30 April 2009

Badko Akan Fasilitasi Out Bound Training di Rapimcab Purworejo

Inbagteng Cyber Media.

Dalam rangkaian Rapat Pimpinan Cabang (Rapimcab) yang akan digelar pada 2-3 Mei 2009 di Purworejo, HMI Badko Inbagteng akan memfasilitasi Out Bond Training yang sedianya akan berlangsung di Bumi Perkemahan Punthuk Purworejo, Jawa Tengah. Selain Rapimcab akan dihelat pula diskusi yang bertajuk “Independensi Gerakan HMI di Tengah Hegemoni Rezim Pasar”. Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut akan di meriahkan oleh pentas seni masing-masing Cabang se-Inbagteng.

Rapimcab tersebut selain bertujuan untuk konsolidasi internal HMI Inbagteng, juga untuk mendiskusikan lebih jauh mengenai persiapan cabang-cabang se-Inbagteng dalam menyongsong Kongres HMI ke-27 yang tidak lama lagi akan segera digelar di Yogyakarta. Rapimcab kali ini lebih menekankan pada upaya membangun iklim perkaderan yang dinamis dan solid sehingga masing-masing cabang di wilayah Indonesia bagian tengah dapat tetap eksis dan establish.(red)

selengkapnya.....

14 April 2009

Perbedaan Geo Politik Menuntut Pembenahan Lembaga Internal HMI

(Hasil Rapat Pimpinan Cabang HMI Badko Inbagteng di Surabaya)


Surabaya, (Inbagteng Cyber Media)
Cakupan lembaga internal HMI Badan Koordinasi yang luas dan konteks geo politik yang berbeda menuntut perbaikan lembaga internal di HMI. Demikian ungkapan Moh. Syafi'ie ketua Badan Koordinasi Inbagteng berbicara dalam diskusi ”Memikir Ulang Eksistensi Lembaga Internal HMI” yang diadakan Jumat, 10 April 2009 di HMI Cabang Surabaya bertempat di Gedung Hidayatullah Surabaya.

Misalkan cakupan HMI Badan Koordinasi Inbagteng yang meliputi daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawat Timur dan Pontianak. Struktur kewilayahan di atas, menurut Syafiie jelas berbeda secara geo politiknya. Kepentingan pemegang kebijakannya berbeda sama sekali. Sehingga kondisi ini menyebabkan tersendatnya pola-pola komunikasi antar cabang yang ada dalam satu Badan Koordinasi. Apalagi saat ini jumlah cabang HMI semakin tambah banyak di Badan Koordinasi-Badan Koordinasi yang ada.

Perbaikan lembaga internal ini juga mendesak dilakukan ditengah himpitan ekonomi politik global yang kapitalistik. Wilayah yang berjauhan ditengah krisis finansial menjadi beban tersendiri bagi pengurus HMI Badan Koordinasi dan pengurus cabang jika ada pertemuan-pertemuan. Jika ada pertemuan yang diadakan pasti ada cabang yang tidak bisa hadir. Kendala ini bukan semata aspek internal yang tidak mau hadir tapi seringkali kendala eksternal, tempatnya berjauhan yang butuh stamina tinggi dan tentunya butuh biaya yang tidak sedikit.

Tugas HMI Badan Koordinasi yang berat karena harus menjaga kesehatan cabang-cabang di wilayahnya jelas akan mengalami kendala yang sangat berat ditengah kewilayahan yang tidak tertata, struktur geo politik yang berbeda-beda, dan kondisi cabang-cabang yang saat ini memang menghadapi problem akut akibat krisis sistem global yang berdampak krisis multimensi. Lembaga koordinasi dan terutama PB HMI dituntut lebih serius membaca kondisi yang sangat kelabu ini, ungkap syafiie.

Sepakat Pemekaran Badko
Dalam sesi tanya jawab, Puji Hartoyo ketua HMI Cabang Yogyakarta menyatakan bahwa memang sudah selayaknya HMI Badan Koordinasi itu dimekarkan. Cabang-cabang yang terus bertambah tapi lemah dalam pendampingan. Bayangkan sekarang cabang-cabang HMI di banyak daerah sudah ada sekitar 50 lebih tapi HMI Badan Koordinasinya hanya berjumlah empat. Jumlah Badko ini tidak sebanding dengan jumlah dan kepentingan-kepentingan cabang. Sehingga tidak mungkin berfikir keberadaan Badko akan menjawab kepentingan-kepentingan cabang yang jelas berbeda geo politiknya.
Nur salah seorang perwakilan dari HMI Cabang Malang mengungkapkan bahwa dirinya sepakat pembentukan Badko di HMI Jawa Timur. Karena secara geo politik Jawa Timur berbeda dengan Jawa Tengah, Yogyakarta dan Pontianak. Kita di Malang sangat kering dari wacana eksternal HMI karena tidak dari PB HMI yang datang kesini dan diskusi tentang wacana ke-HMI-an saat ini. Keberadaan HMI Badan Koordinasi Jawa Timur harapannya bisa menjawab pendampingan PB HMI di Malang. Termasuk keberadaan HMI Badan Koordinasi ini nantinya berfungsi bagi pengurus-pengurus cabang yang di Jawa Timur khususnya Malang dan Surabaya untuk masuk di struktur dan menyumbang ide-idenya dan perhatiannya yang selama ini masih belum tersalurkan dengan baik.
Sedangkan Awaluddin ketua Tim Kongres HMI cabang Yogyakarta mengatakan bahwa sudah jelas dari diskusi yang tadi kita butuh pembentukan HMI Badan Koordinasi Jawa Timur. Yang kita perlu pikirkan adalah bagaimana cara pembentukan? Sehingga persoalan ini tidak berlarut-larut. Syafiie yang menjadi pembicara menjawab bahwa jika teman-teman Jawa Timur sudah sepakat pembentukan HMI Badan Koordinasi maka tugas selanjutnya ini perlu dimasukkan dalam rekomendasi internal nanti sewaktu di kongres. Termasuk di internal Badko Inbagteng nantinya akan melakukan pembahasan di Internal dan akan dilanjutkan ke PB HMI, terang Syafiie.




Laporan Tim Kongres HMI Cabang Inbagteng
Seusai diskusi dilaksanakan acara kemudian berlanjut dengan rapat pimpinan cabang yang akan mendengarkan eksplorasi perkembangan diskusi-diskusi cabang-cabang di Badko Inbagteng menyambut pelaksanaan kongres HMI pada tanggal 21 Mei 2009 di Yogyakarta yang sudah tinggal lima mingguan.
Asnawi ketua HMI cabang Surabaya menuturkan bahwa untuk persiapan kongres HMI Cabang Surabaya sudah mengidentifikasi beberapa hal untuk menjadi usulan sewaktu di Kongres. Salah satunya terkait tentang masa keanggotaan HMI yang terlalu lama. 12 tahun lama keanggotaan bukanlah waktu yang sedikit tapi itu waktu yang sangat panjang sehingga perlu amandemen konstitusi.
Senada dengan Asnawi, ketua HMI cabang Surabaya Azwin mengungkapkan bahwa di Malang juga menginginkan adanya perubahan masa keanggotan di konstitusi. Masa 12 tahun bukan waktu yang sebentar tapi cukup lama. Padahal akademik lamanya tidak seperti itu. Ini harus ada penyesuaian dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dilapangan.
Berbeda dengan Puji Hartoyo ketua HMI Cabang Yogyakarta, ia mengatakan bahwa logika masa keanggotaan itu memang tidak disandarkan pada dunia akademik. Tapi disandarkan pada jenjang pengabdian di Struktur HMI. Mulai dari struktur komisariat, struktur Koordinator Komisariat, struktur Cabang, struktur HMI Badan Koordinasi dan struktur PB HMI. Memang ideal ukuran 12 tahun itu, karena terkait dengan jenjang struktur yang ada di HMI. Harapannya setelah keluar dan menjadi alumni, dia menjadi kader yang betul-betul HMI, ungkap Puji Hartoyo.
Sedangkan Awaluddin ketua Tim Kongres HMI Yogyakarta menyatakan bahwa dia dan teman tim kongres di Yogyakarta sudah mengidentifikasi beberapa hal terkait dengan persiapan kongres. Pertama, HMI Yogyakarta tidak sepakat dengan perubahan nama HMI menjadi HMI-MPO. Kita bukannya tidak ingin memperjelas status tetapi kita ingin mempertahankan kebenaran yang tetap kita pegang dari awal. Perubahan nama jelas berarti kita sudah menyerah pada HMI-Dipo. Bagi HMI cabang Yogyakarta menetapkan nama HMI adalah bagaikan perjuangan hidup dan mati, jelas Awaluddin. Kedua, soal masa keanggotaan kayaknya kita masih sepakat untuk tetap. Ketiga, kita masih pada dataran teknis ada bebarapa bab dalam konstitusi yang tidak sesuai dengan materi babnya sehingga perlu ada perbaikan.
Ditambahkan Puji bahwa kita sepakat dengan kesepakat teman-teman dalam bahasan kemarin bahwa perlu perubahan pada penamaan komisi di PB HMI. Komisi logikanya perwakilan padahal kita bukan lembaga perwakilan seperti DPR. Ruh dan gerak organisasi seringkali terciderai dengan kewenangan komisi ini. Tau-taunya muncul kebijakan tanpa cabang-cabang ketahui isu dan pembahasannya. Dalam hal ini kita harus memikirkan ulang bagaimana struktur ini harus dibangun dan mencerminkan ruh organisasi yang dibuat bersama-sama.
Harapan besarnya sebagaimana diungkap Awaluddin kongres ke-27 di Yogyakarta ini tidak mengulang kesalahan yang lalu yaitu berdebat pada soal-soal yang tidak substansial. Kongres ini butuh bahasan yang lebih mendidik dan itu ada pada bahasan materi-materi pokok dalam komisi nantinya. Akhirnya diskusi dan Rapincab disudahi dan ditutup secara resmi oleh Moderator saudara Nur Ali.

selengkapnya.....

08 April 2009

Gerakan Kemandirian Bangsa Menuju Masyarakat Berkeadilan

(Untuk TOR selengkapnya dapat di download di TOR Kongres HMI Ke-27)


Satu dekade lebih selepas reformasi, Indonesia belum juga menemukan kebangkitannya sebagaimana yang diharapkan banyak orang hingga hari ini. Meskipun pergantian Presiden telah berulangkali terjadi sejak 1999, namun harapan kebangkitan itu belum kunjung tercapai. Masih terekam jelas dalam ingatan kita, bagaimana berbagai pihak mengusahakan sepanjang tahun 2008 sebagai tahun kebangkitan dalam rangka merayakan peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, namun nyatanya gelagat kebangkitan itu tidak kunjung berhasil diwujudkan.

Bila secara obyektif memahami situasi saat ini, malah berbalik arah, bila semangat perubahan setelah reformasi memunculkan gairah menuju tatanan masyarakat lebih baik, sekarang ini setelah satu dekade lebih reformasi sebagian masyarakat dalam nalar kesadarannya muncul semacam syndrome terhadap perubahan bangsa ini. Hal ini bisa kita buktikan dari pesimisnya masyarakat terhadap proses politik yang ada, akan melahirkan orang – orang yang benar – benar membela dan memperjuangkan hak – hak mereka, kesulitan hidup makin terasa membuat mereka tidak mampu bermimpi tentang masa depan. Artinya harus kita sadari bersama bahwa ada kesalahan dalam mengelola bangsa ini, mengapa perubahan diimpikan tidak kunjung dirasakan masyarakat

Indikasi kejenuhan masyarakat terhadap situasi yang ada saat ini, bila dipicu terus menerus akan membangkitkan pesimisme masyarakat yang pada akhirnya penghargaan terhadap nilai sudah tidak ada lagi, membangun visi perubahan bagi bangsa kedepan hanya lipstick penghibur dalam mencapai tangga kekuasaan dan kepentingan kelompok. Munculnya pesimisme akibat kejenuhan masyarakat pada titik tertentu akan mentransformasi menjadi sindrom social dan bila kondisi ini terus dibiarkan akan berkembang menjadi depresi social yang akan membangkitkan ledakan emosional masyarakat secara kolektif untuk tidak percaya terhadap apapun prosesi yang terjadi. Ekspresi dari ledakan emosional ini akan bisa dilihat dari munculnya berbagai kerusuhan serta tindakan kekerasan sebagian kelompok masyarakat. Situasi inilah berkontribusi besar membongkar seluruh tatanan nilai luhur dalam masyarakat, digantikan oleh nilai yang akan membawa masyarakat pada kehancuran.

Bercermin dari persoalan diatas, apa sesungguhnya menjadi harapan bersama ditengah kejenuhan masyarakat mengharapkan perubahan lebih baik bagi kehidupan mereka. Persoalaan utama apakah bangsa ini yang harus segera diselesaikan demi tercapainya cita – cita kebangkitan peradaban Indonesia dalam seluruh tatanan kehidupan. HMI sebagai salah satu entitas bangsa ini, bagaimana melihat persoalan ini dan peran apa yang memungkinkan dilakukan dalam mendorong proses perubahan bangsa kedepan.

Tantangan dan Peluang

Tantangan mendasar bagi proses kebangkitan Indonesia berasal dari internal. Tantangan itu meliputi, pertama ketergantungan terhadap asing yang terus dipelihara oleh sekelompok elit politik demi kelanggengan kekuasaan mereka. Hingga lebih dari satu dekade pasca reformasi, watak ketergantungan haluan politik Indonesia kepada Barat dan negara-negara donor, belum dapat dibersihkan sepenuhnya. Formasi kabinet yang mencerminkan keterwakilan kepentingan Barat dan negara-negara donor terlihat jelas, terutama di sektor keuangan. Padahal kebangkitan sebuah bangsa hanya dapat dicapai melalui kekuatannya sendiri bukan meminta bantuan dari pihak asing. Sebenarnya, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk bangkit. Di tengah krisis sistem kapitalisme global, berbagai negara kembali sibuk mengatasi dampak krisis tersebut terhadap situasi domestik negaranya masing-masing. Hal ini membuat negara-negara imperialis memalingkan perhatiannya sejenak dari urusan luar negerinya. Pada saat yang sama, poros-poros kekuatan baru internasional telah bergeliat bersaing dengan kekuatan lama yang dipimpin Amerika Serikat. Kekuatan baru itu terdiri atas negara-negara sosialis Amerika Latin, Rusia, China, India, Iran, Arab Saudi, Uni Eropa, dan Uni Afrika. Tumbuhnya kekuatan baru tersebut tentu saja dapat mereduksi hegemoni dari negara imperialis lama seperti AS, Jepang, Inggris, Prancis, dan Jerman terhadap negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kedua kesenjangan begitu besar terjadi dalam masyarakat, ada berbagai kesenjangan yang begitu memprihatinkan dalam masyarakat kita diantaranya kesenjangan ekonomi membangun jurang pemisah antara kaya dan miskin, dari 230 juta penduduk indonesia sumber dan akses ekonomi hanya dikuasai dan berada ditangan lebih kurang 200 konglomerat, lantas gimana nasib masyarakat lainnya. Kesenjangan politik terjadi akibat miskomunikasi antara elit yang terus berprilaku seperti homo speakaholic ( manusia gila bicara ) tanpa bekerja dengan masyarakat, sistem politik selama ini memberikan peluang seluas – luasnya terjadi manipulasi secara konstitusional. Kesenjangan lainya adalah kesenjangan budaya yang terjadi akibat pengaruh modernisasi terhadap kebudayaan Indonesia. Terakhir kesenjangan intelektual antara perkembangan ilmu pengetahuan di institusi pendidikan dengan fakta obyektif di masyarakat, hal ini melahirkan para elit kaum intelektual.

Disamping berbagai tantangan kebangkitan diatas ada fakta lain yaitu perkembangan gerakan politik Islam global dan jihad internasional turut juga mengacaukan kelancaran dan kemapanan imperialisme Barat terhadap negara-negara berpenduduk Muslim. Kedua situasi yang berlangsung serentak tersebut (bangkitnya kekuatan-kekuatan baru dan semarak gerakan politik Islam global) merupakan kondisi yang menguntungkan bagi Indonesia untuk bangkit. Satu-satunya faktor penghambat untuk bangkit hari ini cuma berasal dari elemen internal bangsa sendiri yaitu golongan elit politik dan ekonomi yang meletakkan diri sebagai perpanjangan tangan kekuasaan negara-negara imperialis. Golongan elit perpanjangan tangan imperialis tersebut senantiasa berjuang mempertahankan ketergantungan Indonesia kepada negara-negara imperialis atas nama kebebasan dan kerjasama antar bangsa.

Umat Islam Indonesia dan kebangkitan global
Disaat dunia global mengalami guncangan hebat akibat berbagai krisis, diperlukan satu solusi dan peran dari berbagai kelompok guna memberikan kontribusi membangun peradaban umat manusia kedepan. Salah satu entitas terpenting dalam bagian kemajuan kedepan adalah umaat Islam, dimana dari segi jumlah umat Islam adalah mayoritas dan juga memiliki pandangan ajaran yang lengkap serta komprehensif dalam melihat perubahan, sudah sewajarlah saat ini umat Islam mengambil peran besar dalam mewujudkan cita – cita luhur keuniversalan Islam membangun peradaban Islam.
Apa hubungannya dengan Indonesia tentang peran umat Islam secara global diatas. Indonesia adalah Negara berpenduduk muslim terbesar didunia, sangat strategis mengambil peran dalam rangka menghimpun kekuatan umat Islam secara global guna kebangkitan Islam, menyelamatkan serta memberikan solusi alternative terhadap berbagai krisis global dewasa ini adalah menjadi salah satu tugas penting. Sudah saatnya visi global umat Islam Indonesia perlu dikembangkan dan menjadi agenda penting dalam rangka menyongsong kebangkitan peradaban Islam untuk kemaslahatan umat manusia.
Namun untuk menuju pengembangan visi global umat Islam di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah, ada berbagai persoalan diinternal umat Islam Indonesia sendiri yang harus terselesaikan, diantaranya adalah terpolarisasinya berbagai kelompok umat Islam dalam kepentingan politik sesaat, pengembangan ilmu pengetahuan dan penemuan teknologi baru mengalami stagnasi, menyebabkan ketergantungan berlebihan pada dunia barat. sudah saatnya berbagai kelompok, terutama generasi muda Islam memiliki satu pandangan yang sama terhadap persoalaan utama dihadapi masyarakat. Menggali kembali sumber inspirasi yaitu Alqur’an dan Hadist sebagai pegangan dalam menjawab tantangan zaman kedepan.

Transformasi gerakan HMI
Sebagaimana kita sadari bersama, sebuah gerakan akan bertahan kalau mampu melewati berbagai fluktuasi perkembangan zaman, dengan tantangan dan kebutuhannya masing – masing. Kemampuan beradaptasi dengan berbagai perubahan zaman itulah salah satu cara mengukur sebuah gerakan memiliki perangkat nilai dan konsep – konsep teknis operasional lainnya sebagai modal menjalankan peran. Factor lain mempengaruhi sebuah gerakan mampu beradaptasi ditengah kecepatan perubahan zaman adalah kemampuan organisasi tersebut membaca kebutuhan zaman dan memberikan ruang terhadap kadernya mengembangkan berbagai potensi dalam rangka menjawab tantangan masa depan.
Pertanyaannya bagaimana HMI melihat dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan zaman kedepan. Sekilas mengurai perjalanan HMI dari mulai berdiri sampai sekarang, bias dikatakan telah melintasi berbagai perubahan zaman. pertama mulai dari masa awal kemerdekaan HMI memberikan kontribusi mengkader para generasi muda pelanjut perjuangan negeri ini, tantangan perjuangan bentuk fisik saat itu tidak dapat dihindari. Kedua Masa selanjutnya sekitar awal 60-an HMI lebih banyak melahirkan para teknokrat dan intelektual, ini sesuai dengan kebutuhan dari perkembangan zaman saat itu. Ketiga sekitar akhir 70-an gelombang islamisasi di dunia Islam turut mempengaruhi gerakan HMI yang ingin menampilkan Islam tidak hanya secara konsep tapi bias diterjemahkan dalam kehidupan sehari – hari, indikasi ini adanya keinginan menambah materi keislaman di traning – traning formal HMI. Keempat pada era 80-an sampai reformasi dibawah rezim orde baru menjalankan kebijakan tangan besi lewat azas tunggalnya, akibat dari tekanan besar dari rezim, juga ikut merubah konstelasi gerakan HMI, dimana titik klimaksnya terjadinya perpecahan HMI menjadi dua, yang mengikuti keinginan pemerintah untuk merubah azas disebut HMI DIPO, sementara kelompok mempertahankan Islam sebagai azas organisasi sering disebut HMI MPO. HMI yang mempertahankan Islam sebagai azas mendapat tekanan dari pemerintah, akibatnya terjadi pengentalan idiologis gerakan dan membangun blok oposisi terhadap rezim yang berkuasa. Fase ini sangat jelas, bahwa menjadi musuh bersamanya adalah rezim orde baru. Kelima masa setelah reformasi yang sudah berlangsung lebih sepuluh tahun, dimana situasinya sudah sangat berubah dari masa – masa sebelumnya, arus demokratisasi yang memberikan kebebasan seluruh elemen bangsa berperan aktif mengaktualisasikan ide gagasan, konsep sampai peran – perannya dalam kehidupan, memberikan makna berarti bagi kemajuan dan perbaikan kondisi bangsa kedepan. Sisi lain perkembangan arus informasi tumbuh subur mampu merubah pola hubungan dan beragam kebutuhan organisasi maupun orang per orang. Lantas apa yang dilakukan HMI terkait mereposisi gerakannya ditengah arus perubahan yang begitu cepat, bagaimana HMI menjawab kebutuhan zaman yang berkembang saat ini.

Gerakan Kemandirian
HMI meyakini, kebangkitan bangsa hanya bisa terjadi apabila masyarakat dan negara menggenggam kemandiriannya secara optimal. Selama ini yang terjadi, ambisi kebangkitan bangsa telah ditiupkan lewat berbagai media, akan tetapi masalah kemandirian diabaikan sama sekali. Padahal antara kebangkitan dan kemandirian saling berkaitan. Oleh karena itu di dalam rangka mempercepat proses kebangkitan bangsa tersebut, HMI secara sadar mengambil peranan dalam bentuk gerakan kemandirian yang menyeluruh. Gerakan kemandirian tidak saja meliputi aspek politik, ekonomi dan budaya, tetapi juga mencakup kemandirian intelektual dan ilmu pengetahuan.

HMI akan senantiasa menyebarkan spirit kemandirian dan mengarusutamakan sikap kemandirian di dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Bentuk-bentuk gerakan kemandirian oleh HMI, nantinya disesuaikan dengan situasi menurut tantangan masing-masing cabang, dimana semangat kaderisasi berbasis pengembangan potensi kader dan organsisasi yang memiliki visi keislaman menjadi semangat umumnya. tujuannya jelas untuk merakit dan memperluas basis masyarakat pencita-cita kemandirian yang menyeluruh. Sebab HMI menyadari kemandirian merupakan refleksi dari doktrin tauhid yang diimani oleh anggota-anggota HMI maupun kaum Muslim Indonesia. Jadi amat jelas, kemandirian selain didorong oleh ajaran Islam, juga merupakan tradisi perjuangan bangsa Indonesia di dalam mencapai kemerdekaan dan martabat bangsanya.

HMI akan memainkan peranan membangkitkan potensi kemandirian kaum Muslim Indonesia, kemandirian politik dan intelektual di lingkungan akademik di mana HMI banyak berkiprah di dalamnya untuk mempercepat proses kebangkitan bangsa. Sebab dengan kemandirian yang menyeluruh dan lengkaplah, bangsa ini bisa bangkit meraih martabat dan harga dirinya. Dan bangkitnya Indonesia dapat membuka jalan bagi kepemimpinan global Indonesia.

Pada Kongres HMI ke 27 ini kita semua menyadari banyaknya berbagai tuntutan maupun arus perubahan mengelilingi HMI untuk segera direspon dalam bentuk menyusun pola strategi gerakan adalah bukan pekerjaan mudah dan instant, namun membutuhkan refleksi mendalam tentang perjalanan perjuangan HMI dan tantangan masa depan. Sebagai bentuk ikhtiar dari seluruh pembacaan maupun evaluasi organisasi, pada kongres HMI ke 27 akan mengambil tema “ gerakan kemandirian bangsa menuju masyarakat berkeadilan “.Keyakinan bahwa strategi gerakan kemandirian merupakan solusi yang tepat di dalam rangka mempercepat proses kebangkitan bangsa secara mendasar dan menyeluruh.

selengkapnya.....

06 April 2009

Jelang Kongres, Badko Gelar Rapimcab di Surabaya

Yogyakarta, (Inbagteng Cyber Media)


(Undangan selengkapnya & Manual Acara, silahkan download di Rapimcab Surabaya)
Dalam upaya mensosialisasikan persiapan Kongres HMI ke-27 yang akan berlangsung di Yogyakarta (21/05/2009) serta untuk memaksimalkan fungsi-fungsi perkaderan di HMI Cabang se-Inbangteng, HMI Badko Inbagteng akan menggelar kembali Rapat Pimpinan Cabang (Rapimcab) di HMI Cabang Surabaya pada Jum’at-Sabtu (10-11/04).

Dalam kesempatan itu, akan dihelat pula diskusi yang bertajuk “Memikir Ulang Eksistensi Sturuktur Kelembagaan Internal HMI”. Diskusi ini tentunya bertujuan untuk menyegarkan kembali pemahaman tentang struktur HMI dan menggali lebih dalam persoalan seputar struktur kelembagaan internal HMI.

Forum selanjutnya Rapincab Pra Kongres yang terdiri dari tiga sesi yaitu, pemaparan Tim Kongres Masing-Masing Cabang, Pemfokusan Isu Bersama dan Rapat Komisi-Komisi. Dengan semakin intens-nya berbagai forum yang digelar Badko Inbagteng, kita berharap Kongres HMI ke-27 dapat berjalan dengan lancer dan juga Cabang-Cabang diwilayah Indonesia Bagian Tengah mampu memberikan konstribusi positif bagi terselenggara perhelatan akbar itu. Pun demikian, kondisi internal masing-masing Cabang se Inbagteng akan lebih dinamis dan progressif dalam menata pergerakan serta aktivitas perkaderannya. (red)

selengkapnya.....
Designed by - alexis 2008 | ICM