Aksi Hari Buruh Selalu Disikapi Represif
Oleh Nasrulloh
Purwokerto, (Inbangteng Cyber Media)
Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Persaudaraan Rakyat Banyumas untuk Solidaritas Perjuangan Buruh (PRB-SPB) akhirnya mengurungkan niatnya untuk minta RRI Purwokerto untuk menyiarkan tuntutannya dalam pembelaan buruh (1/5). Ketika tiba di depan RRI, demonstran dipukul, diseret dan dimasukkan secara paksa ke truk polisi oleh puluhan polisi (jumlah polisi lebih banyak dari demonstran, lebih dari satu peleton) yang sudah menunggu.
Awalnya, aksi yang hanya diikuti oleh FMN dan HMI (MPO) dan start dari kampus Unsoed berjalan lancar. Teriakan ”Sembako mahal siapa tanggungjawab” dijawab kompak oleh peserta ”SBY-Kalla harus tanggungjawab” ”Naikan UMK” ”Sekarang juga”, dan nyanyian perjuangan; buruh tani, bergerak dan bersatu dikumandangkan dengan fasih oleh peserta aksi.
Awalnya, aksi yang hanya diikuti oleh FMN dan HMI (MPO) dan start dari kampus Unsoed berjalan lancar. Teriakan ”Sembako mahal siapa tanggungjawab” dijawab kompak oleh peserta ”SBY-Kalla harus tanggungjawab” ”Naikan UMK” ”Sekarang juga”, dan nyanyian perjuangan; buruh tani, bergerak dan bersatu dikumandangkan dengan fasih oleh peserta aksi.
Namun, aksi yang menuntut menghapus sistem kontrak pada buruh kemudian menjadi tegang, setelah satu truk berisi satu peleton pasukan polisi, satu mobil polisi, dan mobil pick up polisi menghadang demonstran di Jl Ovista Isdiman dan meminta supaya aksi tidak teruskan. Percekcokan muncul antara Korlap, Ahmad Taqiyudin, ketua FMN kota Purwokerto dengan salah satu pimpinan polisi.
”Aksi ini tidak mempunyai izin, dan juga diadakan pada hari libur. Sebaiknya jangan teruskan aksi ini, kalau tidak mau kami bubarkan paksa” kata pimpinan polisi, yang tercantum nama Pujiono pada dada kirinya, dengan satu peleton pasukan polisi dengan wajah tidak cooperative dibelakangnya mendesak demonstran untuk mengentikan aksi saat itu juga.
”Pasal UUD 45 ayat 28 menyatakan kebebasan berpendapat. Kenapa ketika kami mencoba mengaspirasikan suara untuk solidaritas buruh, demi kesejahteraan buruh, tidak diperbolehkan bapak?” balas Taqi.
Sementara aksi terhenti, dan negosiasi dengan polisi berlangsung sengit. Para demonsrtan ”panas”, sementara untuk mengatur massa yang marah karena aksinya dicegah, wakorlap aksi mengambil alih posisi korlap yang sedang negosiasi ”Bagaimana rakyat Indonesia akan pintar, kalau mengaspirasikan dengan turun jalan saja dihalang-halangi seperti ini” sindir wakorlap dengan keras dihadapan massa dan polisi, yang kemudian dibalas suara ”huuuuu” oleh massa.
”Indonesia gagal sebagai negara, kalau berpendapat saja tidak boleh” wakorlap meneruskan, dan mendapat dukungan para demonstran. Sementara wartawan, baik cetak maupun elektronik tidak lama kemudian muncul, dan mengambil gambar.
Negosiasi berjalan alot, lebih dari tiga puluh menit akhirnya polisi mengalah, dan memperbolehkan demonstran untuk meneruskan perjalanan menuju RRI Purwokerto.
Tidak lebih dari tigapuluh meter dari pengadangan polisi sebelumnya, tepatnya di perempatan kebondalem, persolan baru muncul, ketika polisi mengarahkan aksi untuk berbelok ke arah kanan Jl Gatot Soebroto. Demontrstran menolak, demontsran tetap bersikeras untuk jalan lurus. Hal itu menyebabkan demonstran berhenti tepat di perempatan, dan menyebabkan kemacetan kendaraan sejauh 50 meter. Melihat kemacetan semakin mengggangu, untuk kedua kalinya akhirnya polisi mengalah kembali dan membolehkan demonstran untuk lurus melewati Jl Ahmad Yani.
Meneruskan perjalanan, massa yang sudah berjalan sekilar 1 km belum terlihat lelah, teriakan pimpinan aksi ”Minyak goreng mahal, siapa tanggung jawab?” dengan semangat dibalas oleh massa ”SBY-Kalla”. Setelah melewati Jl Ahmad Yani, Massa kemudian berbelok ke arah Jl Jenderal Soedirman menuju RRI Purwokerto.
Massa kaget, ketika mulai mendekat ke RRI, puluhan polisi dengan peralatan lengkap, yang telah menghadang sebelumnya sudah berada di depan pintu gedung RRI yang tertutup. Massa terus maju menuju RRI yang sudah dikawal puluhan polisi.
Sekitar lima meter jarak demonstran dengan polisi, demonstran berhenti untuk merapatkan barisan. ”Satu komando satu barisan, maju tiga langkah untuk Indonesia sejahtera” Korlap memberi komando.
Seorang polisi, yang ternyata lebih tinggi pangkatnya dengan pemimpin polisi sebelumnya mengambil alih, dengan lebih keras polisi tersebut bersuara ”Jangan lanjutkan aksi ini sekarang juga, atau kami bubarkan paksa” katanya.Tidak menjadi takut, demonstran malah terus mencoba tetap menembus pintu yang dihalangi polisi ”Dua langkah maju kawan-kawan” kata wakorlap berganti.
Tidak lebih dari lima menit setelah polisi tersebut mengeluarkan ancamannya, tindakan nyata muncul. Tanpa menunggu komando, puluhan polisi muda yang berada di depan pintu RRI, dengan semangat, dan buas mengejar Korlap yang berada di tengah-tengah. Sementara wakorlap yang berada paling depan demonstran dan paling dekat dengan puluhan polisi digeret dan didorong tiga polisi dan memaksanya masuk ke truk polisi yang tepat di sebelah kiri demonstran.
Kekacauan terjadi, ketika pimpinan aksi menjadi target utama polisi, menyebabkan massa tidak teratur dan dengan mudah diseret paksa untuk masuk ke truk. Pukulan, keroyokan dan pentungan tidak ragu polisi lakukan. Demonstran mencoba melawan dan tidak mau diangkut ke truk, namun sia-sia, demonstran yang hampir semuanya mahasiswa dengan tubuh kurus tidak mampu menghindari pukulan, pentungan, bahkan keroyokan dan melemparnya ke truk polisi.
Tercatat, dua demontsran mendapat perlakuan keras dari polisi. Pertama; David ’FMN’, yang mencoba berontak ketika diangkut, mendapat kepungan lebih dari enam polisi dan menjadi bulan-bulan polisi yang memukul ke arah mukanya. Akibat pukulan-pukulan tersebut, david mendapatkan luka serius di bagian muka dan matanya memerah. Kemudian Arif Budiman, Ketua HMI (MPO) Cabang Purwokerto, yang sedang membawa bendera, tangannya dipukuli dengan tongkat, dan terjadi tarik-menarik antara polisi,yang menyebabkan lengan tangannya mengalami cedera serius.
Tidak kurang dari tigapuluh menit, semua demonstran berhasil dimasukkan ke truk polisi, yang kemudian dibawa ke Polres Banyumas di Karang Jambu. Di Polres, percekcokan antara polisi dan demonstran kembali muncul ketika demonstran langsung diminta untuk menjalani pemeriksaan. ”Kami tidak melakukan tindak kriminal, jadi anda (polisi) tidak berhak memaksa kami untuk menjalani pemeriksaan” kata Taqi.
Polisi kemudian menarik Taqi masuk ke sebuah ruangan untuk diperiksa. Kemudian wakorlap, dan semua demonstran dipaksa menjalani pemeriksaan. Lebih dari empat jam pemeriksaan berlangsung, baru sekitar pukul 16.00, demonstran diperbolehkan pulang, dengan menyisakan Taqi, yang dipaksa menandatangani berita acara sebagai tersangka.
Aksi yang dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi solidaritasnya untuk perjuangan buruh, akhirnya disikapi represif oleh polisi. ”Represifitas polisi tidak berarti apa-apa. Tapi esensi aksi hari buruh untuk pembelaan terhadap buruh supaya lebih sejahtera ini menjadi sia-sia karena ulah polisi yang tidak memperkenankan kami untuk menyuarakannya, dan berujung rusuh” kata Arif Budiman.
Desakan PRB-SPB pada pemerintah daerah Banyumas dan pemerintah pusat :
1. Naikkan UMK/UMR sesuai dengan kebutuhan hidup layak
2. Hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing
3. Kebebasan Berserikat bagi Buruh
4. Turunkan Harga Sembako
5. Ciptakan lapangan kerja seluas-luasnya
6. Pembebasan lahan untuk rakyat
”Aksi ini tidak mempunyai izin, dan juga diadakan pada hari libur. Sebaiknya jangan teruskan aksi ini, kalau tidak mau kami bubarkan paksa” kata pimpinan polisi, yang tercantum nama Pujiono pada dada kirinya, dengan satu peleton pasukan polisi dengan wajah tidak cooperative dibelakangnya mendesak demonstran untuk mengentikan aksi saat itu juga.
”Pasal UUD 45 ayat 28 menyatakan kebebasan berpendapat. Kenapa ketika kami mencoba mengaspirasikan suara untuk solidaritas buruh, demi kesejahteraan buruh, tidak diperbolehkan bapak?” balas Taqi.
Sementara aksi terhenti, dan negosiasi dengan polisi berlangsung sengit. Para demonsrtan ”panas”, sementara untuk mengatur massa yang marah karena aksinya dicegah, wakorlap aksi mengambil alih posisi korlap yang sedang negosiasi ”Bagaimana rakyat Indonesia akan pintar, kalau mengaspirasikan dengan turun jalan saja dihalang-halangi seperti ini” sindir wakorlap dengan keras dihadapan massa dan polisi, yang kemudian dibalas suara ”huuuuu” oleh massa.
”Indonesia gagal sebagai negara, kalau berpendapat saja tidak boleh” wakorlap meneruskan, dan mendapat dukungan para demonstran. Sementara wartawan, baik cetak maupun elektronik tidak lama kemudian muncul, dan mengambil gambar.
Negosiasi berjalan alot, lebih dari tiga puluh menit akhirnya polisi mengalah, dan memperbolehkan demonstran untuk meneruskan perjalanan menuju RRI Purwokerto.
Tidak lebih dari tigapuluh meter dari pengadangan polisi sebelumnya, tepatnya di perempatan kebondalem, persolan baru muncul, ketika polisi mengarahkan aksi untuk berbelok ke arah kanan Jl Gatot Soebroto. Demontrstran menolak, demontsran tetap bersikeras untuk jalan lurus. Hal itu menyebabkan demonstran berhenti tepat di perempatan, dan menyebabkan kemacetan kendaraan sejauh 50 meter. Melihat kemacetan semakin mengggangu, untuk kedua kalinya akhirnya polisi mengalah kembali dan membolehkan demonstran untuk lurus melewati Jl Ahmad Yani.
Meneruskan perjalanan, massa yang sudah berjalan sekilar 1 km belum terlihat lelah, teriakan pimpinan aksi ”Minyak goreng mahal, siapa tanggung jawab?” dengan semangat dibalas oleh massa ”SBY-Kalla”. Setelah melewati Jl Ahmad Yani, Massa kemudian berbelok ke arah Jl Jenderal Soedirman menuju RRI Purwokerto.
Massa kaget, ketika mulai mendekat ke RRI, puluhan polisi dengan peralatan lengkap, yang telah menghadang sebelumnya sudah berada di depan pintu gedung RRI yang tertutup. Massa terus maju menuju RRI yang sudah dikawal puluhan polisi.
Sekitar lima meter jarak demonstran dengan polisi, demonstran berhenti untuk merapatkan barisan. ”Satu komando satu barisan, maju tiga langkah untuk Indonesia sejahtera” Korlap memberi komando.
Seorang polisi, yang ternyata lebih tinggi pangkatnya dengan pemimpin polisi sebelumnya mengambil alih, dengan lebih keras polisi tersebut bersuara ”Jangan lanjutkan aksi ini sekarang juga, atau kami bubarkan paksa” katanya.Tidak menjadi takut, demonstran malah terus mencoba tetap menembus pintu yang dihalangi polisi ”Dua langkah maju kawan-kawan” kata wakorlap berganti.
Tidak lebih dari lima menit setelah polisi tersebut mengeluarkan ancamannya, tindakan nyata muncul. Tanpa menunggu komando, puluhan polisi muda yang berada di depan pintu RRI, dengan semangat, dan buas mengejar Korlap yang berada di tengah-tengah. Sementara wakorlap yang berada paling depan demonstran dan paling dekat dengan puluhan polisi digeret dan didorong tiga polisi dan memaksanya masuk ke truk polisi yang tepat di sebelah kiri demonstran.
Kekacauan terjadi, ketika pimpinan aksi menjadi target utama polisi, menyebabkan massa tidak teratur dan dengan mudah diseret paksa untuk masuk ke truk. Pukulan, keroyokan dan pentungan tidak ragu polisi lakukan. Demonstran mencoba melawan dan tidak mau diangkut ke truk, namun sia-sia, demonstran yang hampir semuanya mahasiswa dengan tubuh kurus tidak mampu menghindari pukulan, pentungan, bahkan keroyokan dan melemparnya ke truk polisi.
Tercatat, dua demontsran mendapat perlakuan keras dari polisi. Pertama; David ’FMN’, yang mencoba berontak ketika diangkut, mendapat kepungan lebih dari enam polisi dan menjadi bulan-bulan polisi yang memukul ke arah mukanya. Akibat pukulan-pukulan tersebut, david mendapatkan luka serius di bagian muka dan matanya memerah. Kemudian Arif Budiman, Ketua HMI (MPO) Cabang Purwokerto, yang sedang membawa bendera, tangannya dipukuli dengan tongkat, dan terjadi tarik-menarik antara polisi,yang menyebabkan lengan tangannya mengalami cedera serius.
Tidak kurang dari tigapuluh menit, semua demonstran berhasil dimasukkan ke truk polisi, yang kemudian dibawa ke Polres Banyumas di Karang Jambu. Di Polres, percekcokan antara polisi dan demonstran kembali muncul ketika demonstran langsung diminta untuk menjalani pemeriksaan. ”Kami tidak melakukan tindak kriminal, jadi anda (polisi) tidak berhak memaksa kami untuk menjalani pemeriksaan” kata Taqi.
Polisi kemudian menarik Taqi masuk ke sebuah ruangan untuk diperiksa. Kemudian wakorlap, dan semua demonstran dipaksa menjalani pemeriksaan. Lebih dari empat jam pemeriksaan berlangsung, baru sekitar pukul 16.00, demonstran diperbolehkan pulang, dengan menyisakan Taqi, yang dipaksa menandatangani berita acara sebagai tersangka.
Aksi yang dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi solidaritasnya untuk perjuangan buruh, akhirnya disikapi represif oleh polisi. ”Represifitas polisi tidak berarti apa-apa. Tapi esensi aksi hari buruh untuk pembelaan terhadap buruh supaya lebih sejahtera ini menjadi sia-sia karena ulah polisi yang tidak memperkenankan kami untuk menyuarakannya, dan berujung rusuh” kata Arif Budiman.
Desakan PRB-SPB pada pemerintah daerah Banyumas dan pemerintah pusat :
1. Naikkan UMK/UMR sesuai dengan kebutuhan hidup layak
2. Hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing
3. Kebebasan Berserikat bagi Buruh
4. Turunkan Harga Sembako
5. Ciptakan lapangan kerja seluas-luasnya
6. Pembebasan lahan untuk rakyat
0 komentar:
Posting Komentar