengabdi kepada masyarakat. Maka harus mampu memposisikan dirinya pada kancah yang demokratis ini dalam mengawal pemilukada yang bersih dan bermartabat.

selengkapnya.....
Designed by - alexis 2008 | ICM