31 Juli 2008

Pernyataan Sikap Badko atas Islah HMI

Pernyataan Sikap
HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah
Terhadap “Ikrar dan Tanda Tangan Islah
Ketua Umum HMI Dipo dan MPO

dalam Kongres HMI Dipo ke-26
di Hotel Novotel Palembang, 28 Juli 2008


Diskursus tentang rekonsiliasi dan islah antara HMI Dipo dan HMI (MPO) sudah berkembang sekian lama. Wacana rekonsiliasi dan islah tersebut semakin kencang pasca reformasi di Indonesia karena pihak-pihak yang ada, utamanya alumni mempunyai kepentingan politik atas bersatunya dua kekuatan organisasai HMI Dipo dan HMI (MPO) yang awalnya memang merupakan satu organisasi yang satu bernama HMI. Lahir pada tanggal, 5 Pebruari 1947 di Yogyakarta dimotori oleh seorang mahasiswa STI Bapak Lafran Pane. Perjuangan panjang HMI dalam konstelasi perjuangan publik terasa sangat signifikan. Terbukti dari organisasi ini lahir mahasiswa dan pemuda yang kritis, progresif dan telah banyak menyumbangkan tenaga pikirannya untuk ke Indonesiaan dan ke-Islaman yang adil, mensejahterakan dan rahmatan lil alamien. Sehingga sejak awal berdirinya HMI senantiasa berhadap-hadapan dengan kekuatan status quo. Baik di era orde lama, orde baru ataupun di era orde reformasi saat ini.

Di era orde lama HMI berhadap-hadapan dengan dengan rezim Soekarno, bahkan menjadi organ yang sentral dengan aliansi taktisnya sehingga Soekarno jatuh dengan konsep Nasakomnya. Di era orde baru HMI juga terlibat dalam banyak momentum perlawanan terhadap kekuatan status quo rezim orde baru. Sehingga HMI sebagai komunitas kritis-mahasiswa senantiasa menjadi target sasaran pencangkokan, pelumpuhan dan politik pecah belah (divide et impera) dengan berbagai taktis licik penguasa status quo. Perpecahan (disintegrasi) di tubuh HMI yang terjadi pada tahun 1984 sampai sekarang antara HMI Dipo yang menerima asas pancasila yang kemudian berkelindan bersama arus rezim keorbaan yang tiranik-koruptif dan HMI (MPO) yang menolak asas tunggal dan kemudian menjadi madzhab sendiri memilih berkonfrontasi terhadap kekuatan kelompok penguasa yang menindas. Perpecahan ini juga sama merupakan akibat dari taktik licik kelompok status quo.
Termasuk saat ini di era reformasi, dimana kelompok status quo yang rata-rata alumni HMI semisal Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, dan lain-lain yang tergabung di partai Golkar dan partai-partai lainnya, ditambah pemain-pemain baru yang ingin terlibat dalam aliansi politik status quo atau minimal bisa melakukan bergraining politik. Mereka sama-sama mempunyai latar belakang dan motif kepentingan politik dengan berjualan kue yang bernama HMI. Karena ini tawar-menawar dalam politik kekuasaan dengan kekuatan status quo maka yang dominan ialah orentasi ekonomi dalam politik. Politik sebagai ideologi perjuangan keperpihakan dikesampingkan jauh. HMI sekedar dijadikan alat untuk kepentingan pribadi dan melejitkan karir politik dengan berangkulan akrab, berkolaborasi dengan para elit status quo dan penjaga-penjaganya.
Maka sangat wajar jika gonjang-ganjing islah dan rekonsiliasi HMI menjadi barang dagangan akhir-akhir ini, apalagi peristiwa ini bertepatan dengan momentum menjelang pemilu 2009. Termasuk wacana terbaru “HMI bersatu di Menara 165” (Republika, 1 Juli 2008) yang dengan jasa ESQ Ary Ginanjar Fajar Zulkarnaen (ketua Umum HMI Dipo) dan Syahrul Effendi Dasopang (ketua Umum HMI MPO) berangkulan atas nama organisasinya masing-masing dan islah-bersatu. Pada hari Senin, 28 Juli 2008 kita juga disuguhkan dengan berita yang semakin mengejutkan, salah satunya sebagaimana diberitakan Jawa Pos dengan judul “HMI bersatu di depan Kalla dan Akbar”.
Dimana pada hari senin, 28 Juli 2008 telah dilangsungkan kongres HMI ke-26 di Hotel Novotel Palembang dihadiri oleh Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Priyo Budi Santoso, Agusman Efendi, Musyidan Baldan dan pejabat-pejabat daerah lainnya. Di tempat itu pula telah dilangsungkan ikrar bersama organisasional antara Fajar Zulkarnaen sebagai ketua Umum HMI Dipo dan Syahrul Effendi Dasopang sebagai ketua Umum HMI Dipo yang isinya, Pertama, kedua pihak sepakat menjunjung tinggi perintah Allah Dan karena itu menjauhi perpecahan diantara umat. Kedua, berpegang teguh pada ajaran Allah dan Nabi Muhammad dengan itu kami berkomitmen untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Ketiga, akan terus menegakkan nilai-nilai Islam dan moral Pancasila.
Dalam pembukaan kongres itu pula Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana diberitakan harian koran Kompas, Selasa, 29 Juli 2008, Kalla berpesan kepada kader HMI bahwa Himpunan Mahasiswa Islam harus bisa menyampaikan segala persoalan dan kesulitan yang dihadapi rakyat dengan cara akademis, bukan dengan menghujat atau demonstarasi. Juga, di koran Republika Selasa, 29 Juli 2008, Ary Ginanjar dengan The ESQ Way-nya kembali memotret keberhasilannya dalam mempersatukan dan mengislahkan di tubuh HMI dengan sebutan “Sebulan Setelah Training ESQ : Akhirnya Islah HMI itu terwujud”.
Pertanyaan demi pertanyaan hadir dan sms dari teman-teman cabang HMI (MPO) terus berdatangan, terutama cabang-cabang yang ada dalam ruang lingkup HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah. Mereka sama, menanyakan betulkah HMI Dipo dan HMI (MPO) telah islah bersatu?, diantara mereka ada komplain, mengkritik, menghakimi dan mendesak HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah untuk melakukan langkah kongkrit. Setelah konfirmasi kepada Ketua Umum sendiri betullah bahwa telah dilakukan ikrar dan tanda tangan bersama antara HMI Dipo dan HMI (MPO) di kongres ke-26 di Palembang. Konfirmasi juga diarahkan ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PB HMI, Itha Murtadha, ia membenarkan bahwa islah memang telah terjadi dan dilakukan secara personal oleh Ketua Umum PB HMI, Syahrul Effendi Dasopang. Pernyataan Sekretaris Jenderal dibenarkan oleh pengurus PB HMI yang lain dan rata-rata mereka tidak mengetahui terhadap ikrar dan tanda tangan Islah yang telah terjadi.
Termasuk kita dari HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah sangat menyadari dan mengakui bahwa kita tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan, pembahasan, sharing, ataupun dalam rapat pengambilan kebijakan strategis yaitu rapat presidium dalam soal akan dilaksanakannya Ikrar dan tanda tangan Islah antara HMI Dipo dan HMI MPO. Sehingga kita sebagai pengurus HMI Badan Koordinasi di Bagian Tengah tidak mengetahui apa-apa atas kebijakan ini dan merasa tidak dihargai sebagai bagian dari pengurus PB HMI yang dikasih kewenangan konstitusi untuk melakukan koordinasi aktifitas internal HMI di beberapa wilayah cabang. Termasuk diantaranya ialah memastikan pelaksanaan kebijakan-kebijakan strategis PB HMI yang meniscayakan kita sebagai lembaga koordinasi terlibat dalam rapat presedium guna pembahasan kebijakan-kebijakan strategis tersebut.
Oleh karena itu, kami atas nama pengurus Badan Koordinasi (Badko) Indonesia Bagian Tengah (Inbagteng) periode 1428-1430H/2007-2009M menyatakan sikap komplain dan protes atas keputusan dan tindakan melakukan ikrar dan tanda tangan islah HMI Dipo dan MPO di kongres HMI Dipo ke-26 di Palembang yang telah dilakukan secara personal oleh ketua Umum PB HMI Syahrul Effendi Dasopang, yaitu :
1. Keputusan dan tindakan Ketua Umum PB HMI dengan melakukan ikrar dan tanda tangan islah antara HMI Dipo dan MPO dalam kongres HMI ke-26 palembang merupakan keputusan dan tindakan yang inkonstisional dan perseorangan karena keputusan dan tindakan tersebut tidak menempuh mekanisme organisasi. Keputusan itu pula tidak ada dalam mandat kongres HMI ke-26 di Jakarta tahun 2007. Tindakan tersebut bertentangan secara tegas dengan aturan konstitusional HMI sebagaimana Pasal 11 AD Bab IV tentang Struktur Organisasi, pasal 17 AD HMI Bab V tentang Kesektariatan, pasal 25 ART ayat (a) dan (c), pasal 26 ART ayat (a), (b), dan (c), Pedoman Struktur Organisasi HMI pada Bab III Struktur Pimpinan 1 (A) tentang Pengurus Besar, dan Pedoman Struktur Organisasi HMI pada Bab III Struktur Pimpinan 3 (A) tentang Mikanisme Kerja Struktur dalam Pengambilan Keputusan.
2. Mendesak secepatnya Ketua Umum PB HMI dan didampingi oleh komisi-komisi kebijakan PB HMI untuk segera melakukan klarifikasi dan pernyataan resmi di media baik televisi dan ataupun cetak atas kesalahan dan tindakan inkonstisional Ketua Umum PB HMI yang telah melakukan “Ikrar dan tanda tangan Islah” antara HMI Dipo dan HMI (MPO) di Kongres HMI Dipo ke-26 di Hotel Novotel Palembang, Senin 28 Juli 2008
3. Mendesak Ketua Umum PB HMI untuk segera membuat pernyataan resmi permohonan maaf atas tindakan inkonstisional “ikrar dan tanda tangan islah” dan dikirimkan secara tertulis kepada cabang-cabang HMI se-Indonesia
4. Keputusan “Islah dan menyatukan” antara organisasi HMI Dipo dan HMI (MPO) bukanlah solusi yang benar untuk menyelesaikan kesengsaraan umat dan bangsa saat ini. Problem bangsa ini terletak pada pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat baik pusat ataupun daerah yang berkhianat terhadap rakyat dan inkonstisional. Mereka menjalankan roda-roda kebijakan publik hanya diperuntukkan untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja sehingga penindasan dan kekerasan terus menerus terjadi. Kita memandang bahwa proyek islah dan penyatuan HMI yang terjadi saat ini dan didukung oleh kekuatan status quo tidak lain sekedar rekayasa dan proyek politik, utamanya konsolidasi menjelang pemilu 2009. Sehingga, solusinya bukan parsial sekedar islah dan menyatukan yang berbeda-beda. Metode tersebut terbukti telah gagal dipraktekkan oleh rezim orde baru. Tetapi menggartap penyelesaian pada yang lebih pokok, memberikan hukuman berupa kritik, seruan dan pendidikan politik yang cerdas terhadap rakyat dan jelas sanksinya bagi pribadi dan kelompok yang bersalah atas pengrusakan, penindas dan pentidaksejahteraan umat dan bangsa ini. Bukannya dengan keputusan dan tindakan yang ironis menunduk dan mengalah terhadap pribadi dan kelompok-kelompok status quo.
5. Meminta MSO untuk menampung aspirasi cabang-cabang HMI untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) sebagaimana diatur dalam Bab II Struktur Kekuasaan dalam Pedoman Struktur Organisasi HMI, pada poin 1 tentang Kongres.

Yogyakarta, 29 Juli 2008

selengkapnya.....

Badko Protes Islah HMI

HMI Badko Inbagteng Protes Islah HMI

Yogyakarta, (Inbagteng Cyber Media)

Setelah mencuatnya pemberitaan mengenai Islah HMI di berbagai media, akhirnya HMI (MPO) Badko Inbagteng mengeluarkan pernyataan sikap. Surat yang bernomor 16/A/SEK./07/1429 ditujukan kepada Ketua Umum PB HMI dengan tembusan Koord. MSO HMI Pusat, Badko HMI se-Indonesia, Cabang-cabang HMI di Indonesia Bagian Tengah dan Media. Untuk lebih jelasnya, berikut kutipan isi surat tersebut ;

Sehubungan dengan beredarnya berita bersatunya dua HMI pada awal bulan Juli lalu dan berlanjut dengan peristiwa ”Ikrar dan Tanda Tangan Islah” di kongres HMI ke-26 di Palembang pada hari Senin, 28 Juli 2008 antara HMI Dipo dan HMI (MPO). Maka kami atas nama pengurus HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah periode 1428-1430H2007-2009M mengajukan keberatan dan menyatakan protes atas keputusan dan tindakan tersebut. Karena itu kami mengeluarkan pernyataan sikap kelembagaan HMI Badan Koordinasi sebagaimana terlampir.

Demikian surat pernyataan sikap kelembagaan ini kami sampaikan, atas kearifannya kami mengucapkan banyak terimakasih.

selengkapnya.....

Liputan Media Seputar Islah HMI

Pemberitaan media terkait islah HMI cukup beragam, dari yang hanya sebatas laporan kegiatan singkat hingga pemberitaan yang mendetail. Jawa Pos menurunkan laporan dengan porsi yang ‘lebih banyak’ dibanding media massa lainnya. Bahkan Jawa Pos mengutip perkataan ketua PB HMI DIPO (Fajar Zulkarnaen) yang berniat merumuskan anggaran dasar HMI bersama-sama, menggabungkan kepengurusan PB HMI dan menyatukan perbedaan kultural kader HMI.

HMI Bersatu di Depan Kalla dan Akbar
HMI Dipo dan HMI MPO Islah

sumber : http://www.jawapos.com/
Selasa, 29 Juli 2008

PALEMBANG - Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Ketua DPR Akbar Tandjung kemarin menyaksikan peristiwa besar dalam sejarah pergerakan kemahasiswaan di Indonesia. Dua kubu di tubuh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yakni HMI Diponegoro dan HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO), sepakat kembali bersatu.

Komitmen islah itu dibacakan Ketua Umum PB HMI Diponegoro 2006-2008 Fajar R. Zulkarnaen dan Ketua PB HMI MPO 2007-2009 Syahrul Effendy Dasopang dalam pembukaan Kongres XXVI HMI di Hotel Novotel, Palembang, kemarin (28/7). ''HMI Diponegoro dan HMI MPO sepakat untuk meruntuhkan ego pribadi dan ego kelompok dan menyatu dalam upaya bersama menegakkan syiar Islam,'' ujar keduanya ketika bergantian membacakan pernyataan islah di depan sekitar empat ribu kader dan alumni HMI.

Ikrar islah tersebut langsung disambut standing ovation seluruh hadirin, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Menperin Fahmi Idris, Mentan Anton Apriantono, Menhub Jusman Syafii Djamal, dan Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso.

Fajar mengatakan, kesepakatan islah itu akan ditindaklanjuti dengan perumusan bersama anggaran dasar HMI dengan menyatukan asas dan Nilai Dasar Perjuangan HMI sesuai dengan rumusan Nurcholish Madjid. Selain itu, kedua HMI tersebut akan berupaya menggabungkan kepengurusan PB HMI dan upaya-upaya untuk menyatukan perbedaan kultural kader-kader HMI di kedua pihak.

Wapres Jusuf Kalla mengharapkan penyatuan dua organisasi yang landasan ideologisnya berbeda itu menjadi contoh bagi Korps Alumni HMI (KAHMI) yang kini juga terpecah menjadi dua kepengurusan. ''Ini namanya dunia terbalik, anak mengajar bapak. Saya harapkan komitmen itu segera ditindaklanjuti, jangan sampai pecah lagi,'' tuturnya.

Mantan ketua Komisariat HMI Fakultas Ekonomi Universitas Hassanuddin itu menilai, hanya orang berani yang bisa berkonflik. Namun, hanya orang bernyali yang mau berdamai. ''Kalau ada masalah, mari kita duduk bersama untuk menyelesaikan. Jadi, besok KAHMI harus teken kesepakatan islah,'' ujarnya, disambut tepuk tangan ribuan peserta kongres.

Kalla meminta HMI menjadi organisasi intelektual yang berperan besar bagi bangsa. Sebagai insan akademis, HMI harus berperan memberikan solusi mengatasi masalah kebangsaan. ''Sesuai syair hymne HMI, kita adalah insan akademis, pencipta, dan pengabdi, bukan insan penghujat dan pendemo,'' tegasnya.

HMI juga dinilai berhasil mencetak kader-kader yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin nasional. Bapak lima anak itu mencontohkan, 14 menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu adalah alumni HMI. ''Karena itu, saya kerap disebut ketua Komisariat HMI Kabinet Indonesia Bersatu,'' kelakarnya.

Selain islah HMI Diponegoro dan HMI MPO, pembukaan Kongres XXVI HMI kemarin diwarnai ''islah'' Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung. Kedua tokoh Golkar itu kerap berseberangan pendapat setelah dalam Munas Golkar di Bali, Jusuf Kalla terpilih menggantikan Akbar Tandjung sebagai ketua umum DPP Partai Golkar.

Ketika didaulat memukul gong peresmian pembukaan kongres, Kalla meminta Fajar dan Syahrul mendampinginya. Tak pelak, ribuan kader HMI berteriak meminta Akbar ikut maju ke panggung. Mantan ketua umum PB HMI itu pun meluluskan permintaan juniornya. Dia beringsut ke panggung sambil melambaikan tangan dan disambut tepuk tangan meriah hadirin.

Setelah memukul gong, Kalla segera merangkul Akbar dan membuat tanda V (victory) dengan jarinya. Akbar pun tak mau kalah, sambil menggamit pinggang Kalla, doktor politik alumnus Universitas Gadjah Mada itu juga mengacungkan dua jarinya. Ketua Panitia Pengarah Kongres XXVI HMI Arif Mustofa mengatakan, kongres berlangsung 28 Juli hingga 3 Agustus, diikuti 4 ribu peserta utusan penuh dan utusan peninjau dari pengurus besar, Badko, dan 186 pengurus cabang di seluruh Indonesia. (noe/iro)

selengkapnya.....

Cikal Bakal Islah HMI

Redaksi berusaha terus menelusuri dan mengkaji pemberitaan media seputar islah HMI baik cetak maupun online. Redaksi menemukan berita di salah satu media cetak nasional yang isinya memuat tentang awal mula terjadinya proses islah dua HMI. Berita itu juga disertai foto Ketua Umum PB HMI Dipo-MPO dan Ary Ginanajar. Informasi ini diturunkan sebagai bahan review atas proses islah yang dilakukan Ketua Umum PB HMI MPO, bukan untuk melegitimasi islah HMI yang sudah terjadi.

Sebulan Setelah Training ESQ :
Akhirnya Islah HMI itu terwujud

Sumber : Republika, Selasa, 29 Juli 2008, hlm 6

Benih persatuan HMI yang disemai saat training ESQ di Menara 165, Juni lalu, berbuah manis. HMI yang sejak 1986 terpecah dua, akhirnya bersatu (islah), Senin 28 Juli saat pembukaan Kongres HMI Ke-26 di Palembang. Penandatanganan nota perdamaian dilakukan Ketua Umum PB HMI Fajar Zulkarnaen dan Ketua Umum HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) Syahrul Efendi Dasopang. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir membuka kongres, menyaksikan peristiwa itu.

HMI adalah organisasi bernafas Islam. Makanya kita harus menghadirkan perdamaian. Bernafas perdamaian, bernafas Assalamualaikum, Assalamualaikum itu menebar perdamaian, “kata Jusuf Kalla memuji perdamaian dua HMI di hadapan sekitar 3 ribu peserta kongres.

“Ini mimpi kita bersama. Ini mimpi kita bersama. Ini mimpi yang telah lama ada, “ Fajar Zulkarnaen, Ketua Umum PB HMI DIPO. Rasa syukur juga diungkapkan Ketua Umum HMI MPO Syahrul Efendi Dasopang. “Alhamdulillah, saya bersyukur islah ini akhirnya terwujud. Ini semua kehendak Allah, “ ujar Syahrul.

Satu bulan sebelum islah, keduanya melakukan pelukan bersejarah di Menara 165. Ketika itu, mereka bersama sekitar 150 orang mengikuti in house (swagriya) training ESQ HMI. Keduanya menangis terharu dalam rangkulan pimpinan ESQ Ary Ginanjar. Tak heran jika mereka masih mengingat peristiwa bersejarah itu. “Ego pribadi dan kelompok kami telah sirna saat di training ESQ, “ kata Syahrul. “Embrio persatuan itu akhirnya bisa berbuah sekarang,” ujar Fajar.

“ Ini betul-betul tak pernah diduga sebelumnya,” ujar Suradji Ketua Bidang Lingkungan Hidup PB HMI. Penyatuan HMI sudah merupakan ketentuan Allah. “Kami berhasil melakukannya, dan ESQ telah memberi jalannya,” katanya lagi.

Ary Ginanjar pun larut dalam rasa syukur. “Penyatuan HMI telah lama dinantikan oleh bangsa ini, “ kata Ary. Apa yang terjadi di Palembang, ujar pimpinan ESQ Leadership Center itu, harus dijadikan titik awal untuk terus menguatkan tali persatuan. “ Semoga persatuan HMI akan langgeng dan abadi.” (Erwyn Kurniawan)

selengkapnya.....

29 Juli 2008

Sikap MSO atas Islah HMI

Ketua MSO Desak Syahrul Segera Jelaskan Islah HMI


Oleh : Muhammad AS
Syahrul harus Bertanggungjawab
Sumber : http://www.hminews.com/

Ketua Majelis Syuro Organisasi (MSO) Madjid Bati meminta Ketua Umum PB HMI MPO, Syahrul Effendi Dasopang mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan Syahrul ketika datang pada kongres HMI ke-26 di Palembang.

Pemintaan ini disampaikan MSO dalam rapat koordinasi antara PB HMI MPO dan MSO di Jakarta Senin (28/07) malam ini. Rapat membahas pernyataan islah antara HMI MPO dan HMI Dipo yang terjadi di dalam kongres HMI ke-26 di Hotel Novotel, Palembang, Sumatera Selatan.
Syahrul pada kongres HMI ke-26 di Palembang membacakan pernyataan bersama dengan Ketua HMI Dipo Fajar R Zulkarnaen yang oleh publik diartikan sebagai islah antara HMI MPO dan HMI Dipo.

Menurut Madjid, Syahrul harus bisa menjelaskan kepada publik HMI tentang apa yang dilakukan Syahrul selama di Palembang itu. Ini penting, kata Madjid, untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin muncul di kemudian hari.

“Syahrul harus memberikan sistem penjelas kepada semua pihak, baik anggota maupun alumni dan masyarakat umum.” Kata Madjid.
MSO memberikan waktu satu kali 24 jam bagi Syahrul untuk membuat sistem penjelas ini.
Syahrul mengatakan akan menulis paper untuk menjelaskan apa yang dilakukan dirinya selama di Palembang.

Sempat Koordinasi
Sebelum berangkat menghadiri kongres HMI ke-26 di Palembang, Syahrul diberitakan sempat meminta pertimbangan pengurus PB HMI.
Pada Minggu (27/07) Syahrul mengundang pengurus PB HMI untuk rapat membahas undangan menghadiri kongres HMI Dipo itu. Malang yang hadir cuma satu orang, yakni Ketua Komisi Pemuda PB HMI Azwar S.
Menurut Azwar, hari itu Syahrul tidak menyinggung sama sekali soal islah dengan HMI Dipo. Dia hanya meminta pertimbangan keberangkatan dirinya ke Palembang menghadiri kongres HMI Dipo. Azwar mengaku mengetahui pernyataan islah dari media masa. Azwar kaget.
Kepada HMINEWS, Syahrul mengatakan tidak patut menolak ajakan silaturahmi sehingga dirinya berangkat menghadiri kongres HMI Dipo. Lagipula katanya, dirinya tidak menyinggung soal islah dalam kongres tersebut.

selengkapnya.....

kontroversi islah HMI

Syahrul tak Mengaku Islah

Oleh :Muhammad AS
Sumber : http://www.hminews.com/

Ketua umum PB HMI MPO Syarul E Dasopang menyatakan tidak ada pernyataan islah antara HMI MPO dengan HMI Dipo dalam kongres HMI ke-26 di Palembang. Hal itu ditegaskan Syahrul dalam rapat pengurus PB HMI MPO Senin (28/7) malam ini.

Senin (28/7) malam ini, PB HMI MPO langsung mengelar rapat mendadak di sekretariat PB HMI MPO Pasar Minggu, Jakarta. Kabarnya, pengurus yang lain tidak tahu menahu soal kesepakatan antara HMI DIPO dan MPO yang dilakukan Syahrul itu.
Berita islah antara keduanya menyebar setelah kedua belah pihak membacakan draf pernyataan islah pada Kongres HMI ke-26 di Hotel Novotel, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (28/7/2008). Draf pernyatan islah berisi tiga butir pernyataan. Tiga butir itu adalah pertama, kedua pihak sepakat menjunjung tinggi perintah Allah dan karena itu menjauhi perpecahan diantara umat. Kedua, Berpegang teguh pada ajaran Allah dan Nabi Muhammad dengan itu kami berkomitmen untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Ketiga, akan terus menegakkan nilai-nilai Islam dan moral Pancasila.

Syahrul tidak dapat dimintai konfirmasi langsung oleh HMINEWS perihal pernyataannya ini. Begitupula Ketua Umum PB HMI DIPO Fajar R Zulkarnaen. Telepon genggam keduanya tidak dapat dihubungi. PB HMI MPO sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi.
Tapi sumber HMINEWS mengatakan, pernyatakan islah antara HMI Dipo dan MPO bukan dalam arti islah secara struktural antara HMI Dipo dan MPO. Islah yang dimaksud adalah mengakui kedua belah pihak terhadap lembaganya masing-masing dan mengajak umat islam agar tidak terpecah belah.

selengkapnya.....

28 Juli 2008

Liputan Media Seputar Islah HMI

Berikut ini kami pilihkan berita tentang Islah HMI (MPO-DIPO) yang telah beredar di media massa. Berita ini sebagai bahan review (peninjauan kembali) atas kebijakan islah yang dilakukan oleh Ketua Umum PB HMI MPO.

Kongres HMI Diwarnai Islah


Senin, 28 Juli 2008 13:07 WIB
Sumber : http://mediaindonesia.com

PALEMBANG--MI: Pembukaan kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke 26 di Palembang, Sumatra Selatan, Senin (28/7), diwarnai islah/rujuk antara kubu HMI pimpinan Fajar R Yulkarnaen dengan HMI Majelis Penyelamatan Organisasi (MPO) pimpinan Syahrul Effendi.

Sebelum penandatanganan perjanjian Islah, Ketua Umum HMI Fajar R Yulkarnaen bersama-sama dengan Ketum HMI MPO Syahrul Effendi membacakan pernyataan bersama.
Dalam pernyataan disebutkan tiga butir kesepakatan yakni :

Pertama, Kedua pihak sepakat menjunjung tinggi perintah Allah dan karena itu menjauhi perpecahan diantara umat.
Kedua, Berpegang teguh pada ajaran Allah dan Nabi Muhammad dengan itu kami berkomitmen untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan.
Ketiga, akan terus menegakkan nilai-nilai Islam dan moral Pancasila

"Dengan ini kami menyerukan pada saudara-semua di seluruh Indonesia agar dapat mengambil hikmah dengan cara yang sama untuk persatukan umat," kata Fajar yang kemudian juga ditirukan pula oleh Syahrul.

Ratusan anggota HMI dan juga HMI MPO maupun undangan lainnya terdengar mengucapkan takbir Alluhu Akbar. Bahkan di antara undangan ada yang melontarkan kata-kata 'gantian KAHMI islah'.

Pembukaan konggres ke 26 HMI kali ini selain dihadiri Wapres M Jusuf Kalla juga terlihat, mantan ketua DPR Akbar Tandjung, Menteri Pertanian Anton Apriantono, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perhubungan Jusman Syafei Djamal, Menteri Perindustrian Fahmi Idris. (Ant/OL-01)

url : http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTk1ODg=


selengkapnya.....

14 Juli 2008

Opini

Pilgub Jatim Dalam Mindset HMI Surabaya


Saiful Anshor *

Jika tidak ada aral melintang, perhelatan akbar pesta demokrasi arek Suroboyo bakal digelar sebentar lagi. Namun dibalik hingar bingar menjelang Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim), ada hal menarik untuk dicermati, yaitu minimnya partisipasi mahasiswa dalam setiap pesta demokrasi di tahun lalu.

Sebagaimana dilansir Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (PusDeHAM) di harian Jawa Pos (11/6) minimnya partisipasi mahasiswa dalam Pilgub Jatim 2004. Dari jumlah mahasiswa 337.789, atau sekitar 1,2 persen dari total pemilih (sekitar 28 juta), yang berpartisipasi dalam Pemilu 2004 hanya 39 persen. Sedangkan Pilpres 40 persen dan Pilkada Surabaya 55 persen. Sedangkan untuk Pilgub Jatim 23 Juli 2008 mendatang PusDeHAM memprediksi partisipasi mahasiswa hanya akan mencapai: 40-50 persen.

Membaca data tersebut, secara tidak langsung telah menimbulkan beberapa pertanyaan subtantif, mengapa mahasiswa sebagai pengawal demokrasi dan pengusung reformasi 98 malah alergi terhadap pesta demokrasi? Hal tersebut apakah dikarenakan pesta demokrasi yang dihelat lima tahun sekali sudah terjerembab dalam profanisme demokrasi an sich?
Untuk menjawab persoalan itu, setidaknya ada dua aspek mendasar bagi mahasiswa terkait masalah prosesi pesta demokrasi. Sebagaimana pada umumnya dalam setiap Pemilu, entah Pilgub ataupun Pilpres, yang menjadi problem pertama adalah over promise (janji yang berlebihan) para Calon Gubernur (Cagub). Kedua, inkonsistensi janji tersebut paska menduduki kursi pemerintahan.

Bagi mahasiswa, janji-janji politik Cagub dan Cawagub menjelang Pilgub adalah pemanis buatan agar di hari H dikrebuti ”semut”. Namun, mahasiswa sebagai intelektual organik yang berfikir berdasarkan logika tidak akan serta merta mau menerima ”permen” hingga mau men-coblos. Ada hal menarik sebuah iklan politik yang diusung salah satu Cagub Jatim, yaitu APBD untuk rakyat. Dari sini saja, nampak jelas bahwa selama ini rakyat tidak banyak menikmati hasil APBD, padahal hal itu juga menjadi ikon untuk mensejahterakan rakyat, namun faktanya?

Jadi, wajar saja bila PusDeHAM memprediksi bahwa animo mahasiswa tidak akan bertambah dengan iming-imingan janji para cagub dan cawagub. Sebab lain, karena mahasiswa sudah alergi dengan janji-janji yang terlalu berlebihan dan tidak logis. Janji-janji Cagub yang tertulis di baliho, spanduk, pamflet, banner yang berada hampir di setiap sudut Surabaya bahkan seluruh Jatim hanya sebagai bentuk alat sihir untuk memperoleh simpati masyarakat.

Padahal, janji pendidikan gratis, APBD untuk rakyat, rakyat sejahtera dan makmur dan kesehatan gratis adalah isu setiap ada kampaye yang tidak pernah terealisasi hingga kini. Program da isu diangkat itupun dibikin dengan tempo yang sangat singkat, hanya santer terdengar saat kampanye saja, dan setelah Cagub duduk di ”bangku empuk” janji tersebut tidak terdengar lagi. Sebab, dalam kondisi ekonomi dan jumlah APBD yang ada, mustahil janji-janji tersebut bisa direalisasikan.

Sebagai contoh, yaitu kenaikan harga BBM, padahal dulu presiden berjanji tidak akan menaikkan harga BBM. Contoh itu bisa menjadi kasuistik, bahwa janji dikala kampaye hanya pemanis buatan. Oleh karena itu, perlu kiranya kita mencatat setiap janji-janji para Cagub yang tertulis di media dan di sepanjang jalan. Sehingga nantinya bila janji itu dilupakan kita bisa menagihnya kembali.

Aspek kedua yang membuat mahasiswa alergi pilkada yaitu inkonsistensi mereka dalam menepati janji. Memang secara yuridis Pilkada telah diatur undang-undang. Yaitu dalam Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang berbunyi “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan“. Selanjutnya dalam Pasal 56 dijelaskan bahwa “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil “.

Namun nampaknya aturan tersebut jauh api dari panggang. Melihat berbagai contoh kasus di beberapa daerah, ternyata Pilkada selalu berakhir anarkisme dan menyebabkan instabilitas pemerintah daerah. Sehingga hal tersebut mengakibatkan Pilkada berubah menjadi stigma negatif. Seperti kasus Pilkada kontroversial di Maluku Utara, Sulawesi dan Sumatera. Berujung pada konflik politik yang kental.

Di Sulawesi Selatan, hasil Pilgub berakhir ricuh. Kemenangan pasangan Cagub dan Cawagub Syahrul Yasin Limpo - Agus Arifin Nu'mang (Sayang) dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan harus diadakan pemilihan ulang di empat Kabupaten. Hal inilah yang menyebabkan demonstrasi dan tindak anarkisme di Sulawesi Selatan cukup parah.

Pesta demokrasi lokal ini tentunya bukan tidak mungkin memiliki persoalan mendasar, oleh karenanya UU Pemda dengan tegas mengarahkan agar seluruh rangkaian proses Pilkada itu dapat berjalan dengan demokratis dan jurdil (jujur-adil). Namun sayang selalu menuai konflik baik di tingkat elit maupun kalangan bawah. Rentetan permasalahan inilah yang kemudian menyebabkan mahasiswa trauma akan pesta demokrasi.

Terlebih lagi di Jawa Timur, mayoritas Cagub dan Cawagub adalah representasi dari ormas terbesar di Jatim, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan konflik akar rumput. Oleh karena itu, rentetan kasus-kasus buruk Pilkada tidak mustahil membuat trauma para mahasiswa. Dan bisa dipastikan sikap golput mahasiswa di beberapa pesta demokrasi termasuk Pilgub Jatim 2004 merupakan manifestasi ketidak percayaan terhadap pesta demokrasi. Saat kampaye saja sudah nampak ketidak fair-an, Dengan demikian, jangan harap pada 23 Juli mendatang mahasiswa akan memberikan partisipasi lebih banyak. Bukan mahasiswa tidak setuju dengan demokrasi, tapi demokrasi kini telah disalah arti dan disalah guna.

* Penulis adalah Direktur LAPMI HMI Cabang Surabaya 2008-2009


selengkapnya.....

Reportase

Pelantikan Pengurus HMI Cabang Surabaya

Oleh Saiful Anshor

Surabaya, (Inbagteng Cyber Media)

Selang sepuluh hari pasca konferca HMI Cabang Surabaya, Kamis (10/6) jajaran pengurus baru HMI Cabang Surabaya dilantik di Pesantren Qur’an Fillah, Kejawan Putih, Surabaya. Hadir dalam pelantikan tersebut, Moh Syafi’ie Ketua HMI Badko Inbagteng yang langsung melantik pengurus baru periode 2008/2009. Adapun pengurus terpilih di struktural adalah Asnawi Lubis sebagai ketua umum dan Yusuf Qordawi sebagai Sekretaris Umum.
Pelantikan dimulai pada pukul 09.00 WIB dan dihadiri oleh kader-kader HMI. Suasana hening dan sapuan angin sepoi-sepoi laut kenjeran menambah sakral pelantikan. Dalam Islam, amanah mengandung dua dimensi pertanggungjawaban, yaitu pertanggung jawaban dihadapan manusia dan dihadapan Allah SWT. Oleh karena itu, amanah ini akan dipertanyakan Allah di akhirat, ungkap Moh. Syafi’ie dalam sambutannya.

Asnawi Lubis sebagai ketua HMI terpilih mengatakan HMI Cabang Surabaya masih seumur jagung dan potensi yang dimiliki pun belum begitu optimal, oleh karena itu mohon dukungan dari segenap pihak agar amanah ini menjadi berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Untuk program kedepan, akan lebih fokus melakukan ekspansi keluar, membangun jaringan dan konsolidasi guna mendapat dukungan dan dapat merekrut kader-kader HMI baru.

Dalam waktu dekat HMI Cabang Surabaya akan menggelar rapat kerja (raker) guna membahas program-program satu tahun mendatang pada akhir Agustus nanti.

SUSUNAN PENGURUS HIMPUNAN MAHASISWA
CABANG SURABAYA
PERIODE 1429-1430 H/2008-2009 M

KETUA UMUM : ASNAWI LUBIS
SEKRETARIS UMUM :YUSUF QORDHOWI
BENDAHARA UMUM : ANJASARI KUSTIANTI

BIDANG PENGKADERAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
KETUA : MUHAMMAD JUNAIDI
SEKRETARIS :IMAM NAWAWI
STAF :ABDUL CHOLIQ
STAF :MIFTAHUDDIN

BIDANG PERGURUAN TINGGI DAN KEMAHASISWAAN
KETUA : GATOT SUPRIADI
SEKRETARIS : DADANG HIDAYAT
STAF : ARHAM
STAF : AGUS WIONO


BIDANG KEMUSLIMAHAN
KETUA :ERIC MURDIANA
SEKRETARIS :NIA SUMIATI

LEMBAGA PERS MAHASISWA ISLAM (LAPMI)
DIREKTUR : SAIFUL ANSHOR
SEKRETARIS : EKO MULIANSYAH

selengkapnya.....

10 Juli 2008

Kegiatan

Term of Reference (TOR) Latihan Kader II (Intermediate Training)
HMI MPO Komisariat Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Mewujudkan Kader Intelektual Progresif
Dalam Penegakan Hukum
yang Berkeadilan


Mengapa anak anak Adam berbangga diri?
Sesungguhnya permulaannya adalah sperma
dan pada akhirnya adalah bangkai
(Imam Ali bin Abi Thalib)


Para cendekiawan kita telah banyak sekali mengkaji terhadap apa makna kata dari intelektual. Al Qur’an pun dengan jelas jelas menerangkannya dengan sebutan sebagai Ulil Albab. Dawam Raharjo dalam bukunya yang berjudul Enksiklopedi Al Qur’an mengkombinasikannya dengan kata ulu al-amr, yang artinya orang memiliki atau orang memegang urusan. Jalaluddin Rahmat menerjemahkannya lebih sederhana dengan sebutan intelektual plus atau dalam terjemahan Inggris, the men of wisdom and understanding.

Seorang alumnus universitas Sorbonne di Francis, sekaligus think-tank revolusi Islam di Iran bernama Ali Syari’ati, pernah membedah secara khusus intelektual. Singkatnya, intelektual itu terbagi menjadi dua kategori. Pertama kaum intelektual itu sendiri.
Dan yang kedua, pemikir-pemikir yang tercerahkan (rausyanfikr). Kaum yang pertama hanyalah sekedar memanfaatkan pengetahuan teoritis dan praktis mereka. Waktu mereka telah banyak dihabiskan di atas dinding-dinding laboratorium penelitian kampus, disibukkan dengan urusan gelar kehormatan doktoral, seolah tidak bisa tersentuh selain dari kaum akademisi sendiri. Hidupnya bergerak disana saja tetapi tidak punya kepedulian dengan perubahan sosial yang berada di sekitarnya.

Adapun yang kedua, mereka bertanggung jawab penuh terhadap keadaan sosial masyarakatnya. Mereka mengetahui betul kebutuhan-kebuthan masyarakat dan berani hidup bersama masyarakat dan berjuang bersama membangunkan masyarakat dari tidur nyenyaknya untuk menyadarkan atas setiap kebodohan, penindasan yang terjadi. Mereka bersedia mengorbankan harta dan jiwanya dalam pembaharuan dan perbaikan sosial masyarakat yang terjadi. Orang-orang ikhlas demikian ini, berserah diri kepada Allah atas setiap hasil perjuangannya. Orang ini layaknya pernah diungkapkan oleh nabi Su’aib a.s. “Aku hanya menghendaki perbaikan semampuku, tiada keberhasilan kecuali pertolongan Allah. Kepada-Nya aku berserah diri dan kepadanya pula aku akan kembali”. (Al Qur’an XI:88). Kelompok kedua inilah yang sekarang ini layak disebut sebagai nabi-nabi sosial. Maksudnya, mewarisi tugas-tugas kenabian.

Sejalan dengan ini, HMI yang khittah perjuangannya membentuk kader insan Ulil Albab, maka sudah menjadi kewajiban dan sekaligus tanggung jawabnya untuk tidak pernah berhenti. Paling tidak, mampu mencerahkan sesama kader ataupun sedikit lebih luas, berguna bagi masyarakat indonesia.

Nah, sekarang, mari kita membaca realitas negara Indonesia. Semboyan Bung Karno yang dengan penuh semangat membakar rakyat agar rakyat mampu Berdikari (berdiri di kaki sendiri). Dalam artian, mari kita lepas dari cengkraman kapatalisme. Kita dengan secara kasat mata saja sudah bisa melihat bagaiman kapitalisme berhasil merajai perekonomian kita. Di daerah Malioboro saja, penduduk lokal menjajakan barang-barangnya buatan produk dalam negeri, harganya relatif terjangkau. Bandingkanlah dengan bangunan-bangunan besar yang berada di sekelilingnya. Isinya berbagai macam barang-barang impor, dimana untuk penghasilan masyarakat indonesia kebanyakan (ditambah lagi setelah naiknya BBM), hampir mustahil mampu membelinya. Telah terjadi sebuah jurang yang sangat lebar antara para pedagang kecil dengan gedung-gedung tinggi yang mengelilinginya. Itu berarti produk asing lebih mempunyai tempat yang lebih terhormat dibandingkan produk dalam negeri. Padahal kita berada di negeri sendiri.

Masuknya kekuatan modal besar ke negeri kita, tidak dengan serta merta begitu saja terjadi. Terdapat kesepakatan perekonomian yang harmoni antara pemimpin kita dan para kapitalis dunia yang dimotori oleh Amerika Serikat, berjubah IMF (bentuk lain dari VOC pada zaman penjajahan Belanda). selain itu, polisi dunia ini pun menakut-nakuti alias mepropagandakan ancaman yang sudah sangat populer menyebar ke seluruh dunia, apakah bersedia ikut dengan Amerika atau tergolongkan sebagai teroris. (either with us or you are the terrorist).

Apakah sikap para pemimpin kita? Meraka bukan lagi seolah tidak mempunyai pilihan melainkan mengikiti pilihan yang telah ditentukan, menyepakati berbagai macam tawaran. Selain Amerika berhasil mempertahankan perusahaan-perusahaan besarnya di Indonesia, merampok sumber daya alam tapi sebagian kecil diberikan ke Indonesia (itu pun lebih banyak jatuh ke tangan-tangan para koruptor), Amerika tidak segan membenturkan sesama negara-negara yang mayoritas masyarakatnya muslim. Irak, Iran adalah contoh negara-negara poros setan (axis of evil). Indonesia yang sebenarnya sebagai negara ke empat tersebar dunia (China, India, Amerika dan Indonesia) di alam semesta ini tidak punya nyali (atau barangkali belum bernyali) untuk sekedar membangun logika intelektual perlawanan terhadap kapitalisme Amerika sebagaimana yang telah dilakukan oleh Presiden Iran, Ahmadinejad.

Menarik untuk melirik logika Ahmadinejad yang tampil percaya diri di tengah kepungan koalisi negara adidaya. Ahmadinejad mengisyaratkan bahwa sebenarnya Amerika melarang negara-negara berkembang untuk menguasai ilmu pengetahuan dan sains. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama turun, iqra (bacalah). Jadi, mencari pengetahuan adalah wajib hukumnya. Seseorang atau bangsa yang hendak maju, sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya haruslah menguasai ilmu pengetahuan dan sains. Mereka saja yang hendak menguasai ilmu pengetahuan,sains dan segala macam hal. Itulah mengapa mereka selalu berdalih bahwa apabila Iran mengendalikan nuklir maka akan sangat mengancam keamanan dunia. Tetapi mengapa kapitalis Amerika tetap menyimpan nuklir? Sedangkan di Iran sendiri, petugas IAEA, menyatakan tidaka ada bukti bahwa negara itu hendak menggunakannya untuk kebutuhan perang. Iran hanya menggunakannya pembangkit listrik yang harganya jauh lebih murah.

Kritik tajam pun dilancarkan oleh Amien Rais dalam buku terbarunya berjudul Selamatkan Indonesia. Dalam buku itu. Amien mengutip pidato Mahathir Muhammad sewaktu di Jakarta: “Neo kolonialisme bukanlah istilah khayalan yang diciptakan oleh Presiden Soekarno. Ia (neokolonialisme) itu nyata. Kita merasakannya takkala kita hidup berada di bawah kontrol agen-agen yang dikendalikan oleh mantan penjajah kita. (Neo-colonialism is not a fancy term carried by President Soekarno. It’s real. We feel it as we come under the control of agencies owned colonial master).

Hal yang menarik disini ialah bahwa sebenarnya Amien hendak mengingatkan bahwa suatu negara semestinya benar-benar merdeka dan berdaulat sebagiamana yang termaktub dalam terks proklamasi. Namun karena cara berpikir (mindset) yang masih bermental budak (inlander)—wariskan Belanda. Masih mengutip buku Amien, “kita masih seringkali melihat cara berpikir dan bertindak sebagian anak bangsa yang bagaikan 'beo' yang selalu meniru-niru apa saja yang datang dari barat.”

Bangsa kita ini telah mengalami cobaan penderitaan yang sangat luar biasa. Jangankan membiayai pendidikan, makanan kebutuhan sehari-hari pun sudah sulit terpenuhi. Sungguh mengherankan, takkala penderitaan itu terus berlanjut, sementara di sisi lain, tak ada yang berani tampil sebagai pembela keadilan, maka harapan insan Ulil Albab itu hanya akan berhenti dalam pemikiran yang membacanya.

Tidak ada suatu kemajuan suatu bangsa apabila dahulu bangsanya terbelakang. Tidak ada tidak ada kebahagiaan tanpa penderitaan. Dan tidak ada keadilan jika tidak ada yang berlaku zalim. Sudah saatnya sejarah membuktikan kembali seperti halnya yang terjadi dalam bentangan sejarah, memilih sebagai pendukung keadilan. Bila tidak, maka tak lain adalah pendukung kezaliman karena setelah keadilan itu adalah kezaliman itu sendiri.

Sehubungan dengan tema diatas, sudah saatnya juga para penegak hukum pun tidaklah berdiam diri di kursi kehakiman yang empuk, melarikan diri dan enggan mengoreksi ulang segala Undang-Undang, baik yang berurusan dengan urusan dalam negeri ataupun tentang Penanaman Modal Asing. Sang penegak hukum dengan sadar memahami bahwa keadilan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bila tidak, berarti pendukung penguasa yang zalim yang menindas kaum lemah. Mereka tertindas oleh yang zalim karena berada di bawah bendera yang membutuhkan keadilan. Kita tidak perlu mengharapkan mengharapkan orang diluar kita yang memperbaiki bangsa kita terlebih dahulu. “Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang merubahnya" (QS 13:11).

TUJUAN
• Peserta dapat memahami makna dan fungsi dari intelektual
• Peserta mengerti sejarah dan problematika hukum di Indonesia
• Terbangunnya paradigma integral terhadap hukum sebagai penjaga kestabilan kehidupan
• Peserta mampu merumuskan konsep ideal pelaksanaan hukum di Indonesia


TARGET
• Hukum sebagai instrumen sosial
• Konsep penegakan hukum yang berkeadilan
• Upaya keluar dari hegemoni neoliberalisme yang berpengaruh terhadap produk hukum
Local wisdom sebagai alternatif budaya tanding untuk melawan neoliberalisme.

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari / Tgl : Minggu – Minggu, 13 – 20 Juli 2008.
Tempat : PP. Darul Hira, Maguwoharjo, Sleman

IV. SYARAT DAN KETENTUAN
1. Lulus LKI (ditunjukan dengan sertifikat atau surat keterangan)
2. Membuat makalah tentang tema, atau resensi buku
“Intelektual Progresif” Karya: Eko Prasetyo.
“Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi”, karya: Moh. Mahfud MD,
Ketentuan penulisan makalah & resensi :
- Minimal 5 halaman A4, (kwarto)
- Spasi : 1,5
- Font : 12 ( Times New Roman)
3. Meringkas/resume Khittoh Perjuangan
Ketentuan penulisan :
- Minimal 2 halaman A4, (kwarto)
- Spasi : 1,5
- Font : 12 ( Times New Roman)
4. Hafalan Juz 30 ( QS An Naas –Ad Duha)


selengkapnya.....

Aktivitas

18 Materi Latihan Kader II HMI MPO FH UII Yogyakarta


Berikut ini beberapa materi, kisi-kisi,
alokasi waktu (durasi) serta pemateri/pembicara
Latihan Kader II (Intermediate Training)
HMI MPO Komisariat Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
(13-20 Juli 2008) ;


1. Filsafat Sebagai Paradigma Keilmuan
2. Dialektika Ideologi
3. Rekayasa Masyarakat Modern
4. Implementasi Tauhid Dalam Rekayasa Modern yang Berkeadilan
5. Islam dan Sains Modern
6. Telaah Kritis Sosial Islam
7. Studi Kritis Sejarah Hukum Indonesia
8. Hukum Dalam Cengkraman Neoliberalisme
9. Local Wisdom Sebagai Budaya Tanding Terhadap Neoliberalisme
10. Peran Intelektual Dalam Merekayasa Sosial
11. Peran Intelektual Dalam Konstelasi Hukum Indonesia
12. Konstruk Masyarakat Indonesia yang Berkeadilan
13. Khittoh Perjuangan Sebagai Paradigma Gerakan HMI
14. Urgensi Perkaderan Dalam Pembentukan Manusia Unggul
15. HMI Dalam Setting Gerakan Ummat
16. Studi Post Colonial
17. Analisis Media Dalam Pembentukan Opini Masyarakat
18. Analisis Sosial

Kisi-kisi, Alokasi Durasi, dan Pemateri

Materi 1
Filsafat Sebagai Paradigma Keilmuan
Kisi-kisi :
Pengertian filsafat
Prinsip-prinsip dalam filsafat
Neraca kebenaran dalam paradigma ilmu
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. AM. Safwan (Direktur Rausyan Fikr)
2. Arkom Kuswantoro (Akademisi)

Materi 2
Dialektika Ideologi
Kisi-kisi :
pengertian ideologi
prinsip-prinsip ideologi
klasifikasi ideologi
kritik ideologi
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Heru Nugroho (Direktur IRE)
2. Ustadi Hamzah (Akademisi)
3. Fachrurrozi (Ketua Yayasan Tikar)

Materi 3
Rekayasa Masyarakat Modern
Kisi-kisi :
pengertian sosoiologi masyarakat
struktur masyarakat modern
analisis masyarakat modern
formasi ideal masyarakat modern
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Zainal Abidin (Direktur CRCS UGM)
2. M. Azhar (Akademisi)
3. Wasim Billah (Akademisi)

Materi 4
Implementasi Tauhid Dalam Rekayasa Modern yang Berkeadilan
Kisi- kisi :
konsep Tauhid
paradigma Tauhid
pemahaman Tauhid secara metodologi dan kontekstual
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Abdul Munir Mulkhan (Guru Besar UIN)
2. Irfan S. Awwas (Pimpinan MMI Jogja)
3. Didik Purwodarsono (Pimpinan PP. Takwinul Mubalighin)

Materi 5
Islam dan Sains Modern
Kisi-kisi :
pengertian sains
sejarah sains
problematika sains modern
Islam dalam memandang sains
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Amin Abdulah (Rektor UIN)
2. Rizal Mustansyir (Akademisi)
3. Aji Dedi Mulawarman (Pengamat)

Materi 6
Telaah Kritis Sosial Islam
Kisi-kisi :
struktur masyarakat yang dicita-citakan Islam
problematika masyarakat Islam modern
konsep masyarakat Islam modern
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Zuly Qodir (Pengamat)
2. Sumrohadi Abdullah (Akademisi)
3. Ashad Kusuma Jaya (Direktur Kreasi Wacana dan Padepokan Siti Jenar)

Materi 7
Studi Kritis Sejarah Hukum Indonesia
Kisi-kisi :
sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia
sumber pembentukan hokum di Indonesia
eksistensi supremasi hukum
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Artijo Al Kostar (MA-RI)
2. Deni Indrayana (Direktur Pukat)
3. Iwan Satriawan

Materi 8
Hukum Dalam Cengkraman Neoliberalisme
Kisi-kisi :
pengertian neoliberalisme
skenario global neoliberalisme
intervensi neoliberalisme terhadap hokum Indonesia
Strategi dan Taktik perlawanan terhadap neoliberalisme
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Eko Prasetyo (Pusham UII)
2. Fajrul Falah (Akademisi)
3. Mukti Fajar

Materi 9
Local Wisdom Sebagai Budaya Tanding Terhadap Neoliberalisme
Kisi-kisi :
pengertian local wisdom
unsur-unsur pembentuk local wisdom
gerakan local wisdom dalam melawan neoliberalisme
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Jawahir Thontowi (Akademisi)
2. Herman A. Ma’ruf (Direktur Falsafatuna)

Materi 10
Peran Intelektual Dalam Merekayasa Sosial
Kisi-kisi :
pengertian intelektual
tipologi intelektual
citra diri intelektual
peran intelektual dalam merekayasa sosial
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Andi Darmawan (Akademisi)
2. Dian (Resist Book)

Materi 11
Peran Intelektual Dalam Konstelasi Hukum Indonesia

Kisi-kisi :
fungsi hukum
problematika hokum di Indonesia
strategi dalam penegakan hokum yang berkeadilan
Durasi : 240 menit
1. Busyro Muqaddas (Ketua KY-RI)
2. Suparman Marzuki (Direktur Pusham UII)
3. Rusli Muhammad (Akademisi).
4.Salman Luthan (Direktur LOD DIY)

Materi 12
Konstruk Masyarakat Indonesia yang Berkeadilan

Kisi-kisi :
karakteristik masyarakat Indonesia
komposisi masyarakat Indonesia
konsep masyarakat Indonesia yang berkeadilan
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Nur Ikhwan (Akademisi)
2. Arie Sujito (Pengamat sosiologi)
3. Hujair A Sanaki

Materi 13
Khittoh Perjuangan Sebagai Paradigma Gerakan HMI

Kisi-kisi :
tafsir Islam dalam Khittoh Perjuangan
Khittoh Perjuangan sebagai idiologi organisasi
Khittoh Perjuangan sebagai pedoman gerakan HMI
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Maksun (Aktivis HMI)
2. Muslihin (Mantan Aktivis HMI)

Materi 14
Urgensi Perkaderan Dalam Pembentukan Manusia Unggul
Kisi-kisi :
Pola umum perkaderan HMI
Dinamika perkaderan HMI
Studi kritis pedoman perkaderan HMI
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Azwar M. Syafe’i (Pengurus PB HMI)
2. Muzakkir Djabbir (Mantan Ketua PB HMI)

Materi 15
HMI Dalam Setting Gerakan Ummat
Kisi-kisi :
Dinamika gerakan HMI
Konstruksi gerakan HMI
Relevansi gerakan HMI dalam konteks keummatan
Strategi gerakan HMI masa kini
Durasi : 240 menit
Pemateri :
Syahrul Efendi Dasopang (Ketua PB HMI)

Materi 16
Studi Post Colonial
Kisi-kisi :
pengertian post colonial
meodologi post colonial
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Muhiddin M. Dahlan (penulis Buku)
2. Al Fayadl (Penulis Buku)

Materi 17
Analisis Media Dalam Pembentukan Opini Masyarakat
Kisi-kisi :
Urgensi dan pencitraan media
Tipologi media
Manajemen strategi media
Peran media dalam pembentukan opini dan perilaku masyarakat
Durasi : 240 menit
Pemateri :
1. Masduki (ketua Program Komunikasi UII)
2. Marie Le Sourd (Pengamat Media)
3.Yusuf Maulana (Pengamat Media)

Materi 18
Analisis Sosial
Kisi-kisi :
Fungsi analisis sosial
Ruanglingkup analisis social
Metode penelitian sosial
Durasi : 180 menit
Pemateri :
Thres Santyeka (Pengamat Sosial)

Tempat Studi Lapangan:
1. PUSHAM UII
2. LBH APIK
3. LKBH
4. LOD DIY
5. LBHAM

selengkapnya.....

Syarat & Ketentuan
Latihan Kader II HMI Komisariat
Fakultas Hukum UII Yogyakarta


:: Lulus Latihan Kader I

(ditunjukkan dengan sertifikat atau surat keterangan)

:: Membuat makalah tentang tema LK II, atau membuat resensi buku :
>Intelektual Progresif (Eko Prasetyo)
>Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (Moh. Mahfud MD).
Ketentuan penulisan makalah & resensi buku
- Minimal 5 halaman A4, (kwarto)
- Spasi : 1,5
- Font : 12 ( Times New Roman)

:: Membuat ringkasan/resume Khittoh Perjuangan
- Ketentuan penulisan
- Minimal 2 halaman A4, (kwarto)
- Spasi : 1,5
- Font : 12 ( Times New Roman)

:: Hafalan Juz 30 (QS An Naas –Ad Duha)

selengkapnya.....

08 Juli 2008

Membangun Peradaban Islam Dengan Ilmu

Imam Nawawi*


Memperhatikan wacana dan diskusi yang dibangun oleh hampir seluruh gerakan Islam ulasannya tidak pernah lepas dari persoalan kebodohan, kemiskinan dan keterpurukan. Kompleksitas problematika itu tidak sedikit menjadikan sebagian besar umat Islam tidak terkecuali mahasiswa mengalami inferiorisme yang akut. Sebab secara substansial tidak saja dikarenakan mereka enggan menggunakan simbol-simbol ke-Islam-an lebih dari itu adalah mulai merebaknya frame work mereka yang cenderung pluralis dikotomis. Ironisnya kondisi ini justru banyak dijumpai pada kalangan mahasiswa Islam yang nota bene merupakan kader umat yang diharapkan mampu membawa tongkat estafet perjuangan menuju tegaknya peradaban Islam.

Dalam lingkup kemahasiswaan, faktor-faktor eksternal atas terjadinya problematika umat, seperti kemiskinan, kebodohan dan keterpurukan sering menjadi bahasan hampir di setiap forum dan kesempatan. Dalam hal ini biasanya imperialisme, komunisme, kapitalisme merupakan penyebab utama tragedi umat Islam selama ini. Di sisi lain sebagian besar mereka mengabaikan kondisi internalnya. Dengan kata lain mahasiswa belum secara maksimal mempersiapkan diri menjadi bagian dari problem solving dari permasalahan umat ini.

Akibatnya suburlah doktrin bahwa aktivis itu adalah mereka yang sering turun ke jalan dan berorasi di depan demonstran. Akibatnya kebanggaan menjadi seorang mahasiswa adalah apabila telah melakukan orasi dan demonstrasi. Pada saat yang sama semakin lama tinggal di kampus seolah menjadi satu konsensus di kalangan mereka bahwa yang demikian itu adalah aktivis sejati.
Apa yang telah diupayakan oleh saudara-saudara kita ini tidak ada yang salah. Semuanya adalah dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar. Namun sebagai kandidat cendekia Muslim Indonesia perlu bagi kita untuk mengajukan satu pertanyaan mendasar, apa sebenarnya akar dari semua problem ini?

Kebodohan
Jika kita menelusuri lebih jauh akar dari setiap problematika umat manusia tiada lain adalah kebodohan. Lahirnya masa renaissance adalah respon dari masa kebodohan sebelumnya. Bahkan kehadiran Islam di muka bumi adalah dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan. Demikian pula halnya dengan diutus silih bergantinya para Nabi dan Rasul.

Secara bahasa kebodohan (the ignorance) berasal dari kata bodoh yang mendapat imbuhan ke-an (yang menunjukkan sifat) secara bahasa berarti tidak lekas mengerti; tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan)** Ketidaktahuan inilah yang sejatinya merupakan sumber dari segala problem yang dihadapi umat Islam dewasa ini. Kondisi ini pula yang menyebabkan umat Islam sangat sulit untuk bersatu-padu melawan kekufuran. Bahkan karena kebodohan ini pula seringkali cara yang kita gunakan justru seringkali kian memperburuk citra Islam di mata dunia. Islam kian kuat dengan stigma negatifnya dan bahkan generasi muda kian minder dengan statusnya sebagai muslim atau muslimah.

Kemiskinan
Secara umum setiap orang akan sepakat bahwa kalau yang dimaksud dengan kemiskinan (poverty) itu adalah keadaan tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Yang perlu kita garis bawahi adalah mengapa kesepakatan akan makna kemiskinan ini terjadi. Padahal dalam salah satu hadis Nabi dinyatakan bahwa orang miskin adalah orang yang hatinya jauh dari Allah. Bahkan di hadis lainnya disebutkan bahwa orang bangkrut adalah orang yang banyak melakukan amal sholeh dimana pada saat yang sama dia juga sering melukai hati dan perasaaan saudara seimannya.

Tidak salah jika kemudian ketiadaan materi itu diklaim sebagai miskin. Akan tetapi dalam perspektif Islam kemiskinan tidak selalu berdimensi material. Ketiadaan ilmu dan amal adalah kemiskinan dalam makna yang sesungguhnya. Jika kemiskinan harta menghalangi seseorang hidup mewah maka kemiskinan ilmu dan amal akan menghalangi seorang muslim menggapai surga. Di sinilah kemudian menjadi sangat jelas bahwa antara kemiskinan dan kebodohan adalah ibarat satu mata uang yang kedua sisinya tidak dapat dipisahkan. Dalam pandangan Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas kemiskinan ilmu inilah penyebab dari lost of adab yang juga berarti lost of identity.

Menjemput Peradaban Islam
Aktivis HMI lebih akrab dengan istilah tamaddun dari pada peradaban. Secara bahasa tamaddun lebih mendekati makna substansial dari tujuan perjuangan umat Islam yakni masyarakat madani (seperti Madinah), yang secara leterlek berarti tempat di mana din (Islam) ini ditegakkan. Dengan demikian maka sangat jelas bahwa dalam rangka untuk membangun peradaban Islam tersebut kekuatan internal umat harus diprioritaskan. Mulai dari semangat belajar Islam sampai pada semangat untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara kaffah. Dalam konteks ke-HMI-an ini bisa kita mulai dengan secara simultan membiasakan seluruh penghuni sekretariat komisariat, Cabang, Badko dan PB untuk sholat berjama’ah lima waktu dan membaca al-Qur’an setiap hari.

Hal ini penting karena merubah keadaan serba kacau saat ini adalah tanggung jawab kita bersama. Kita akan memberantas kemiskinan sementara ilmu kita mengenai syariah Islam masih terbatas. Terkait dengan ini maka satu hal yang perlu kita agendakan adalah bagaimana sebenarnya langkah yang tepat bagi kita semua memenangkan kembali peradaban Islam. Apakah dengan mengganti pemerintahan atau kita persiapkan generasi yang memahami Islam dengan baik sekaligus mengerti Barat secara mendalam?

Gerakan kembali mempelajari Islam dengan baik (tafaqqahu fid din) merupakan langkah strategis yang harus kita canangkan bersama dalam upaya mengentas umat Islam dari kebodohan, kemiskinan dan keterpurukan. Tanpa didasari ilmu perjuangan kita selamanya akan mudah dibelokkan dan secara tidak sadar kita berjuang untuk Islam tapi hasilnya justru merugikan umat Islam sendiri. Perpecahan dan kemelaratan setidaknya adalah bukti konkrit dari kemiskinan ilmu dan amal umat Islam saat ini.

Melalui ilmu ini nantinya akan terbentuk miliu dan akan berkembang merambah pada dunia pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Hal ini sangat jelas sekali bagi Francis Bacon (filosof dari Inggris) hingga populer dengan ungkapannya bahwa “hegemoni politik, ekonomi, militer akan segera hancur jika tidak didukung dengan kekuatan ilmu.”
* Penulis adalah Kader HMI MPO Cabang Surabaya
**http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.

selengkapnya.....

HMI MPO Cabang Surabaya Gelar Konferca

Oleh Syaiful Anshor

Surabaya, (Inbagteng Cyber Media)
Gema takbir membahana setelah terpilihnya tiga formaturiat HMI cabang Surabaya. Hampir seluruh peserta membesarkan asma-Nya dibarengi ucapan hamdalah. Peserta juga memberi dukungan kepada yang terpilih. Mereka adalah Asnawi Lubis sebagai ketua formatur (ketua terpilih), Slamet Abdul Matin, dan Yusuf Qardhowi. Amanah itu tidak boleh dicari dan diminta, tapi bila diberi amanah maka harus diterima dan dijalankan dengan baik, ungkap Slamet Abdul Matin mantan Sekretaris Umum tahun 2007 saat memberikan sambutan.

Konferensi Cabang (Konferca) ke-II HMI cabang Surabaya dihelat pada Minggu (29/6) di Mushola Fillah, Kejawan Putih Tambak, Surabaya, Jawa Timur. Acara yang dihadiri sekitar 25 kader HMI dimulai pukul 10.00 WIB dan dibuka oleh Ketua HMI Badko Inbagteng Moh. Syafi’ie. Meski sempat timbul perdebatan dalam pembahasan draft dalam sidang komisi, namun Konferca dapat berlangung lancar hingga usai sekitar pukul 22.00. WIB.

“Dengan diadakannya Konferca ke-II, kini HMI Cabang Surabaya berada dalam posisi start”, ungkap Syafi’ie. Oleh karena itu, positioning yang ada ini harus dioptimalkan guna kelanjutan HMI Surabaya ke depannya. Syafi’ie juga menegaskan bahwa prosesi Konferca cukup dialogis dan penuh dialektika yang bagus, hal ini menandakan kader-kader HMI Surabaya secara global telah memiliki kapasitas untuk membawa nama HMI di kancah Jawa Timur dan nasional.

Mengenai program HMI kedepannya, Asnawi Lubis sebagai ketua tepilih, akan menjadikan HMI sebagai wadah untuk pembentukan pribadi kholifatullah yang menjalankan syariat islam. Sebab, bangsa ini sedang memerlukan calon pemimpin yang tidak hanya cerdas intelektualnya, namun juga spiritual dan akhlaknya.

Setelah terpilih tim formaturiat, kini tim tersebut sedang menyusun struktur HMI priode 2008-2009. Adapun yang terpilih sebagai Majelis Syura Organisasi (MSO) adalah Ardita, Rosidin dan Slamet Abdul Matin. Dengan suksesnya perhelatan Konferca ke-II, kini HMI Cabang Surabaya makin optimis dalam menjalankan pesan-pesan organisasi, yaitu menjadi insan ulil albab. Semoga.[sa]

selengkapnya.....
Designed by - alexis 2008 | ICM