16 Agustus 2008

Hukum

Skandal DPR- BI :

akankah menjadi the never ending scandal ?

Belum tuntas kasus Hamka Yandu, kini muncul kembali pengakuan salah satu anggota dewan yang mengaku menerima aliran dana BI. Kasus ini emakin menunjukkan titik terang. KPK terus bekerja tanpa lelah. Publik hanya mencibir melihat anggota dewan yang terhormat itu berurusan dengan KPK. Citra anggota dewan memang sedang terpuruk. Bahkan tak jarang para pengamat memberi label DPR sebagai salah satu mother of corruption (induknya korupsi) tempat bersarangnya mafia senayan-sebagaimana dipopulerkan Slank.

Kita memang harus mendukung penegakan hukum yang dilakukan KPK untuk menyapu bersih Senayan dari tikus-tikus kantor yang menggerogoti uang rakyat. Namun, bagaimana dengan Pemilu 2009? Bukankah kita harus memilih para wakil kita di sana? Masihkah rakyat percaya pada wakil-wakilnya jika setiap saat diberi amanat ujung-ujungnya selalu berkhianat? , jika diberi dukungan kelak mereka akan lupa terhadap para pendukungnya? dan jika mereka berjanji tak pernah ditepati.

Skandal aliran dana Bank Indonesia (BI) harus segera terungkap secara keseluruhan, tidak tebang pilih. Hukum harus equal, semua yang terlibat harus ditindak sesuai prosedur hukum. Kita memang sangat tidak berharap skandal seperti ini akan terulang di masa-masa mendatang. Jangan biarkan generasi bangsa mendatang masih mendengar berita yang sama, yaitu berita tentang skandal. Tak ada seorang pun di bumi nusantara ini yang ingin agar skandal itu menjadi the never ending scandal, jika tidak, maka virus-virus korupsi akan meracuni anak bangsa di masa depan. Untuk lebih mendalami informasi ini, kami sertakan info terkait.


Skandal DPR-BI Baru Terkuak Lagi
Anggota Dewan Akui Terima Rp 500 Juta

Jakarta, Kompas (16/8) - Penyelidikan kasus aliran dana Bank Indonesia ke Dewan Perwakilan Rakyat belum usai, terkuak lagi skandal baru. Seorang anggota Dewan mengaku pada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mendapat uang Rp 500 juta, tak lama setelah pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada Juni 2004.
Informasi yang diperoleh Kompas, anggota DPR yang mengakui itu, adalah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP). Agus kini anggota Komisi II DPR.
Saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (15/8), Agus mengaku, dua kali diperiksa KPK, yakni pada 4 Juli dan 8 Juli 2008. Ia diperiksa sebagai saksi dalam perkara aliran dana BI ke anggota DPR periode 1999-2004 dengan tersangka anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) Hamka Yandhu.
Agus mengakui kepada KPK, ia menerima dana Rp 500 juta, seusai pemilihan Deputi Senior Gubernur BI. Ia mengaku terus terang karena khawatir KPK sudah memiliki data dan bukti tentang kasus itu. ”Kalau KPK punya bukti, saya malah repot. Jadi, lebih baik jujur saja ngomong apa adanya agar tak jadi beban,” paparnya.
Agus juga mengaku mengembalikan uang itu ke KPK dalam bentuk mobil Mercedez C 200 dan Hyundai X Caviar.
Juru bicara KPK Johan Budi SP saat dikonfirmasi soal ini belum mau bicara banyak. Ia hanya mengatakan, ”Nanti saya cek dulu. Yang jelas kami masih terus memperdalam aliran dana BI.”
Kronologi
Menurut Agus, awalnya ia ditanya penyidik KPK apakah pernah menerima uang Rp 250 juta dari Hamka. Dia menjawab tidak pernah menerima uang itu. Kalau menerima, uang itu diterima begitu pindah ke Komisi IX. Uang itu besarnya Rp 25 juta.
Penyidik KPK juga menanyakan apakah pernah menerima uang dari Dudhie Makmun Murod, anggota F-PDIP yang disebut Hamka sebagai perantara menyalurkan dana ke sejumlah anggota PDI-P. Agus menceritakan pada KPK, ia pernah menerima uang dari Dudhie, tetapi untuk kepentingan lain. ”Saat saya kasih tahu Rp 500 juta, penyidik KPK kaget,” papar Agus lagi.
Uang itu diterima sekitar dua minggu setelah uji kelayakan dan kepatutan calon Deputi Senior Gubernur BI yang memenangkan Miranda Goeltom. Uang itu diserahkan oleh Dudhie dalam bentuk 10 lembar travel check BII, dengan pecahan Rp 50 juta.
Agus mengaku menerima uang itu bersama anggota Komisi IX dari F-PDIP yang lain. Seingatnya ada sekitar empat orang. Uang itu diserahkan di ruang kerja Emir Moeis, Ketua Komisi IX DPR.
Saat dikonfirmasi, Emir membantah menerima uang itu. ”Saya tidak pernah menerima dana itu,” tegasnya. Ia juga membantah kalau uang itu dibagikan di ruang kerjanya. (sut/vin)

0 komentar:

Designed by - alexis 2008 | ICM