28 Maret 2009

Kritik Konstitusi tanpa Kepatuhan Konstitusi

Sleman, (Inbagteng Cyber Media)

Konstitusi yang telah susah payah dibuat dan menghabiskan dana banyak pembahasannya sewaktu Kongres ternyata meninggalkan banyak persoalan. Termasuk kritik banyak cabang saat ini terhadap pelaksanaan konstitusi ternyata mereka juga tidak mematuhinya. Inilah kemiskinan kita sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan karena tidak adanya komitmen bersama kita, ungkap Roni Hidayat koordinator Tim Pekerja Kongres saat melakukan diskusi pra kongres yang dilaksanakan HMI Badko Inbagteng kerjasama dengan Korps Pengader Nasional dan HMI Cabang Sleman yang berlangsung hari Rabu, 25 Maret 2009 bertempat di Gedung Amal Insani.

menurut Roni, kondisi memperihatinkan ini adalah akibat dari tidak berjalannya sistem organisasi HMI. Tidak adanya sosialisasi yang serius ditingkat kepemimpinan dari atas terhadap kepemimpinan bawahnya berdampak banyaknya kesalahan-kesalahan baik kesektariatan, protokoler dan lain sebagainya, termasuk hilangnya akses konstitusi semua kader. Problem penegakan konstitusi itu telah dimulai sejak awal tentang tidak jelasnya konstitusi yang sah diberlakukan. Apalagi yang dikirimkan ke cabang-cabang hanya berbentuk CD tidak dibukukan.

Misalkan problem yang banyak terjadi saat ini di lapangan tentang surat menyurat yang memakai via email. Banyak kesalahan terjadi, tanda tangannya kocar-kacir karena tidak memakai program pdf. Ada yang tidak bisa dibuka karena programnya yang tidak disesuaikan dengan program umum cabang. Kondisi ini serius harus disikapi oleh kita bersama. Sangat ironis kita sudah punya aturan konstitusi tapi penegakannya tidak terkontrol sama sekali. Maka dalam kongres ke-27 yang akan dilaksanakan di Yogyakarta dan sangat dekat ini kita butuh keseriusan, terutama pencatatan sehingga habis kongres harapannya nanti ada draf atau minimal CD yang bisa teman-teman cabang bawa ke daerah masing-masing. Saya sudah bilang mas Azwar koordinator SC Kongres, ungkap Roni.

Sebagai penanggungjawab yang menyiapkan draf pembahasan kongres ke-27 yang akan datang Roni Hidayat bersama Tim Pekerja Kongres lainnya telah mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam rancangan draf konstitusi. Pertama, TPK akan memperbaiki gramatikal konstitusi yang masih belum mengikuti standar bahasa. Kedua, besar kemungkinan TPK mengubah tentang masa keanggotaaan yang 12 tahun. Ketiga, TPK mengusahakan adanya aturan tentang mikanisme peradilan yang fair kalau ada kasus pemecatan keanggotaan, kita perlu belajar dari kasusnya Kasman yang terkesan sepihak. Keempat, TPK akan mengusakan sistem struktur HMI tidak legislatif Heavy seperti saat ini. Bentuk komisi PB HMI hanya pembuat aturan an sich tapi tidak punya kekuatan eksekusi karena pelibatan ke bawah tidak berjalan. Berbeda dengan dulu yang sangat efektif. Sistem organisasi sebagai kesatuan kepemimpian bergerak dengan total. contohnya sekarang di komisi PB HMI menyikapi persoalan kasus Lapindo. Masing-masing komisi punya kewenangan tapi tidak ada yang bergerak sama sekali. Bingung siapa yang akan menanggungjawabi, komisi politik, komisi ekonomi, komisi hukum atau komisi lainnya?, jadi bingung.

Termasuk banyak hal yang ada di konstitusi itu perlu dievaluasi menurut Roni Hidayat, misalkan, pertama, konstitusi kita saat ini masih mengatur pembuataan baju baret yang berlaku dahulu kala sewaktu HMI ada kepemanduan, jelas ini tidak relevan saat ini. Kedua, mars hijau hitam yang kita punya yang berlaku sekarang itu sama persis seperti liriknya hijau daun. Mendayu-dayu dan melayu. Padahal mars itu harus semangat dan cepat. Ketiga yang tidak kalah penting soal pelaksanaan milad kita, itu memakai sumber kalender hijriah atau miladiyah? Tanya Roni kepada peserta, kalau merujuk konstitusi jelas hijriah bukan masehi yang dipakai milad. Ini jelas kesalahan kita secara kolektif.

Dalam kesempatan Tanya jawab, Umam ketua HMI cabang Wonosobo menyatakan sudah saatnya HMI punya sistem reward and punishment. Karena jika tidak ini akan berakibat tidak ada ghirah berkomitmen terhadap konstitusi. Reward dan punishment semacam tanda bahwa kita serius menghargai konstitusi. Sedangkan Yanti formatur KPC HMI Semarang menyatakan bahwa ada problem dalam konstitusi. Misalkan pasal 29 dan 30 ART tentang Periode kepengurusan. Yang dipakai itu masa jabatan atau periode?, seringkali di lapangan ada kepengurusan kehilangan periodenya tapi jabatannya tetap satu tahun. Ini harus dijelaskan secara lengkap dalam konstitusi dilapangan sering terjadi kebingungan.

Diskusi semakin ramai ketika Saryo ketua HMI Cabang Sleman mengungkapkan pentingnya ada kriteria imamah dalam konstitusi. Jangan sampai ada kesalahan dalam memilih pemimpin. Misalkan tercantum secara tegas dalam konstitusi kemampuan bahasa ingris, toefl, lulus kuliah, pernah ikut LK3 dan segala macamnya. Ini penting untuk dipikirkan oleh TPK sebagai penanggungjawab pembuat draf materi yang akan dibahas di kongres. Konsep imamah dalam konstitusi adalah acuan bagaimana kwalitas pemimpin HMI bisa dipertanggungjawabkan kedepan. Jangan main-main, ungkap Saryo.

Jondhi ketua panitian Kongres dan Ketua PTK HMI cabang Yogyakarta menyatakan bahwa soal kriteria imamah itu tidak perlu dimasukkan dalam Anggaran Dasar HMI. Itu cukup dalam Tata tertib yang akan dibahas bersama oleh teman-teman cabang. Sedangkan menurut Roni, kriteria itu akan menjadi perdebatan dimana posisi aturan itu akan ditempatkan?, di Anggaran Rumah Tangga ataukah dalam Tata Tertib saja?, jelas kalau dalam Anggaran Dasar ini akan berpengaruh bagi pertanggungjawaban kwalitas ketua umum PB HMI kedepan. Tidak sekedar berlaku sesaat sewaktu kongres sesuai dengan Tata tertib yang ada.

Tidak kalah ramai ketika muncul wacana tentang nama HMI, perlu dirubah atau tidak?, atau perlu jalan Islah dengan membuat tim khusus?, Tim Pekerja Kongres dalam beberapa kesempatan pertemuan mengibaratkan perubahan nama HMI dalam konstitusi, HMI perlu belajar sama PDI-P. PDI jelas kondisinya pecah dan dipecahkan ketika rezim orde baru tapi PDI yang asli tetap kokoh walau berganti nama. namanya PDI itu ya.. PDI Megawati yang kita kenal PDI-P. Jadi kalau HMI ya HMI (MPO) tidak yang lain, tukas Roni.

Menjawab hasil diskusi sementara di TPK soal sinyal perubahan nama, Umam ketua HMI cabang Wonosobo menyatakan bahwa HMI cabang Wonosobo siap akan mendirikan HMI perjuangan jika HMI Islah. HMI harus tetap HMI MPO. Tidak boleh Islah. Tidak ada kamus islah bagi cabang Wonosobo. Jika Islah HMI Wonosobo siap menyediakan kantor PB HMI perjuangan. Makanya Umam mengusulkan harus ada kejelasan di Anggaran Dasar ini, biar tidak berlarut-larut perdebatan islah. Saya sepakat perubahan nama HMI menjadi HMI-MPO dalam konstitusi asalkan satu tidak Islah!, jelas Umam.

Diskusi yang dilaksanakan HMI Badko Inbagteng ini akhirnya disudahi jam 13.30 siang. Dengan harapan bahwa cabang-cabang di tengah serius mempersiapkan secara matang materi kongres. Terutama terkait Program Kerja Nasional dan Struktur ke HMI-an yang masih legislatif heavy. Acara berhenti untuk Ishoma dan dilanjutkan dengan diskusi tentang perkaderan dan Rapat Pimpinan Cabang HMI se-Inbagteng. Diskusi perkaderan diisi oleh Mahlani seorang alumni yang juga mantan ketua perkeran PB HMI. Sedangkan Rapincab dipimpin oleh Moh. Syafi’ie ketua HMI Badko Inbagteng. Sehingga agenda diskusi dan rapincab HMI Badko Inbagteng kerjasama dengan KPN dan HMI cabang Sleman terkesan padat.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

pao hmi cabang ponorogo
mengadakan gerakan disiplin organisasi

mari kita saling bersilaturahmi
cp.085233751093

Designed by - alexis 2008 | ICM