21 Mei 2008

POSITION PAPER DAN SIKAP POLITIK HMI BADKO INBAGTENG
TERHADAP CALON GUBERNUR DAN CALON WAKIL GUBERNUR

DALAM PILKADA JAWA TENGAH 2008


PENDAHULUAN

Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang menyebutkan bahwa “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan“. Selanjutnya dalam Pasal 56 dijelaskan bahwa “ Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil “. UU Pemda mengamanahkan suatu perhelatan akbar adanya pemilihan kepada daerah secara langsung (Pilkada), dimana rakyat dapat menetukan pilihan kepala calon-calon yang akan memimpin daerahnya masing-masing. Pesta demokrasi lokal ini tentunya bukan tidak mungkin memiliki persoalan mendasar, oleh karenanya UU Pemda dengan tegas mengarahkan agar seluruh rangkaian proses Pilkada itu dapat berjalan dengan demokratis dan jurdil (jujur-adil).
Otonomi daerah telah membawa perubahan cukup signifikan dalam sistem tata pemerintahan daerah. Pemda memang lebih leluasa dalam menata alur kerja dan pengembangan pemerintahan. Akan tetapi di sisi lain otonomi daerah menyisakan permasalahan yang cukup komplek terutama dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada). Arena pentas demokrasi lokal itu membuahkan konflik yang berkepanjangan bahkan ikut menyeret elit-elit di pusat. Beberapa Pilkada kontroversial seperti Maluku Utara, Sulawesi, Sumatera dan beberapa daerah lainnya yang berujung pada tindakan anarkisme dan menimbulkan instabilitas daerah. Pilkada tak ubahnya seperti pisau bermata dua, satu sisi sebagai upaya demokratisasi sedang sisi lain bisa menjelma politik anarki (kekerasan dan konflik) jika tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Beberapa minggu kedepan, Jawa Tengah juga akan menyongsong pemilihan kepala daerah, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur yang nantinya akan menata pemerintahannya di wilayah hukum Jawa Tengah. Berbagai persiapan telah dilakukan termasuk kampanye masing-masing calon yang dengan gencar melakukan upaya untuk menarik simpati para pemilih. Yang pasti masyarakat Jawa Tengah saat ini dihadapkan pada pilihan beberapa kandidat Cagub-Cawagub yang memiliki masing visi dan misi untuk memimpin Jawa Tengah Kedepan.
Dalam konteks inilah Himpunan Mahasiswa Islam Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah (HMI Badko Inbagteng) beserta HMI Cabang yang di wilayah Indonesia bagian tengah akan senantiasa mengawal prosesi Pilkada Cagub-Cawagub Jawa Tengah serta memberikan catatan-catatan kritis terhadap semua persoalan di Jawa Tengah, idealita-realitas Pilkada kekinian, sikap politik yang tertuang dalam position paper ini. HMI Badko Inbagteng berharap bahwa Pilkada Cagub-Cawagub Jawa Tengah akan menjadi tonggak proses demokratisasi di Jawa Tengah bukan hanya sekedar ajang pentas elit-elit lokal tanpa adanya strategic plan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah di masa mendatang.


REALITAS PILKADA JAWA TENGAH

Idealita Pilkada
  • Pilkada merupakan pengejawantahan cita-cita otonomi daerah, yang harapannya mengangkat derajat masyarakat lokal dengan berbagai kebijakan pemerintah daerah yang bervisi kedaerahan.
  • Pilkada merupakan metodologi penjaringan kepemipimpinan, dari rakyat daerah untuk rakyat daerah
  • Mendorong good Governance pemerintah daerah, antara pemerintah, sektor privat dan civil society yang bersinergi dengan baik dan tidak saling menghianati

Realitas Pilkada Kekinian
  • Membutuhkan pendanaan yang teramat besar dari APBD
  • Mendorong lahirnya konflik sosial-agama masyarakat daerah, dan berlanjut setelah pilkada selesai
  • Menggunakan cara-cara lama, politik uang (money politic) dan preman
  • Tidak terbangunnya partisipasi publik (transparansi calon pemimpin, peraturan yang berpihak publik, sosialisasi, dan fit and proper test calon pemimpin daerah)
  • Kuatnya intervensi partai politik dalam pilkada, termasuk kontrak politik parpol dengan calon pemimpin daerah
  • Kuatnya jejaring calon pemimpin daerah dengan pemegang modal yang berkepentingan dengan proyek daerah
  • Meniadanya kontrak politik calon pemimpin daerah dengan masyarakat sipil (civil society)
  • Saat ini menguat kembali mempertanyakan kualitas pilkada (Kompas, 26 Januari 2008)

Problem Spesifik Pilkada Jawa Tengah
  • Tidak adanya partisipasi publik, mulai dari perumusan peraturan, transparansi, sosialisasi sampai dengan fit and proper test calon cagub dan cawagub Jawa Tengah.
  • Kuatnya Intervensi partai politik dalam pencalonan cagub dan cawagub, (tentunya pemegang modal lokal yang berkepentingan dengan misi proyek kedaerahan di Jawa Tengah).
  • Indikasi politik uang menguat (Suara Merdeka, 29 April 2008)
  • Salah satu survei menyatakan bahwa mayoritas pemilih Pilkada Jawa Tengah mendasarkan pilihan politiknya atas kepentingan pragmatis.
  • Rata-rata calon cagub cawagub merupakan representari dari kelompok status quo, dan tercatat ada calon yang sudah menjadi tersangka korupsi.
  • Tidak jelasnya visi-misi calon cagub-cawagub Jawa Tengah, menyebabkan partisipasi aktif masyarakat yang lemah
  • Kekuatan tawar masyarakat lemah dibandingkan daya tawar partai politik dan para pemegang modal
LANDASAN SIKAP POLITIK HMI BADKO INBAGTENG TERHADAP CALON GUBERNUR DAN CALON WAKIL GUBERNUR DALAM PILKADA JAWA TENGAH

LANDASAN KONSTITUSIONAL

A. Pedoman Kerja Nasional (PKN) HMI Kongres ke-26
Bab. III Dimensi Struktur Organisasi No. 3
Melakukan Penguatan Jaringan Kenegaraan Diseluruh Struktur Pimpinan Hmi Dalam Meningkatkan Kualitas Peran Kelembagaan

Perlu dipahami satu hal oleh organisasi HMI bahwa “Negara” bukanlah “Entitas Haram”. Keberpihakan kepada kehidupan manusia tidak bisa dilahirkan dengan mengesampingkan peran negara yang secara nyata memiliki pengaruh cukup besar dalam pembentukan kualitas hidup. Ikut berperan dalam pembentukan negara harus juga dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga kenegaraan. Bahwa lembaga kenegaraan menjadi entitas yang harus diarahkan, menuntut HMI tidak bisa menjauhkan dirinya. Kerjasama dan pengendalian yang baik dapat dilakukan dengan menjaga kemandirian dan independensi organisasi. Nilai tambah dalam kerjasama dengan entitas negara dalam pembentukan masyarakatpun akhirnya dapat diperoleh.

Bab. V Wilayah Kebijakan dalam Politik dan Pemerintahan

1. Memperkuat Sistem Demokrasi
  • Membuka pintu akan adanya calon independen dalam sistem kepemimpinan negara.
  • Mendukung penguatan lembaga legislatif dari perwakilan daerah dalam sistem demokrasi negara.
  • Berperan dalam aktifitas yang memperkuat sistem demokrasi di negara Indonesia.

2. Memperkuat Desentralisasi Ke Daerah
  • Menjalankan desentralisasi aparatur negara sehingga sistem aparatur negara tidak ditangan pusat.
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat daerah untuk penguatan sistem kedaerahan

B. Petikan Hasil Simposium Gerakan HMI
“Menuju Pemilu yang Demokratis, Bermartabat dan Menyejahterakan” (Semarang, 12 April 2008)

Latar Belakang :
  • Adanya kemajuan sistem dan kultur demokrasi di Indonesia.
  • Transisi demokrasi yang menuntut HMI untuk mengambil peran-peran yang lebih strategis-konstruktif dalam konteks development of democracy.
  • Pemilu kini menjadi satu “medan kontestasi” yang paling rasional, memungkinkan dan signifikan bagi artikulasi kepentingan civil society.
  • Tuntutan agar Pemilu tidak hanya berlangsung secara demokratis, sehat, bermartabat, tetapi juga memiliki korelasi yang erat dengan proses pensejahteraan rakyat

Tujuan :
  • Melakukan political education kepada publik.
  • Mengoptimalkan partisipasi dan artikulasi kepentingan politik elemen civil society.
  • Memastikan proses politik pada Pemilu 2009 berjalan secara demokratis, bermartabat dan memberikan real effect terhadap pensejahteraan rakyat.

Positioning ; Politik Strategis :
1. Tidak terjebak lagi dalam opsi MENOLAK atau MENERIMA.
2. Tidak ikut dalam proses dukung-mendukung figur.
3. Mendorong penguatan institusi pemilu dan peran (pendidikan politik) partai.
4. Memainstreaming aprroach (pilihan politik) masyarakat yang berbasis program, kompetensi dan kapabilitas, bukan “figuritas”.


SIKAP POLITIK GERAKAN HMI INBAGTENG TERHADAP CALON GUBERNUR DAN CALON WAKIL GUBERNUR DALAM PILKADA JAWA TENGAH 2008

Hasil Rapat Pimpinan Cabang HMI Inbagteng, Wonosobo, 13 Mei 2008

1. Menolak Cagub-Cawagub yang terindikasi dan atau terbukti korup
2. Menolak Cagub-Cawagub yang menjadi bagian dan atau pro status quo
3. Mendesak Cagub-Cawagub untuk turun kepada masyarakat
4. Mendesak transparansi track record Cagub-Cawagub dan dipublikasi
5. Ikut mengupayakan dan terlibat dalam kontrak politik Cagub-Cawagub
6. Melakukan edukasi politik kepada masyarakat
7. Mengawal Pilkada Damai, dengan pendekatan tokoh-tokoh masyarakat
8. Menjaga independensi organisasi HMI dengan tidak terlibat dalam dukung-mendukung Cagub-Cawagub dan atau terlibat dalam partai politik.
9. Menegur secara struktural konstituonal apabila terdapat pengurus ataupun kader yang terbukti terlibat dalam dukung mendukung Cagub-Cawagub dan atau terlibat dalam partai politik.
10. Bentuk perjuangan dibenarkan konfliktual ataupun kemitraan sesuai konteks kondisi dan situasi lokal HMI Cabang-cabang. Sedangkan strateginya lewat aliansi lintas gerakan, media, kontrak politik, dialog, dan komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat.

0 komentar:

Designed by - alexis 2008 | ICM