16 Agustus 2008

Politik

Membedah Ideologi Parpol

Membincang seputar ideologi memang tidak akan ada habisnya. Terlebih lagi jika dikontekskan dengan ideologi partai politik. Tahun ini suhu politik sudah mulai panas. Mesin politik dalam wujud partai politik sudah dihidupkan. Bahkan ketika KPU sudah menetapkan Parpol peserta Pemilu 2009 dan jadwal kampanyepun dimulai serangkaian aksi simpatik semakin gencar digelar. Tujuannya adalah ‘merayu’ dan sekaligus mengambil hati rakyat agar memberikan dukungan.

Sekilas memang tidak ada yang berubah dengan Parpol di Negara kita, kecuali perubahan simbolik, namun secara substanstif ideologi parpol tetaplah sama. Yaitu mendukung kekuasaan. Kemudian bila kekuasaan yang didukung maka tidak akan lepas dari apa yang disebut ‘money politic’. Kita memang tidak hendak berasumsi bahwa semua Parpol itu ‘mata duitan’ tetapi memang faktanya Parpol itu butuh uang. Tanpa suntikan ‘dana segar’ Parpol tidak akan bisa survive apalagi setiap parpol punya calon tersendiri yang harus didukung. Untuk lebih jelas, kami sarikan informasi terkait bagaimana sebenarnya ideologi Parpol di masa mendatang. Masihkah sama atau sudah berubah ?


Ideologi Parpol ke Depan Lebih Didasarkan Uang
Jakarta, Kompas (16/8) - Ideologi partai politik ke depan lebih didasarkan pada uang, bukan hal-hal seperti keyakinan perjuangan. Kondisi ini membuat tidak ditemukan banyak perbedaan antarpartai politik. Peran figur menjadi amat penting dalam politik.
”Ini merupakan salah satu aspek dari liberalisasi politik yang terjadi, di mana peran pasar menjadi amat penting. Parpol yang umumnya masih belajar dituntut mengikuti kebutuhan pasar agar tetap eksis,” kata Wakil Sekjen Partai Golkar Rully Chairul Azwar dalam diskusi ”Kompetisi dan Kartelisasi Partai di Indonesia”, Jumat (15/8) di Jakarta.
Pembicara lain dalam acara ini adalah politisi dari PDI-P, Heri Akhmadi, dan pengajar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gadjah Mada, Dodi Ambardi.
Menurut Heri, pentingnya uang dalam politik antara lain didorong mahalnya biaya politik. ”Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan contohnya. Ada yang bilang, untuk mengangkat pasir saja ada biayanya, apalagi mengangkat seorang kepala daerah,” katanya.
Politik Indonesia yang lebih mementingkan citra dan bukan rekam jejak juga makin menambah mahal biaya politik. Sebab, untuk membuat citra, dibutuhkan sejumlah cara seperti iklan.
Besarnya biaya politik ini, tutur Dodi, telah membuat kompetisi antarparpol hanya terjadi saat pemilu. Seusai pemilu, kompetisi juga berakhir dan yang muncul adalah koalisi melebihi ukuran yang merangkum hampir semua parpol dan mengabaikan seleksi berdasarkan ideologi.
”Kelompok parpol yang bergerak bersamaan dan mengabaikan posisi ideologis serta ditambah absennya oposisi ini menyerupai kartel,” kata Dodi.
Munculnya kasus-kasus seperti aliran dana Bank Indonesia ke sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 serta aliran dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan merupakan contoh hampir semua parpol memburu rente dari dana nonbudgeter.
”Hilangnya kompetisi antar- parpol seusai pemilu ini telah menghilangkan sejumlah kebajikan dalam kompetisi seperti adanya kontrol dari pihak yang kalah,” papar Dodi. (NWO)

0 komentar:

Designed by - alexis 2008 | ICM