Pernyataan Sikap
HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah
Terhadap “Ikrar dan Tanda Tangan Islah”
Ketua Umum HMI Dipo dan MPO
dalam Kongres HMI Dipo ke-26
di Hotel Novotel Palembang, 28 Juli 2008
Diskursus tentang rekonsiliasi dan islah antara HMI Dipo dan HMI (MPO) sudah berkembang sekian lama. Wacana rekonsiliasi dan islah tersebut semakin kencang pasca reformasi di Indonesia karena pihak-pihak yang ada, utamanya alumni mempunyai kepentingan politik atas bersatunya dua kekuatan organisasai HMI Dipo dan HMI (MPO) yang awalnya memang merupakan satu organisasi yang satu bernama HMI. Lahir pada tanggal, 5 Pebruari 1947 di Yogyakarta dimotori oleh seorang mahasiswa STI Bapak Lafran Pane. Perjuangan panjang HMI dalam konstelasi perjuangan publik terasa sangat signifikan. Terbukti dari organisasi ini lahir mahasiswa dan pemuda yang kritis, progresif dan telah banyak menyumbangkan tenaga pikirannya untuk ke Indonesiaan dan ke-Islaman yang adil, mensejahterakan dan rahmatan lil alamien. Sehingga sejak awal berdirinya HMI senantiasa berhadap-hadapan dengan kekuatan status quo. Baik di era orde lama, orde baru ataupun di era orde reformasi saat ini.
di Hotel Novotel Palembang, 28 Juli 2008
Diskursus tentang rekonsiliasi dan islah antara HMI Dipo dan HMI (MPO) sudah berkembang sekian lama. Wacana rekonsiliasi dan islah tersebut semakin kencang pasca reformasi di Indonesia karena pihak-pihak yang ada, utamanya alumni mempunyai kepentingan politik atas bersatunya dua kekuatan organisasai HMI Dipo dan HMI (MPO) yang awalnya memang merupakan satu organisasi yang satu bernama HMI. Lahir pada tanggal, 5 Pebruari 1947 di Yogyakarta dimotori oleh seorang mahasiswa STI Bapak Lafran Pane. Perjuangan panjang HMI dalam konstelasi perjuangan publik terasa sangat signifikan. Terbukti dari organisasi ini lahir mahasiswa dan pemuda yang kritis, progresif dan telah banyak menyumbangkan tenaga pikirannya untuk ke Indonesiaan dan ke-Islaman yang adil, mensejahterakan dan rahmatan lil alamien. Sehingga sejak awal berdirinya HMI senantiasa berhadap-hadapan dengan kekuatan status quo. Baik di era orde lama, orde baru ataupun di era orde reformasi saat ini.
Di era orde lama HMI berhadap-hadapan dengan dengan rezim Soekarno, bahkan menjadi organ yang sentral dengan aliansi taktisnya sehingga Soekarno jatuh dengan konsep Nasakomnya. Di era orde baru HMI juga terlibat dalam banyak momentum perlawanan terhadap kekuatan status quo rezim orde baru. Sehingga HMI sebagai komunitas kritis-mahasiswa senantiasa menjadi target sasaran pencangkokan, pelumpuhan dan politik pecah belah (divide et impera) dengan berbagai taktis licik penguasa status quo. Perpecahan (disintegrasi) di tubuh HMI yang terjadi pada tahun 1984 sampai sekarang antara HMI Dipo yang menerima asas pancasila yang kemudian berkelindan bersama arus rezim keorbaan yang tiranik-koruptif dan HMI (MPO) yang menolak asas tunggal dan kemudian menjadi madzhab sendiri memilih berkonfrontasi terhadap kekuatan kelompok penguasa yang menindas. Perpecahan ini juga sama merupakan akibat dari taktik licik kelompok status quo.
Termasuk saat ini di era reformasi, dimana kelompok status quo yang rata-rata alumni HMI semisal Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, dan lain-lain yang tergabung di partai Golkar dan partai-partai lainnya, ditambah pemain-pemain baru yang ingin terlibat dalam aliansi politik status quo atau minimal bisa melakukan bergraining politik. Mereka sama-sama mempunyai latar belakang dan motif kepentingan politik dengan berjualan kue yang bernama HMI. Karena ini tawar-menawar dalam politik kekuasaan dengan kekuatan status quo maka yang dominan ialah orentasi ekonomi dalam politik. Politik sebagai ideologi perjuangan keperpihakan dikesampingkan jauh. HMI sekedar dijadikan alat untuk kepentingan pribadi dan melejitkan karir politik dengan berangkulan akrab, berkolaborasi dengan para elit status quo dan penjaga-penjaganya.
Maka sangat wajar jika gonjang-ganjing islah dan rekonsiliasi HMI menjadi barang dagangan akhir-akhir ini, apalagi peristiwa ini bertepatan dengan momentum menjelang pemilu 2009. Termasuk wacana terbaru “HMI bersatu di Menara 165” (Republika, 1 Juli 2008) yang dengan jasa ESQ Ary Ginanjar Fajar Zulkarnaen (ketua Umum HMI Dipo) dan Syahrul Effendi Dasopang (ketua Umum HMI MPO) berangkulan atas nama organisasinya masing-masing dan islah-bersatu. Pada hari Senin, 28 Juli 2008 kita juga disuguhkan dengan berita yang semakin mengejutkan, salah satunya sebagaimana diberitakan Jawa Pos dengan judul “HMI bersatu di depan Kalla dan Akbar”.
Dimana pada hari senin, 28 Juli 2008 telah dilangsungkan kongres HMI ke-26 di Hotel Novotel Palembang dihadiri oleh Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Priyo Budi Santoso, Agusman Efendi, Musyidan Baldan dan pejabat-pejabat daerah lainnya. Di tempat itu pula telah dilangsungkan ikrar bersama organisasional antara Fajar Zulkarnaen sebagai ketua Umum HMI Dipo dan Syahrul Effendi Dasopang sebagai ketua Umum HMI Dipo yang isinya, Pertama, kedua pihak sepakat menjunjung tinggi perintah Allah Dan karena itu menjauhi perpecahan diantara umat. Kedua, berpegang teguh pada ajaran Allah dan Nabi Muhammad dengan itu kami berkomitmen untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Ketiga, akan terus menegakkan nilai-nilai Islam dan moral Pancasila.
Dalam pembukaan kongres itu pula Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana diberitakan harian koran Kompas, Selasa, 29 Juli 2008, Kalla berpesan kepada kader HMI bahwa Himpunan Mahasiswa Islam harus bisa menyampaikan segala persoalan dan kesulitan yang dihadapi rakyat dengan cara akademis, bukan dengan menghujat atau demonstarasi. Juga, di koran Republika Selasa, 29 Juli 2008, Ary Ginanjar dengan The ESQ Way-nya kembali memotret keberhasilannya dalam mempersatukan dan mengislahkan di tubuh HMI dengan sebutan “Sebulan Setelah Training ESQ : Akhirnya Islah HMI itu terwujud”.
Pertanyaan demi pertanyaan hadir dan sms dari teman-teman cabang HMI (MPO) terus berdatangan, terutama cabang-cabang yang ada dalam ruang lingkup HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah. Mereka sama, menanyakan betulkah HMI Dipo dan HMI (MPO) telah islah bersatu?, diantara mereka ada komplain, mengkritik, menghakimi dan mendesak HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah untuk melakukan langkah kongkrit. Setelah konfirmasi kepada Ketua Umum sendiri betullah bahwa telah dilakukan ikrar dan tanda tangan bersama antara HMI Dipo dan HMI (MPO) di kongres ke-26 di Palembang. Konfirmasi juga diarahkan ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PB HMI, Itha Murtadha, ia membenarkan bahwa islah memang telah terjadi dan dilakukan secara personal oleh Ketua Umum PB HMI, Syahrul Effendi Dasopang. Pernyataan Sekretaris Jenderal dibenarkan oleh pengurus PB HMI yang lain dan rata-rata mereka tidak mengetahui terhadap ikrar dan tanda tangan Islah yang telah terjadi.
Termasuk kita dari HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah sangat menyadari dan mengakui bahwa kita tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan, pembahasan, sharing, ataupun dalam rapat pengambilan kebijakan strategis yaitu rapat presidium dalam soal akan dilaksanakannya Ikrar dan tanda tangan Islah antara HMI Dipo dan HMI MPO. Sehingga kita sebagai pengurus HMI Badan Koordinasi di Bagian Tengah tidak mengetahui apa-apa atas kebijakan ini dan merasa tidak dihargai sebagai bagian dari pengurus PB HMI yang dikasih kewenangan konstitusi untuk melakukan koordinasi aktifitas internal HMI di beberapa wilayah cabang. Termasuk diantaranya ialah memastikan pelaksanaan kebijakan-kebijakan strategis PB HMI yang meniscayakan kita sebagai lembaga koordinasi terlibat dalam rapat presedium guna pembahasan kebijakan-kebijakan strategis tersebut.
Oleh karena itu, kami atas nama pengurus Badan Koordinasi (Badko) Indonesia Bagian Tengah (Inbagteng) periode 1428-1430H/2007-2009M menyatakan sikap komplain dan protes atas keputusan dan tindakan melakukan ikrar dan tanda tangan islah HMI Dipo dan MPO di kongres HMI Dipo ke-26 di Palembang yang telah dilakukan secara personal oleh ketua Umum PB HMI Syahrul Effendi Dasopang, yaitu :
1. Keputusan dan tindakan Ketua Umum PB HMI dengan melakukan ikrar dan tanda tangan islah antara HMI Dipo dan MPO dalam kongres HMI ke-26 palembang merupakan keputusan dan tindakan yang inkonstisional dan perseorangan karena keputusan dan tindakan tersebut tidak menempuh mekanisme organisasi. Keputusan itu pula tidak ada dalam mandat kongres HMI ke-26 di Jakarta tahun 2007. Tindakan tersebut bertentangan secara tegas dengan aturan konstitusional HMI sebagaimana Pasal 11 AD Bab IV tentang Struktur Organisasi, pasal 17 AD HMI Bab V tentang Kesektariatan, pasal 25 ART ayat (a) dan (c), pasal 26 ART ayat (a), (b), dan (c), Pedoman Struktur Organisasi HMI pada Bab III Struktur Pimpinan 1 (A) tentang Pengurus Besar, dan Pedoman Struktur Organisasi HMI pada Bab III Struktur Pimpinan 3 (A) tentang Mikanisme Kerja Struktur dalam Pengambilan Keputusan.
2. Mendesak secepatnya Ketua Umum PB HMI dan didampingi oleh komisi-komisi kebijakan PB HMI untuk segera melakukan klarifikasi dan pernyataan resmi di media baik televisi dan ataupun cetak atas kesalahan dan tindakan inkonstisional Ketua Umum PB HMI yang telah melakukan “Ikrar dan tanda tangan Islah” antara HMI Dipo dan HMI (MPO) di Kongres HMI Dipo ke-26 di Hotel Novotel Palembang, Senin 28 Juli 2008
3. Mendesak Ketua Umum PB HMI untuk segera membuat pernyataan resmi permohonan maaf atas tindakan inkonstisional “ikrar dan tanda tangan islah” dan dikirimkan secara tertulis kepada cabang-cabang HMI se-Indonesia
4. Keputusan “Islah dan menyatukan” antara organisasi HMI Dipo dan HMI (MPO) bukanlah solusi yang benar untuk menyelesaikan kesengsaraan umat dan bangsa saat ini. Problem bangsa ini terletak pada pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat baik pusat ataupun daerah yang berkhianat terhadap rakyat dan inkonstisional. Mereka menjalankan roda-roda kebijakan publik hanya diperuntukkan untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja sehingga penindasan dan kekerasan terus menerus terjadi. Kita memandang bahwa proyek islah dan penyatuan HMI yang terjadi saat ini dan didukung oleh kekuatan status quo tidak lain sekedar rekayasa dan proyek politik, utamanya konsolidasi menjelang pemilu 2009. Sehingga, solusinya bukan parsial sekedar islah dan menyatukan yang berbeda-beda. Metode tersebut terbukti telah gagal dipraktekkan oleh rezim orde baru. Tetapi menggartap penyelesaian pada yang lebih pokok, memberikan hukuman berupa kritik, seruan dan pendidikan politik yang cerdas terhadap rakyat dan jelas sanksinya bagi pribadi dan kelompok yang bersalah atas pengrusakan, penindas dan pentidaksejahteraan umat dan bangsa ini. Bukannya dengan keputusan dan tindakan yang ironis menunduk dan mengalah terhadap pribadi dan kelompok-kelompok status quo.
5. Meminta MSO untuk menampung aspirasi cabang-cabang HMI untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) sebagaimana diatur dalam Bab II Struktur Kekuasaan dalam Pedoman Struktur Organisasi HMI, pada poin 1 tentang Kongres.
Yogyakarta, 29 Juli 2008
Maka sangat wajar jika gonjang-ganjing islah dan rekonsiliasi HMI menjadi barang dagangan akhir-akhir ini, apalagi peristiwa ini bertepatan dengan momentum menjelang pemilu 2009. Termasuk wacana terbaru “HMI bersatu di Menara 165” (Republika, 1 Juli 2008) yang dengan jasa ESQ Ary Ginanjar Fajar Zulkarnaen (ketua Umum HMI Dipo) dan Syahrul Effendi Dasopang (ketua Umum HMI MPO) berangkulan atas nama organisasinya masing-masing dan islah-bersatu. Pada hari Senin, 28 Juli 2008 kita juga disuguhkan dengan berita yang semakin mengejutkan, salah satunya sebagaimana diberitakan Jawa Pos dengan judul “HMI bersatu di depan Kalla dan Akbar”.
Dimana pada hari senin, 28 Juli 2008 telah dilangsungkan kongres HMI ke-26 di Hotel Novotel Palembang dihadiri oleh Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Priyo Budi Santoso, Agusman Efendi, Musyidan Baldan dan pejabat-pejabat daerah lainnya. Di tempat itu pula telah dilangsungkan ikrar bersama organisasional antara Fajar Zulkarnaen sebagai ketua Umum HMI Dipo dan Syahrul Effendi Dasopang sebagai ketua Umum HMI Dipo yang isinya, Pertama, kedua pihak sepakat menjunjung tinggi perintah Allah Dan karena itu menjauhi perpecahan diantara umat. Kedua, berpegang teguh pada ajaran Allah dan Nabi Muhammad dengan itu kami berkomitmen untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Ketiga, akan terus menegakkan nilai-nilai Islam dan moral Pancasila.
Dalam pembukaan kongres itu pula Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana diberitakan harian koran Kompas, Selasa, 29 Juli 2008, Kalla berpesan kepada kader HMI bahwa Himpunan Mahasiswa Islam harus bisa menyampaikan segala persoalan dan kesulitan yang dihadapi rakyat dengan cara akademis, bukan dengan menghujat atau demonstarasi. Juga, di koran Republika Selasa, 29 Juli 2008, Ary Ginanjar dengan The ESQ Way-nya kembali memotret keberhasilannya dalam mempersatukan dan mengislahkan di tubuh HMI dengan sebutan “Sebulan Setelah Training ESQ : Akhirnya Islah HMI itu terwujud”.
Pertanyaan demi pertanyaan hadir dan sms dari teman-teman cabang HMI (MPO) terus berdatangan, terutama cabang-cabang yang ada dalam ruang lingkup HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah. Mereka sama, menanyakan betulkah HMI Dipo dan HMI (MPO) telah islah bersatu?, diantara mereka ada komplain, mengkritik, menghakimi dan mendesak HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah untuk melakukan langkah kongkrit. Setelah konfirmasi kepada Ketua Umum sendiri betullah bahwa telah dilakukan ikrar dan tanda tangan bersama antara HMI Dipo dan HMI (MPO) di kongres ke-26 di Palembang. Konfirmasi juga diarahkan ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PB HMI, Itha Murtadha, ia membenarkan bahwa islah memang telah terjadi dan dilakukan secara personal oleh Ketua Umum PB HMI, Syahrul Effendi Dasopang. Pernyataan Sekretaris Jenderal dibenarkan oleh pengurus PB HMI yang lain dan rata-rata mereka tidak mengetahui terhadap ikrar dan tanda tangan Islah yang telah terjadi.
Termasuk kita dari HMI Badan Koordinasi Indonesia Bagian Tengah sangat menyadari dan mengakui bahwa kita tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan, pembahasan, sharing, ataupun dalam rapat pengambilan kebijakan strategis yaitu rapat presidium dalam soal akan dilaksanakannya Ikrar dan tanda tangan Islah antara HMI Dipo dan HMI MPO. Sehingga kita sebagai pengurus HMI Badan Koordinasi di Bagian Tengah tidak mengetahui apa-apa atas kebijakan ini dan merasa tidak dihargai sebagai bagian dari pengurus PB HMI yang dikasih kewenangan konstitusi untuk melakukan koordinasi aktifitas internal HMI di beberapa wilayah cabang. Termasuk diantaranya ialah memastikan pelaksanaan kebijakan-kebijakan strategis PB HMI yang meniscayakan kita sebagai lembaga koordinasi terlibat dalam rapat presedium guna pembahasan kebijakan-kebijakan strategis tersebut.
Oleh karena itu, kami atas nama pengurus Badan Koordinasi (Badko) Indonesia Bagian Tengah (Inbagteng) periode 1428-1430H/2007-2009M menyatakan sikap komplain dan protes atas keputusan dan tindakan melakukan ikrar dan tanda tangan islah HMI Dipo dan MPO di kongres HMI Dipo ke-26 di Palembang yang telah dilakukan secara personal oleh ketua Umum PB HMI Syahrul Effendi Dasopang, yaitu :
1. Keputusan dan tindakan Ketua Umum PB HMI dengan melakukan ikrar dan tanda tangan islah antara HMI Dipo dan MPO dalam kongres HMI ke-26 palembang merupakan keputusan dan tindakan yang inkonstisional dan perseorangan karena keputusan dan tindakan tersebut tidak menempuh mekanisme organisasi. Keputusan itu pula tidak ada dalam mandat kongres HMI ke-26 di Jakarta tahun 2007. Tindakan tersebut bertentangan secara tegas dengan aturan konstitusional HMI sebagaimana Pasal 11 AD Bab IV tentang Struktur Organisasi, pasal 17 AD HMI Bab V tentang Kesektariatan, pasal 25 ART ayat (a) dan (c), pasal 26 ART ayat (a), (b), dan (c), Pedoman Struktur Organisasi HMI pada Bab III Struktur Pimpinan 1 (A) tentang Pengurus Besar, dan Pedoman Struktur Organisasi HMI pada Bab III Struktur Pimpinan 3 (A) tentang Mikanisme Kerja Struktur dalam Pengambilan Keputusan.
2. Mendesak secepatnya Ketua Umum PB HMI dan didampingi oleh komisi-komisi kebijakan PB HMI untuk segera melakukan klarifikasi dan pernyataan resmi di media baik televisi dan ataupun cetak atas kesalahan dan tindakan inkonstisional Ketua Umum PB HMI yang telah melakukan “Ikrar dan tanda tangan Islah” antara HMI Dipo dan HMI (MPO) di Kongres HMI Dipo ke-26 di Hotel Novotel Palembang, Senin 28 Juli 2008
3. Mendesak Ketua Umum PB HMI untuk segera membuat pernyataan resmi permohonan maaf atas tindakan inkonstisional “ikrar dan tanda tangan islah” dan dikirimkan secara tertulis kepada cabang-cabang HMI se-Indonesia
4. Keputusan “Islah dan menyatukan” antara organisasi HMI Dipo dan HMI (MPO) bukanlah solusi yang benar untuk menyelesaikan kesengsaraan umat dan bangsa saat ini. Problem bangsa ini terletak pada pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat baik pusat ataupun daerah yang berkhianat terhadap rakyat dan inkonstisional. Mereka menjalankan roda-roda kebijakan publik hanya diperuntukkan untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja sehingga penindasan dan kekerasan terus menerus terjadi. Kita memandang bahwa proyek islah dan penyatuan HMI yang terjadi saat ini dan didukung oleh kekuatan status quo tidak lain sekedar rekayasa dan proyek politik, utamanya konsolidasi menjelang pemilu 2009. Sehingga, solusinya bukan parsial sekedar islah dan menyatukan yang berbeda-beda. Metode tersebut terbukti telah gagal dipraktekkan oleh rezim orde baru. Tetapi menggartap penyelesaian pada yang lebih pokok, memberikan hukuman berupa kritik, seruan dan pendidikan politik yang cerdas terhadap rakyat dan jelas sanksinya bagi pribadi dan kelompok yang bersalah atas pengrusakan, penindas dan pentidaksejahteraan umat dan bangsa ini. Bukannya dengan keputusan dan tindakan yang ironis menunduk dan mengalah terhadap pribadi dan kelompok-kelompok status quo.
5. Meminta MSO untuk menampung aspirasi cabang-cabang HMI untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) sebagaimana diatur dalam Bab II Struktur Kekuasaan dalam Pedoman Struktur Organisasi HMI, pada poin 1 tentang Kongres.
Yogyakarta, 29 Juli 2008
2 komentar:
saya sangat setuju dengan pernyataan sikap Badko atas Islah HMI, karena tindakan yang dilakukan ketua PB HMI MPO sepihak dan inKonstitusional, saya melihat ada banyak kepentingan dibelakang peristiwa ini, khususnya bagi dipo merupakan momentum untuk pemilu 2009., bagi rekan" kader jangan mau menggadaikan harga diri kita demi kenikmatan matrealistik sesaat.. BADKO semangaaatttttt...,.,
Yakin Usaha sampai (SLM dari HMI MPO KOMFAK HKUM UII)
jangan jadikan hmi menjadi alat politik yang hanya merebut jabatan sesaat,tetapi jadikan hi menjadi solusi membawa umae menuju sebuah peradaban,dan menjadi solusi untuk rahmatan lilalamin
Posting Komentar