16 Agustus 2008

Opini

Islah HMI : Keniscayaan Taubat Bagi HMI Dipo

Imam Nawawi*

Sebagai kader yang dibesarkan HMI MPO saya memberanikan diri untuk menggoreskan pena dan sedikit memberikan pandangan tentang Islah HMI. Meski mungkin nanti ada hal-hal yang bersifat kontroversial maka kiranya teguran dan sapaan kelembutan agar hati ini kian mantap dengan kebenaran tidak terhambat karena kebodohan ini. Tentu hal ini sangat diharapkan akan hadir dari mereka yang benar-benar komitmen dengan kebenaran. Akan tetapi kebenaran tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk mengetahui. Kebenaran itu akan tampak dan selalu akan menerangi jiwa-jiwa yang memang secara fitrah mendambakan satu kedamaian dan ketentraman dengan tegaknya nilai-nilai kebenaran dan terejawantahkannya nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.

Erat hubungannya dengan kebenaran ini adalah kasus yang Allah perlihatkan melalui hamba-Nya yakni Bilal Bin Rabbah. Hamba sahaya ini tidak perlu menunggu sempurnanya al-Qur’an diturunkan untuk mengakui kebenaran Islam sebagai jalan hidup.


Hal ini menandakan bahwa kebenaran itu adalah satu perkara yang mudah untuk dimengerti. Hanya saja secara tidak sadar adanya rasa gengsi kadang kala menjadikan nurani harus rela mati meskipun lubuk hati paling dalam mengetahui kebenaran itu sendiri. Itulah mengapa selain Bilal, di sana juga terdapat Abu Jahal dan Abu Lahab sang pendusta hati nurani yang telah menyesatkan banyak orang.

Adanya nama Bilal menjadi bukti bahwa kebenaran itu ada. Dan eksisnya Abu Lahab juga tanda bahwa pembela kebathilan juga perkasa. Namun bagaimanapun kebenaran itu hanya satu. Klaim kebenaran hanya satu ini seringkali kita dengarkan dengan banyaknya pemberitaan. Dari sekian kalimat yang menunjukkan satu peristiwa atau berita, kemungkinannya hanya satu yang benar atau salah semua. Kemungkinan benar semua adalah satu hal yang sangat tidak mungkin terjadi.

Kesalahan dan kekhilafan adalah satu hal yang di-ma’fu dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun siapapun takkan pernah secara suka rela terus-menerus berada dalam kesalahan, kecuali karena ketidaktahuan atau kelupaannya. Terkait dengan hal ini sebagai salah satu gerakan Islam kontemporer, HMI diperhadapkan dengan satu kondisi yang mengharuskannya memilih tetap berada pada idealismenya atau eksis dengan menanggalkan idealismenya tersebut, yakni menerima atau menolak Pancasila sebagai azas organisasi menggantikan azas Islam yang selama ini menjadi ruh kelahiran dan eksistensi HMI di Indonesia.

Pemberlakuan Pancasila sebagai azas tunggal ternyata menjadi manuver politik yang bisa dibilang cukup berhasil dalam melanggengkan status quo pemerintahan orde baru. Setidaknya dengan cara tersebut pemerintah telah berhasil memecah belah persatuan dan soliditas kader-kader HMI yang sejak itu kemudian muncullah HMI Dipo dan HMI MPO. Di tempat lain saudara kita di PII juga mengalami “pembekukan” karena menolak Pancasila sebagai azas organisasinya.

Apa Dipo dan apa MPO tidak sulit untuk membedakannya. Dipo menerima Pancasila sebagai azas organisasi dan MPO adalah pihak yang menolak Pancasila sebagai azas organisasi. Siapa Dipo juga tidak sulit bagi kita untuk menentukannya. Nama besar Nur Cholis Majid dalam sejarah pemikiran Islam di Indonesia adalah sosok yang banyak memberikan warna terhadap eksistensi HMI Dipo hingga detik ini. Tokoh yang dibesarkan oleh media ini telah merubah segenap elemen fundamen HMI selama ini dengan ide dan pemikirannya yang sebenarnya merupakan produk asongan dari budaya Barat yang sangat “kumuh”. Bahkan Adian Husaini dalam satu bukunya menyatakan bahwa Nur Cholis Majid adalah tokoh sekularisme di Indonesia.

Akhirnya HMI Dipo tidak lagi menjadi gerakan mahasiswa Islam murni. Dipo kemudian secara sadar menerima Pancasila untuk selanjutnya berkelindan dengan pemerintahan orba yang tiranik-koruptif saat itu. Hingga saat ini alumni yang tampil mengisi kursi jabatan strategis di pemerintahan tidak lain adalah mereka yang “pro” dengan pemerintahan orde baru saat itu.

Oleh karena itu peristiwa telah berlangsungnya Islah pada kongres XXVI HMI di Palembang adalah satu peristiwa yang perlu kita cermati lebih baik lagi. Khususnya dari kader-kader MPO. Ishlah adalah satu hal yang sangat baik dan bahkan dianjurkan oleh ajaran Islam. Namun situasi dan kondisi saat ini mengharuskan semua kader HMI MPO untuk tidak tergesa-gesa bergembira dan segera mengambil keputusan. Apalagi dalam realitanya islah tersebut diklaim tidak melalui prosedur konstitusi yang dapat diterima oleh seluruh kader di MPO. Hal ini terbukti dengan pernyataan sikap Badko HMI Inbagteng.

Saya sendiri sebagai salah satu fungsionaris pengurus Cabang Surabaya juga sangat kaget dengan pemberitaan ishlah HMI di beberapa media massa. Hingga saat ini kebingungan di kalangan kader muda MPO masih belum terpecahkan khususnya di Cabang Surabaya. Oleh karena itu adalah satu tindakan yang sangat bijaksana jika MSO segera menindaklanjuti pernyataan sikap pengurus Badko Inbagteng dan mengakomodir aspirasi cabang-cabang untuk melakukan Kongres Luar Biasa. Karena kata yang tepat untuk kembalinya kekuatan HMI pada arti yang sesungguhnya bukanlah Ishlah tapi TAUBAT yang ditandai dengan meleburnya Dipo secara suka rela dan secara sadar menerima aturan konstitusi yang ada sebagai manhaj dan dasar gerakan membangun dan menuju Islam jaya. Khususnya Islam sebagai azas gerakan.

Sejarah telah membuktikan bahwa MPO adalah pihak yang tidak mengenal kompromi dengan segala bentuk kebathilan. Citra ini harus dipertahankan sekuat tenaga, termasuk di depan bujuk rayu para peminat kepentingan pribadi yang ingin menjadikan HMI sebagai alat untuk mewujudkan interes hewaninya. Apalagi hanya dengan sekedar satu kata “Ishlah”. Karena sudah sangat jelas mana yang salah dan mana yang benar. Jadi jangan ragu untuk bertahan di atas kebenaran ini. Jika Bilal saja rela ditindih batu besar di tengah terik mentari karena mempertahankan azas hidupnya (Islam) mengapa kita harus mati kutu di depan ancaman penguasa yang dholim (orde baru)? Tidak! MPO tidak boleh ishlah, apalagi jika harus merumuskan kembali AD/ART bersama mereka yang menerima Pancasila sebagai azas organisasinya. Yang harus terjadi adalah Dipo bertaubat dan secara suka rela melebur dan bersama-sama menegakkan kebenaran dan keadilan di atas azas Islam. Ishlah yang demikian adalah impian seluruh pecinta kebenaran.

* Pengurus HMI MPO Cabang Surabaya

0 komentar:

Designed by - alexis 2008 | ICM